jpnn.com - Sayang, saya berada di pusat kota Moscow di saat musim dingin menusuk tulang, hingga suhu di kisaran -5 sampai -14. Bagi orang sana, itu masih belum seberapa. Tahun lalu di ibu kota Federasi Rusia itu, raksa thermometer berhenti di angka -30 derajad Celsius. Dan itu juga masih belum apa-apa, dibandingkan Siberia, salah satu kota paling beku, yang bisa drop hingga minus 50.
Hidung kita tidak cukup kuat untuk menyaring udara dingin yang terhirup sampai ke paru-paru. Kulit kita tidak cukup lentur menahan tekanan udara kering dan padat itu, apalagi kalau sedikit dihembus angin. Karena itu, tibanya musim dingin, selalu berseberangan dengan jatuhnya musim nikah atau musim kawin di sana. Berbeda dengan kebiasaan beruang merah di sana, yang justru kawin di musim dingin, dan keluar pada musim panas, sudah bersama anggota keluarga barunya.
Bagi orang Rusia, “musim kawin” itu dianggap lebih afdol dilakukan pada musim panas. Karena menikah itu saatnya pergi, jalan-jalan, dengan baju-baju yang modis, bisa menonjolkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya, tidak lagi tertutup jaket tebal. Karena itu, seminggu di sana, saya sama sekali tidak mendapati tradisi menikah yang amat nyentrik dan romantis itu. Beberapa jam saya menunggu di tempat istimewa itu, di jembatan cinta. Orang menyebut “love brigde”, jembatan Luzkhov, satu penyeberangan selebar 15 meter, yang melengkung di atas sungai Moscow yang beku.
Ada 29 anak tangga menunju puncak lengkung jembatan di tengah-tengah sungai itu. Anak tangganya sengaja dibuat pendek, hanya 15-20 centimeter saja, agar mempelai perempuan yang memakai sepatu hak tinggi tidak kerepotan. Di tepian jembatan itu dipagar besi tempa bermotif klasik. Dengan kekuk-lekuk rapi dan berirama, cat di besi itu sudah mulai memudar. Dulu, di pagar besi inilah gembok cinta itu dikalungkan. Tetapi, karena kelewat banyak, mengganggu estetika, dan tidak cukup lagi, maka dibuatkan pohon-pohon gembok cinta di sepanjang tengah jembatan itu, sampai ke pinggir trotoar sungai.
Di pohon dari besi itulah, gembok-gembok itu dikalungkan dai dikunci. Ada tradisi unik yang setiap akhir pekan menjadi tontonan paling romantis di sana. Terutama pada musim panas, puluhan lemosine membawa pasangan yang baru saja melangsungkan janji suci di gereja atau cathedral. Mereka berjajar, antre bergiliran, memasangkan “gembok cinta” di atas sungai itu dan disaksikan kerabat dekat dan teman-temannya. Ya, Gembok Cinta, namanya. Betul-betul gembok dari besi atau baja yang kuat itu. Lalu ditulis nama kedua pasangan yang menikah itu dan digembokkan di pohon gembok atau pagar besi jembatan itu.
Setelah betul-betul tergembok, kuncinya dilempar ke sungai Moscow yang beku di musim dingin itu. Sungai besar yang membelah ibu kota Rusia itu menjadi saksi bisu atas janji dan komitmen mereka. Pesan dari prosesi ini adalah spirit orang menikah, menyatukan dua hati, saling menjaga cinta sehidup semati, dalam suasana suka ataupun duka, dalam sedih dan gembira, berdua selamanya. Tidak ada yang bisa memisahkan kedua pasangan itu, apapun yang terjadi. Karena itu, cintaku dan cintamu menyatu dalam gembok, terkunci abadi sepanjang masa.
Saya kagum akan romantisme pernikahan ala Moscow seperti itu. Sayang, saya tidak sempat melihatnya karena hanya terjadi di musim panas. Prosesi pernikahan di sana memang sangat sederhana, tetapi tetap memberi kesan yang mendalam. Mempelai menjalani upacara pernikahan di gereja atau cathedral, mengundang kerabat dekat dan handai tolan. Setelah selesai, mereka pergi dengan lemosine ke bukit Leninskie Gory, sebuah bukit yang bisa melihat Kota Moscow dari atas. Kalau musim dingin, seperti yang aku lihat, orang bermain ski di sana.
Ada dua alat jumping sky, yang bisa meluncurkan orang dari ketinggian puluhan meter. Dari atas bukit itu, juga bisa melihat stadion Moscow, yang konon menjadi inspirator bagi Bung Karno dalam membuat desain Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Nama stadion itu, Luzniky, yang pernah digunakan opening ceremony Olympic Games tahun 1980 di Uni Soviet kala itu. Bentuknya memang mirip GBK, maaf, maksud saya, GBK yang struktur dan bentuknya mirip Luzniky.
Dari atas bukit yang banyak pohon-pohon besar dan tua itu, biasanya pengantin melepas sepasang burung merpati. Ada music instrument yang biasanya dibawakan oleh kawan-kawannya, lalu pasangan itu berdansa, berpelukan, berciuman, dan disoraki teman-temannya. Parkir di tempat itu sangat luas, lapang dan berada di atas bukit, dengan daya tampung banyak. Kalau sepuluh pasangan menikah saja masih cukup, di situ. Lokasinya persis di seberang gedung Rektorat Moscow State University. Kampus yang juga mengajarkan mata kuliah Bahasa Indonesia sampai saat ini.
Setelah prosesi melepas merpati, simbol kasih sayang, pasangan itu baru diarak dengan mobil-mobil mewah ke Jembatan “love bridge” Luzkhov, tempat menggembok cinta. Di situlah mereka menyatakan janji setia. Terletak bersebelahan dengan sebuah taman yang berdiri tegak patung Karl Marx, tokoh penggagas Marxisme Komunisme itu.
Kawasan Gembok Cinta itu, juga menjadi objek wisata tersendiri. Menjadi tontonan romantik yang diminati orang pada Sabtu-Minggu, dari pagi hingga sore. Warga Rusia biasa memilih hari libur untuk prosesi pernikahan yang santai seperti itu. Setelah menggembok cinta, lagi-lagi pasangan itu saling berpelukan, saling berciuman, disaksikan banyak orang, orang-orang bertepuk tangan, terus berkeliling kota dengan gaun pengantin dan jas kebesarannya.
Soal adegan berciuman antarpasangan, Moscow tidak kalah seru dengan Paris. Puluhan kali saya menyaksikan di Moscow Airport, Red Squere, Metro –Kereta bawah tanah Moscow, yang paling tua di dunia itu--, dan tempat publik lain. Pasangan anak-anak muda yang bercumbu di ruang umum, sudah menjadi pemandangan yang biasa di sana. Tidak ada sedikitpun rasa malu. Yang menonton, juga tidak ada rasa risih. Biasa-biasa saja. Memang, France Kiss lebih terkenal dalam kisah-kisah romantik di Eropa, tetapi Moscow Kiss tidak kalah atraktifnya.
Soal mode dan performance, jangan ditanya! Moscow tidak kalah keren dibandingkan pusat-pusat mode dunia, seperti New York, London, Milan, dan Paris. Bahkan, saya lebih banyak menemukan perempuan cantik, modis, ramah, wangi, branded, berlenggang lenggok di pusat keramaian Moscow? Semua merek-merek brand dunia yang termahal, juga ada di ibu kota Rusia itu? Anda mau menikah di Moscow? Dan berjanji sehidup semati dengan gembok cinta di Luzkhov Bridge? Jangan pernah menyimpan kunci cadangan, kalau sudah dua kuncinya dilempar ke dasar Sungai Moskva! (don)
Bagi orang Rusia, “musim kawin” itu dianggap lebih afdol dilakukan pada musim panas. Karena menikah itu saatnya pergi, jalan-jalan, dengan baju-baju yang modis, bisa menonjolkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya, tidak lagi tertutup jaket tebal. Karena itu, seminggu di sana, saya sama sekali tidak mendapati tradisi menikah yang amat nyentrik dan romantis itu. Beberapa jam saya menunggu di tempat istimewa itu, di jembatan cinta. Orang menyebut “love brigde”, jembatan Luzkhov, satu penyeberangan selebar 15 meter, yang melengkung di atas sungai Moscow yang beku.
Ada 29 anak tangga menunju puncak lengkung jembatan di tengah-tengah sungai itu. Anak tangganya sengaja dibuat pendek, hanya 15-20 centimeter saja, agar mempelai perempuan yang memakai sepatu hak tinggi tidak kerepotan. Di tepian jembatan itu dipagar besi tempa bermotif klasik. Dengan kekuk-lekuk rapi dan berirama, cat di besi itu sudah mulai memudar. Dulu, di pagar besi inilah gembok cinta itu dikalungkan. Tetapi, karena kelewat banyak, mengganggu estetika, dan tidak cukup lagi, maka dibuatkan pohon-pohon gembok cinta di sepanjang tengah jembatan itu, sampai ke pinggir trotoar sungai.
Di pohon dari besi itulah, gembok-gembok itu dikalungkan dai dikunci. Ada tradisi unik yang setiap akhir pekan menjadi tontonan paling romantis di sana. Terutama pada musim panas, puluhan lemosine membawa pasangan yang baru saja melangsungkan janji suci di gereja atau cathedral. Mereka berjajar, antre bergiliran, memasangkan “gembok cinta” di atas sungai itu dan disaksikan kerabat dekat dan teman-temannya. Ya, Gembok Cinta, namanya. Betul-betul gembok dari besi atau baja yang kuat itu. Lalu ditulis nama kedua pasangan yang menikah itu dan digembokkan di pohon gembok atau pagar besi jembatan itu.
Setelah betul-betul tergembok, kuncinya dilempar ke sungai Moscow yang beku di musim dingin itu. Sungai besar yang membelah ibu kota Rusia itu menjadi saksi bisu atas janji dan komitmen mereka. Pesan dari prosesi ini adalah spirit orang menikah, menyatukan dua hati, saling menjaga cinta sehidup semati, dalam suasana suka ataupun duka, dalam sedih dan gembira, berdua selamanya. Tidak ada yang bisa memisahkan kedua pasangan itu, apapun yang terjadi. Karena itu, cintaku dan cintamu menyatu dalam gembok, terkunci abadi sepanjang masa.
Saya kagum akan romantisme pernikahan ala Moscow seperti itu. Sayang, saya tidak sempat melihatnya karena hanya terjadi di musim panas. Prosesi pernikahan di sana memang sangat sederhana, tetapi tetap memberi kesan yang mendalam. Mempelai menjalani upacara pernikahan di gereja atau cathedral, mengundang kerabat dekat dan handai tolan. Setelah selesai, mereka pergi dengan lemosine ke bukit Leninskie Gory, sebuah bukit yang bisa melihat Kota Moscow dari atas. Kalau musim dingin, seperti yang aku lihat, orang bermain ski di sana.
Ada dua alat jumping sky, yang bisa meluncurkan orang dari ketinggian puluhan meter. Dari atas bukit itu, juga bisa melihat stadion Moscow, yang konon menjadi inspirator bagi Bung Karno dalam membuat desain Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Nama stadion itu, Luzniky, yang pernah digunakan opening ceremony Olympic Games tahun 1980 di Uni Soviet kala itu. Bentuknya memang mirip GBK, maaf, maksud saya, GBK yang struktur dan bentuknya mirip Luzniky.
Dari atas bukit yang banyak pohon-pohon besar dan tua itu, biasanya pengantin melepas sepasang burung merpati. Ada music instrument yang biasanya dibawakan oleh kawan-kawannya, lalu pasangan itu berdansa, berpelukan, berciuman, dan disoraki teman-temannya. Parkir di tempat itu sangat luas, lapang dan berada di atas bukit, dengan daya tampung banyak. Kalau sepuluh pasangan menikah saja masih cukup, di situ. Lokasinya persis di seberang gedung Rektorat Moscow State University. Kampus yang juga mengajarkan mata kuliah Bahasa Indonesia sampai saat ini.
Setelah prosesi melepas merpati, simbol kasih sayang, pasangan itu baru diarak dengan mobil-mobil mewah ke Jembatan “love bridge” Luzkhov, tempat menggembok cinta. Di situlah mereka menyatakan janji setia. Terletak bersebelahan dengan sebuah taman yang berdiri tegak patung Karl Marx, tokoh penggagas Marxisme Komunisme itu.
Kawasan Gembok Cinta itu, juga menjadi objek wisata tersendiri. Menjadi tontonan romantik yang diminati orang pada Sabtu-Minggu, dari pagi hingga sore. Warga Rusia biasa memilih hari libur untuk prosesi pernikahan yang santai seperti itu. Setelah menggembok cinta, lagi-lagi pasangan itu saling berpelukan, saling berciuman, disaksikan banyak orang, orang-orang bertepuk tangan, terus berkeliling kota dengan gaun pengantin dan jas kebesarannya.
Soal adegan berciuman antarpasangan, Moscow tidak kalah seru dengan Paris. Puluhan kali saya menyaksikan di Moscow Airport, Red Squere, Metro –Kereta bawah tanah Moscow, yang paling tua di dunia itu--, dan tempat publik lain. Pasangan anak-anak muda yang bercumbu di ruang umum, sudah menjadi pemandangan yang biasa di sana. Tidak ada sedikitpun rasa malu. Yang menonton, juga tidak ada rasa risih. Biasa-biasa saja. Memang, France Kiss lebih terkenal dalam kisah-kisah romantik di Eropa, tetapi Moscow Kiss tidak kalah atraktifnya.
Soal mode dan performance, jangan ditanya! Moscow tidak kalah keren dibandingkan pusat-pusat mode dunia, seperti New York, London, Milan, dan Paris. Bahkan, saya lebih banyak menemukan perempuan cantik, modis, ramah, wangi, branded, berlenggang lenggok di pusat keramaian Moscow? Semua merek-merek brand dunia yang termahal, juga ada di ibu kota Rusia itu? Anda mau menikah di Moscow? Dan berjanji sehidup semati dengan gembok cinta di Luzkhov Bridge? Jangan pernah menyimpan kunci cadangan, kalau sudah dua kuncinya dilempar ke dasar Sungai Moskva! (don)
BACA JUGA: Surga Itu Ada di Bawah Permukaan Laut
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mafia Favela Jelang World Cup 2014 dan Olympic Games 2016
Redaktur : Tim Redaksi