Mengharukan, Anak Pemungut Sampah itu Berhasil Masuk UINSA Lewat Jalur Prestasi

Kamis, 30 April 2020 – 16:04 WIB
Sukidi yang sudah 18 tahun bekerja memungut sampah warga. Foto: dokumentasi keluarga/Ngopibareng

jpnn.com, SURABAYA - Kebahagiaan dan rasa haru kini dirasakan Sukidi, seorang pemungut sampah dari rumah ke rumah di Surabaya.

Sukidi bahagia karena putri sulungnya, Annisa Febrianti lolos Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Putrinya itu diterima di Universtas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya lewat jalur prestasi berdasarkan jalur rapor.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: 150 Orang Meninggal Misterius, Gaji Dosen, Jangan Rampas Kewenangan Presiden

"Saya tidak pernah membayangkan anak saya bisa masuk UIN. Apalagi melihat bapaknya cuma tukang sampah," kata Sukidi mengungkapkan kegembiraannya kepada Ngopibareng.id Rabu 29 April 2020.

Menurut Sukidi, anaknya Annisa memang berkemauan ingin meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. 

BACA JUGA: Kisah Mengharukan Pak Roni, Orang Kepercayaan Jenderal Andika di Taman Mabes TNI AD

Lelaki asal Masaran Sragen Jawa Tengah, yang kini tinggal di rumah kontrakan sederhana di daerah Manyar Sabrangan ini, awalnya hanya membayangkan akan menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA saja.

Itu juga berdasarkan saran dari banyak orang. Apalagi dua kakaknya, Iis dan Tutus sekolahnya juga hanya sampai SMA. 

BACA JUGA: Hari Kartini: Perjuangan Para Srikandi Manggala Agni, Tak Gentar Melawan Panasnya Api Karhutla

Namun, Annisa ternyata beda. Dia berkeras tetap ingin kuliah seperti teman- teman sekelasnya di SMA Negeri 14 Surabaya. Yang terbayang dalam benak Sukidi kemudian adalah, biaya yang harus disiapkan seandainya jadi kuliah.

"Lha wong saya ini tukang sampah, berapa penghasilannya," kata Sukidi.

Bapak tiga anak yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) ini, akhirnya hanya bisa pasrah. Dia tak berdaya membendung kemauan anaknya yang ingin menjadi sarjana ekonomi syariah.

Annisa pun tak tinggal diam atas kegalauan ayahnya. Dia pun mencoba meyakinkan ayahnya jika bisa diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), maka uang kuliah akan lebih murah.

Tidak ada uang uang pangkal, uang gedung, dan uang ini-itu seperti yang ditakutkan oleh ayahnya. Cukup membayar uang kuliah tunggal (UKT).  Di tengah kekhawatirannya, ternyata Annisa lolos jalur SMPTN.

"Alhamdulillah nama Annisa tercantum dalam daftar calon mahasiswa yang diterima melalui SMPTN, yang diumumkan 10 April 2020," katanya riang.

Waktu mendaftar untuk mengikuti seleksi, saat itu Annisa memilih dua perguruan tinggi yakni UINSA dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Tapi yang lolos pilihan yang pertama.

"Sekarang tinggal memikirkan UKT-nya. Syukur- syukur kalau dapat yang terendah," kata Sukidi berharap.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work From Home tak berlaku untuk jenis pekerjaan Sukidi. Dia tetap bekerja seperti biasa. (Foto: Dokumentasi Keluarga).

Sukidi sudah 18 tahun bekerja memungut sampah. Foto: dok. keluarga/ngopibareng

 

Sukidi sudah menjadi pemungut sampah sejak 1996. sudah 18 tahun yang lalu, dia menekuni pekerjaan ini. Dia awalnya penjual keripik. Namun, berhenti berjualan  karena sepi pembeli.

Setiap hari, di pagi dan sore, Sukidi dibantu adiknya Sugi, mengambil sampah dari 650 rumah yang meliputi area Manyar Sabrangan, Menur, Manyar Tompotika dan sekitarnya.

Sampah yang dikumpulkan itu kemudian dipindahkan ke truk sampah yang stand by di Jembatan Menur. Tak jauh dari tempat tinggalnya. Sampah rumah tangga itu kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Sampah itu diangkut menggunakan gerobak kayu yang ditarik dengan sepeda motor bebek yang sudah butut. 

Sukidi yang mengendarai sepeda motor, sedang adiknya duduk di belakang sambil memegangi gerobak.

Bagaimana sikap istri, ketiga anak dan menantunya melihat bapaknya bekerja sebagai tukang sampah? Sukidi mengaku tidak ada masalah. Tidak ada yang merasa rendah diri atau malu terkait dengan pekerjaan ayahnya tersebut

Annisa sendiri bahkan menyatakan bangga, anak tukang sampah bisa diterima di UINSA. Dia berharap mendapat beasiswa untuk meringankan beban orang tuanya.

Di tengah pandemi Covid-19, Sukidi tetap menjalankan tugasnya mengumpulkan sampah seperti biasa. Virus corona yang menggegerkan orang sejagat itu, dianggap teman baik yang tidak akan mengganggunya.(ngopibareng/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler