Mengidentifikasi Korban Melalui Tengkorak

Oleh; Myrtati D. Artaria*

Kamis, 15 Januari 2015 – 07:17 WIB

jpnn.com - SAAT ini para ahli sibuk mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat AirAsia. Identifikasi forensik dilakukan untuk menentukan identitas seseorang. Identitas personal harus ditentukan dengan tepat. Sebab, kalau tidak, akan berakibat hal-hal yang tidak mengenakkan. Salah satunya, tentu saja keluarga tidak akan mau menerima jika yang diserahkan kepada mereka ternyata bukanlah anggota keluarga yang dicari.

Korban yang terendam air laut mengalami proses yang berbeda dengan korban yang terendam dalam air tawar. Umumnya, korban yang terendam air tawar, setelah mengapung, lalu setelah tiga hari, akan tenggelam kembali karena tubuhnya telah rusak. Pada korban di air laut, setelah lima hari, baru terjadi proses tersebut.

BACA JUGA: Parpol dan Kepemimpinan Politik

Kecelakaan pesawat AirAsia terjadi pada 28 Desember 2014 dan saat ini telah jauh melampaui proses tersebut. Umumnya, saat ini jaringan lunak korban yang terendam air laut telah rusak, termasuk sidik jarinya yang menjadi cara paling mudah untuk mengidentifikasi korban. Lalu, apakah itu menjadi kendala untuk identifikasi mereka? Apa yang bisa dilakukan? Tentu saja analisis DNA.

Tapi, tunggu dulu. Sebab, analisis DNA adalah analisis yang paling mahal dan membutuhkan waktu lebih lama. Beberapa analisis lain yang bisa dilakukan, antara lain, pertama, pengenalan dokumen. Jika beruntung, individu yang ditemukan mempunyai dokumen (KTP, SIM, atau paspor) di dalam kantong bajunya. Bagaimana jika ternyata tidak didapati dokumen apa pun?

BACA JUGA: Reputasi Kita dari Musibah

Berikutnya dapat diupayakan ’’metode visual’’. Yakni, identifikasi dengan menunjukkan individu untuk diamati keluarga. Itu efektif dilakukan jika korban yang meninggal cepat ditemukan.

Jika sudah lama berlalu, apalagi dalam kondisi terendam dalam air, apa yang dapat dilakukan? Berikutnya dapat diupayakan pemeriksaan benda-benda kepemilikan korban yang bisa dikenali dengan mudah oleh keluarga.

BACA JUGA: Kiai dan Jabatan

Dapat pula dilakukan ’’identifikasi medis’’. Itu harus dilakukan ahlinya karena membutuhkan keahlian tertentu. Misalnya, mengenali bekas luka, tato/bekas tato, bekas patah tulang, cacat bawaan, dan sebagainya.

Dapat pula dideskripsikan, antara lain, bentuk hidung, mata, dan rambut atau yang disebut ’’somatoskopi’’ yang didasarkan pada patokan standar dalam buku teks antropologi ragawi.

Lalu, bagaimana jika individu telah terlalu lama terendam sehingga hal-hal tersebut sulit dilakukan? Dapat diperbandingkan antara gigi individu yang ditemukan dan data X-ray yang dimiliki para dokter gigi mereka. Demikian pula, odontogram dapat dianalisis dokter gigi. Odontogram memuat data tentang bentuk, susunan, dan jumlah gigi, tambalan pada gigi, serta protesa gigi.

Selain itu, dapat pula diamati dari sisi antropologis. Jika individu pernah mencetak gigi, misalnya untuk perawatan ortodonsi, di sana tercetak dental traits masing-masing gigi. Jika keseluruhan gigi satu individu diamati bersama-sama, ada kekhasan individu yang setara dengan identifikasi menggunakan sidik jari.

Saat ini PDGI telah bergerak cepat dalam membantu identifikasi korban AirAsia. Hal itu tentu patut diacungi jempol karena ketua PDGI telah cepat bereaksi.

Karena nama-nama korban telah diketahui dari manifes, para dokter gigi yang mengenali nama-nama pasiennya dikerahkan untuk menyerahkan rekam medis gigi para korban. Dengan demikian, gigi korban dapat dicocokkan dengan X-ray gigi mereka semasa hidup.

Lalu, bagaimana jika korban tidak pernah melakukan X-ray gigi? Masih ada cara lain. Wajah korban diupayakan untuk direkonstruksi. Itu dilakukan melalui penggambaran kembali wajah mereka berdasar tengkorak masing-masing individu. Bagaimana hal tersebut dilakukan?

Jika korban di-X-ray, berdasar tengkoraknya bisa dibentuk gambar wajahnya dengan baik melalui software khusus atau dengan cara ’’tradisional’’, yaitu menggambar dengan teknik 2D. Sketsa kepala dan wajah itu berdasar pada bentuk neurocranium dan splanchnocranium. Jika tengkorak telah bersih dari jaringan lunak karena begitu lamanya terendam dalam air, teknik 2D bisa pula dilakukan berdasar foto print tengkorak tersebut yang telah ditandai dengan soft tissue markers.

Untuk ini, harus diidentifikasi dulu jenis kelamin dan ’’origin’’-nya oleh antropolog ragawi berdasar ciri-ciri pada tengkorak, wajah, serta gigi. Jika ’’origin’’ dan jenis kelamin telah diidentifikasi antropolog, wajah korban dibentuk berdasar ukuran-ukuran soft tissue markers dan hasil bentukan wajah itu ditunjukkan kepada keluarga.

Kemungkinan kemiripan dari rekonstruksi wajah tersebut mencapai 65–85 persen, bergantung kekhususan ciri yang dimiliki. Kemiripan hasil rekonstruksi wajah adalah berdasar shape (bentuk) kepala dan wajah secara keseluruhan. Umumnya, keluarga atau teman dekat akan mempunyai sense terhadap bentuk kepala dan wajah orang-orang terdekatnya sehingga dapat mengenalinya ketika melihat hasil rekonstruksi.

Kesulitannya, ketika individu mempunyai kekhasan yang sangat menonjol, tetapi tidak membekas pada tulangnya. Misalnya, mempunyai tahi lalat di wajah, mempunyai bentuk bibir yang sangat berbeda dari orang-orang pada umumnya, atau mempunyai luka di wajah yang menarik perhatian. Ketika kekhasan itu tidak ditunjukkan dalam hasil rekonstruksi wajah, kerabat tidak langsung mengenali.

Meski demikian, teknik-teknik seperti itu bisa membantu tim identifikasi dalam menghadapi musibah besar (disaster). Hal itu pun dikembangkan ilmuwan di Indonesia untuk membantu mempermudah atau memperkecil biaya identifikasi korban. Hal tersebut sangat penting karena Indonesia berpenduduk sangat banyak sehingga berpotensi membutuhkan identifikasi korban secara cepat, mudah, dan murah. (***)

*) Penulis adalah dosen mata kuliah antropologi forensik di Universitas Airlangga dan spesialis forensik tentang rekonstruksi wajah dari tengkorak

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alkoholisme: Antara Harapan dan Balas Dendam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler