Mengikhtiarkan Muktamar NU yang Teduh

Selasa, 28 Desember 2021 – 14:21 WIB
Sidang pleno Muktamar ke-34 NU di Lampung. Foto: Dok. PBNU

jpnn.com - Abdullah Muhdi

Koordinator Tim Asistensi SC Muktamar ke-34 NU

BACA JUGA: Gus Yahya Diminta Jadikan NU Lokomotif Kebangkitan Ekonomi Umat

NU, pada 22-23 Desember 2021 telah menyelenggarakan muktamarnya yang ke-34. Hasilnya sudah diketahui bersama, KH Miftachul Akhyar sebagai Rais Am Syuriah PBNU dan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU.

Setiap muktamar memiliki dinamikanya yang khas, baik aspek teknis maupun isu-isu strategis yang dibahas.

BACA JUGA: Emak-Emak Tertangkap Basah Lagi Sama Berondong

Muktamar ke-34 NU memiliki kekhasan, karena dinamika muktamar terasa sejak sebelum pelaksanaan, mulai dari penentuan waktu penyelenggaraan.

Saya termasuk orang yang beruntung dapat menjadi saksi proses penyelenggaraan muktamar. Mulai dari penyiapan materi hingga komunikasi informal untuk mengantisipasi masalah penyelenggaraan muktamar. Begitupun pada proses persidangan muktamar, mulai awal sampai akhir.

BACA JUGA: Nur Memergoki Perbuatan Subaidah, Perempuan yang Tinggal di Surabaya Itu Tertunduk, Menyesal

Seusai penutupan, saya masih bertahan di Lampung hingga Ahad, 26 Desember 2021. Berikut adalah catatan kecil saya selama menemani SC, khususnya Ketua dan Sekretaris SC Muktamar.

Ikhitar Membangun Komunikasi

Hawa panas muktamar mulai terasa saat dilaksanakannya Munas dan Konbes NU di Hotel Sahid Jakarta pada 25-26 September 2021.

Sebagaimana jamak diketahui yaitu perihal penentuan waktu muktamar. Yang pada akhirnya disepakati pada pada 23–25 Desember 2021.

Tahap berikutnya adalah soal penentuan kepanitiaan Muktamar. Sebelum Munas, PBNU sudah menyepakati kepanitiaan Muktamar, Panitia Pengarahnya Gus Yahya Cholil Staquf, dan Panitia Pelaksananya Pak Robikin Emhas.

Tetapi, demi menjaga netralitas panitia dan efektivitas kinerja, maka disepakati adanya perombakan. Pada 20 Oktober 2021, diselenggarakanlah rapat khusus antara rais am, ketua umum, katib am, dan Sekretaris Jenderal PBNU perihal komposisi panitia muktamar yang baru.

Walhasil, rapat khusus tersebut menyepakati empat orang untuk memegang amanah kepanitiaan; Prof M Nuh dan Kiai Asrorun Niam Sholeh sebagai Ketua dan Sekretaris SC. Pak Imam Aziz dan Dokter Syahrizal di posisi Ketua dan Sekretaris OC.

Tanggal 27 Oktober, SK Kepanitiaan secara resmi ditandatangani. Untuk mengakselerasi kinerja panitia, Kiai Niam membentuk tim asistensi, dan saya diberi amanah sebagai koordinatornya.

SC terus mengikhtiarkan penyelenggaraan muktamar yang guyub, teduh, dan sejalan dengan makna muktamar sebagai wadah permusyawaratan tertinggi organisasi.

Sebagai wadah permusyawaratan, muktamar harus berjalan sesuai dengan spirit musyawarah. Di dalamnya harus terbangun kebersamaan dan tepo seliro, sebagai sebuah harmoni. Optimalisasi untuk mencari titik temu dan menghindarkan diri dari perselisihan, pertentangan, dan syiqaq (pertengkaran).

Jika memang ada perbedaan yang tidak bisa disatukan, maka ada penghormatan atas dasar tafahhum (saling memahami) dan tasammuh (mentolerir).

Dalam praktiknya, kondisi ideal tersebut bisa ternegasikan karena faktor kepentingan individu/kelompok yang bersifat subjektif.

Hasil muktamar tidak jarang menyisakan luka, duka, perselihisan, bahkan perpecahan. Ini yang terus dijaga dan diantisipasi oleh panitia. Spirit kebersamaan terus menjadi semangat dalam seluruh rapat, baik formal maupun informal.

Dalam upaya untuk terus merawat dan mengikhtarkan muktmar berjalan sebagaimana mestinya, yakni musyawarah dengan guyub dan rukun, maka SC berupaya untuk melakukan tahrir mahallin niza’: mengdentifikasi titik-titik kritis yang berpotensi menjadi masalah krusial dan memicu perdebatan.

Langkah berikutnya adalah mengurai dan mencari jalan keluar, dengan stretegi al-jam'u wa al-taufiq.

Beberapa titik kritis yang teridentifikasi antara lain; (i) penentuan validasi kepesertaan, (ii) penyusunan jadwal dan lokasi sidang-sidang, (iii) penentuan pimpinan sidang; (iv) pelaksanaan laporan pertanggngjawaban, (v) penentuan AHWA dan mekanismenya, (vi) pemilihan mide formatur; serta (vii) teknis pemilihan Ketua Umum.

Untuk mengurainya, SC melalui kepemimpinan Prof Nuh dan Kiai Niam membangun komunikasi dengan beberapa pihak, khususnya yang menjadi “tim inti” calon ketua umum Tanfidziyah.

Pertemuan antar-juru runding ini dilaksanakan beberapa kali di beberapa tempat. Masing-masing diwakili oleh tiga delegasi. Ada Pak Nusron Wahid, Amin Said Husni, dan Miftah Faqih serta Ishfah Abidal Aziz. Ada juga Kiai Marsyudi Syuhud, Robikin Emhas, Andi Najmi, dan Ulil Abshor Abdala.

Dari ketujuh titik kritis tersebut, tiga di antaranya berhasil disepakati pada pertemuan pertama. Empat masalah masih alot dan ditunda. Pertemuan berikutnya, menyepakati titik krusial kepesertaan, dengan dimandatkan pada wakil-wakil Sekjen untuk menuntaskan.

Dua titik krusial lainya, yaitu validasi kepesertaan dan teknis pemilihan, akhirnya lepas dan memicu diskusi cukup panjang di forum sidang pleno pertama. Diskusi terbatas tersebut tidak jarang dilksanakan dengan tensi tinggi, namun tetap terkendali dan terkonsolidasi. Prinsinya, lebih baik panas di dalam, tetapi terselesaikan, atau setidaknya terkomunikasikan.

Mengawal Materi

Bukan hanya komunikasi formal dan informal untuk menjamin persidangan muktamar berjalan lancar yang menjadi concern SC.

SC juga mengawal materi yang sudah ditugaskan kepada masing-masing penanggung jawab komisi. Rapat-rapat kordinasi pun digelar.

Awalnya, salah seorang pimpinan komisi muktamar menyatakan bahwa SC itu biasanya sebagai pengarah saja, terima laporan kalau sudah beres.

“Tetapi SC sekarang ini hadir mengawal dan benar-benar mengarahkan. Bahkan memfasilitasi rapat-rapat hingga konsinyering,” ujarnya.

Saya pun tersenyum melihat ungkapan sekretaris komisi yang seluruhnya hadir dalam pelaksanaan konsinyering selama tiga hari untuk finalisasi materi.

Kegiatan bahkan difasilitasi oleh SC, tanpa membebani panitia pelaksana. Rapat-rapat konsolidasi antara SC dengan Komisi yang ditugaskan, semuanya terlaksana, termasuk memberikan timeline.

Secara internal, SC juga membagi diri dalam tanggung jawab bidang koordinasi. Tetapi, ternyata tidak efektif. Ada yang jalan dan ada yang tidak. Maka, rapat-rapat koordinasi dan konsolidasi langsung dipimpin Ketua dan Sekretaris SC.

Strategi dan Dinamika Persidangan

Pembukaan muktamar dilaksanakan 22 Desember di Pesantren Darussa’adah, pukul o9.00 hingga pukul 11.00. Seusai pembukaan, sesuai jadwal, adalah Sidang Pleno I pukul 15.30 bertempat di Gedung Serba Guna UIN Raden Intan Bandar Lampung.

Sidang Pleno Pertama molor hampir lima jam, yang berdampak pada pergeseran agenda-agenda berikutnya. Jika tidak diantisipasi, maka muktamar dipastikan molor.

Dampak lanjutnnya adalah soal komitmen terhadap protokol kesehatan. SC harus memutar otak. Seusai sidang pleno pertama, Rabu, pukul 23.45, SC bersepakat untuk mengatur ulang jadwal persidangan.

Kiai Niam secara khusus rapat virtual dengan tim persidangan, dari penginapan masing-masing. Prinsipnya, agenda harus terus dijalankan dan muktamar tidak boleh molor. Harus ada strategi khusus.

Akhirnya disepakati skenario; (i) rapat LPJ disampaikan dengan pembatasan waktu; (ii) sidang tabulasi AHWA dilakukan secara paralel dengan sidang-sidang komisi; (iii) sidang pleno Komisi dilaksanakan secara paralel dengan Sidang AHWA.

Solusi ini bisa mengefisienkan waktu yang luar biasa tanpa memotong agenda masing-masing sidang. Demikian, solusi ini berdampak pada efisiensi waktu, tanpa mengurangi waktu pembahasan yang sudah dijadwalkan masing-masing.

Skenario berjalan mulus. Tindak lanjutnya adalah mengkomunikasikan kepada OC untuk menyiapkan teknis dan perangkat pendukungnya. Alhamdulillah berhasil, meski awalnya tersendat.

Jadwal tabulasi AHWA yang semula terjadwal pukul 13.00, mundur karena belum tuntasnya kepastian kepesertaan yang sebelumnya sudah dibahas, juga soal saksi pada proses tabulasi.

Setelah proses diskusi, akhirnya tabulasi dimulai pukul 15.00, dengan menerima seluruh saksi yang akan berpartisipasi. Solusi lanjutannya, tabulasi dilakukan dengan paralel di lima majelis, masing-masing dihadiri oleh saksi minimal tiga orang.

Dengan demikian, pelaksanaannya bisa lebih singkat. Sebelum magrib sudah bisa dituntaskan.

Bersamaan dengan itu, sidang komisi yang membahas masalah organisasi, program, rekomendasi, dan bahtsul masail waqiiyah, maudluiyyah, dan qanuniyah berhasil merampungkan pembahasannya.

Bahkan, komisi bahtsul masail memulai pembahasan paralel dengan sidang pleno laporan pertanggungjawaban. Simpel dan efisien, tanpa mengamputasi waktu dan mengurangi makna pembahasan.

Kamis malam (23/12/2021), pukul 19.30 dilaksanakan sidang pleno pengumuman hasil tabulasi AHWA yang berasal dari usulan PW/PC/PCI menetapkan sembilan nama AHWA.

Setelah penetapan, pleno meminta AHWA untuk melaksanakan sidang untuk menentapkan Rais Am PBNU dengan musyawarah mufakat. Di sela- sela persidangan AHWA, dilaksanakan sidang pleno laporan hasil sidang komisi.

Sidang Pleno II dimulai yang sedianya pukul 20.00 digeser ke Kamis, pukul 9.00. Begitu waktu menunjukkan pukul 9.00 tepat, sidang dimulai meski peserta belum kuorum.

Setelah itu, sidang diskors, hingga akhirnya, penyampaian LPJ dilaksanakan 9.40. Penyampaian LPJ dan pemandangan umumnya dibatasi hingga pukul 12.00. dan berjalan tepat sesuai rencana.

Manajemen Waktu dan Kekompakan

Salah satu rahasia kesuksesan penyelenggaraan Muktamar ke-34 NU Lampung ini, di samping soal komunikasi informal yang dibangun oleh SC sejak awal untuk mendiskusikan berbagai masalah krusial yang berpotensi menjadi titik kritis dengan para pihak, juga soal kekompakan serta kesdisiplinan pimpinan sidang.

Prof Nuh sebagai ketua sidang memiliki kematangan emosional yang luar biasa, dengan pendekatan akomodatif.

Sementara, Sekretaris Sidang Kiai Asrorun Niam Sholeh mampu merumuskan berbagai pandangan dengan memberi alternatif jalan keluar yang bisa diterima para pihak; dan menyodorkan dalam bentuk redaksi yang matang. Termasuk penempatannya dalam ayat atau pasal.

Kiai Niam juga tidak jarang membisiki dan memberi referensi kepada ketua sidang terkait dengan aturan yang sudah disepakati dalam AD/ART atau Tata Tertib.

Keduanya juga disiplin soal waktu selama persidangan. Pleno pertama terjadwal pukul 15.30. Pada jam tersebut, keduanya sudah duduk di meja pimpinan sidang.

Sidang molor, baru rampung pukul 23.45. Itu pun akhirnya dilanjutkan konsoldiasi untuk membuat skenario lanjutan agar jadwal persidangan tidak molor.

Rapat ini mengharuskan Ketua dan Sekretaris SC, nyaris begadang semalaman. Paginya, pukul 9.00, sudah harus kembali mempimpin sidang.

Di hari kedua, sidang pleno ke-2, dijadwalkan mulai pukul 9.00, dibuka oleh pimpinan sidang.

Prof Nuh dapat mengendalikan forum dengan pendekatan komunikasi publik yang baik dengan berbagai pertimbangan rasional tentang pentingnya kekompakan.

Gayung bersambut, Kiai Niam mengedepankan dengan diksi-diksi keagamaan yang menyentuh sisi emosional dan spiritualitas peserta. Di sidang pertama yang sempat agak memanas dijadikan refleksi bagi pimpinan sidang untuk mengambil pelajaran.

Sebelum masuk ke sidang pleno kedua, Prof Nuh dan Kiai Niam berdiskusi. Kiai Niam menyampaikan beberapa berita media online yang menggambarkan muktamar panas dan ricuh.

Akhirnya disepakati, berita media yang mengulas tentang memanasnya sidang pleno pertama dikompilasi dan ditampilkan. Kiai Niam segera meng-capture berita-berita tersebut dan meminta tim asistensi untuk menampilkan ke layar besar.

Prof Nuh, sebelum mempersilakan Ketua Umum PBNU untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban, mengulas secara reflektif gambar-gambar dan berita media terkait muktamar, yang diambil saat pleno pertama.

Ternyata hasilnya efektif, sebagai bahan muhasabah untuk terus memperbaiki diri.

Salah satu kunci kelancaran muktamar ke-34 NU adalah panitia penyelenggaran yang berdedikasi. Panitia pelaksana memberikan support yang luar biasa. Panitia pengarah yang kompak dan saling menguatkan, di dalam dan di luar persidangan.

Prof M Nuh dan Kiai Niam merupakan dua sosok yang sangat dedikatif untuk suksesi muktamar. Kombinasi tokoh senior yang matang dalam mengendalikan emosi peserta, dan tokoh muda yang cerdik membaca dinamika forum dengan rumusan-rumusan alternatif. Ditambah stamina yang luar biasa.

Saya yang mendampingi keduanya dibuat “terkapar” di waktu penghitungan akhir, saat keduanya masih setia mengawal hingga akhir.

Kekompakan dan saling isi antara keduanya berlanjut hingga akhir sidang pleno, yaitu penetapan ketua umum PBNU dan penetapan mide formatur yang merupakan sidang pleno terakhir sebelum dilaksanakan penutupan.

Semoga dicatat sebagai amal jariah, bagian dari khidmah jam’iyyah dan mengantarkan muktamar benar-benar sebagai forum musyawarah, dengan penuh ukhuwwah. Wallahu A’lam bi al-Shawab. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler