jpnn.com - Kota Muenchen, Jerman, memiliki banyak kenangan manis bagi Bacharuddin Jusuf Habibie. Itulah yang membuat presiden ketiga RI itu tetap memilih tinggal di Kota Bavaria tersebut untuk menghabiskan masa-masa tua. Wartawan Jawa Pos (Induk JPNN.com) KHOIRON FADIL sempat menemani pria berjuluk Si Kecil tapi Otak Semua itu berjalan-jalan di Muenchen dua pekan lalu.
-------------------------
BACA JUGA: Nesha Kannama Ichida dan Kevin Hendrawan, Perwakilan Indonesia untuk Ekspedisi ke Kutub Utara
LANGKAHNYA memang tidak lagi segesit 15–20 tahun lalu. Tapi, memasuki usia 80 tahun, presiden ketiga RI itu tetap tampak lincah menyusuri Marienplatz di pusat Kota Muenchen. Ditemani sebuah tongkat, sepatu kets, topi, dan jaket hitam, sore itu Habibie asyik berjalan sambil melempar pandang ke kastil-kastil kuno yang berdiri kukuh di sepanjang jalan tersebut.
”Kalau Bu Ainun (istri Habibie, Red) masih hidup, pasti dia suka menemani saya di sini sore-sore gini. Apalagi cuacanya sejuk seperti ini,” kata dia mengawali percakapan sambil mengenang istrinya yang meninggal karena kanker usus pada Mei 2010.
BACA JUGA: Meski Diburu Petugas, Keuntungan Mencapai 200 Persen
”Ah, sekarang saya ditemani ajudan. Ha ha ha...,” kelakar Habibie sambil menunjuk dua ajudan di belakangnya.
Menristek di era Presiden Soeharto itu mengaku selalu rutin meluangkan waktu 30 hingga 60 menit setiap hari untuk menyusuri jalan-jalan di kota bagian selatan Jerman tersebut. Tidak jarang dia berjalan kaki dari rumahnya di Heilmann Strasse ke Hauptbahnhof (stasiun kereta utama, Red). Jarak dari kawasan elite Muenchen itu ke central station tersebut sekitar 13 kilometer.
BACA JUGA: Rizman Putra, Astronot Pertama Asal Indonesia akan Segera Take Off, Ini Persiapannya
”Berjalan dan joging salah satu cara memperpanjang umur kita. Sesibuk apa pun saya pasti sempatkan,” ungkapnya.
Sesampai di depan Rathaus Muenchen, Habibie menghentikan langkahnya. Dia lalu mulai mengatur napasnya yang berat.
”Ah, saya sudah tidak muda lagi. Udah kakek-kakek. Tapi, spirit saya tetap muda. Anda pasti tidak percaya, beberapa bulan terakhir saya kuat keliling kota di Jerman dan Eropa, lho,” katanya.
Ketika ditanya tentang aktivitasnya sekarang, pakar pesawat terbang itu mengatakan bahwa saat ini dirinya sedang road show dari kampus ke kampus besar di Benua Biru. ”Saya seperti sedang napak tilas di sini. Bedanya, sekarang saya bukan mahasiswa lagi, tapi diminta jadi pembicara dan dosen tamu di beberapa universitas,” jelasnya.
Guru besar yang ketika kecil akrab disapa Rudi itu menceritakan bahwa saat masih muda dirinya termasuk aktivis yang paling giat dalam melakukan konsolidasi antarmahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa.
”Sampai sekarang saya masih sering menjadi inisiator bagi kelompok-kelompok diskusi pengusaha ataupun mahasiswa (Indonesia) di Eropa,” jelasnya.
”Awal Juni lalu saya diajak forum anak-anak Indonesia yang kuliah di Aachen dan Hamburg, tempat kuliah saya dulu. Akhir Juni ini saya terbang ke Amerika juga untuk mengajar,” tambah pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, tersebut.
Habibie kemudian menunjukkan notebook yang berisi jadwal mengajarnya di berbagai negara yang cukup padat. Di antaranya, dia akan terbang ke sejumlah kota besar di AS awal Juli.
”Saya juga diminta diskusi dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Amerika. Saya juga diundang ke California Institute of Technology dan sebagainya,” jelas kakek enam cucu tersebut.
Ketika ditanya mengapa tidak istirahat saja setelah pensiun dari rutinitas di pemerintahan, Habibie mengaku masih ingin melakukan banyak hal. Dia masih mempunyai cita-cita ingin membantu para intelektual muda agar terinspirasi dengan pencapaian dan kesuksesannya.
”Saya ingin anak-anak Indonesia menjadi lebih pintar dan cerdas. Saya selalu siap memotivasi mereka tanpa memandang SARA,” bebernya.
Ekspresi Habibie mendadak berubah ketika diajak bicara soal cita-cita dan ideologinya. Sorot matanya begitu tajam. ”Ukuran keberhasilan Anda memimipin adalah jika Anda berhasil mencetak kader,” tegasnya.
Hingga saat ini Habibie masih disegani oleh dunia internasional, terutama di Jerman. Maklum, dia adalah pemilik bintang penghargaan Das Grosse Verdienstkreuz Mit Stern und Schulterband dan Das Grosse Verdienstkreuz. Habibie dianggap sebagai orang yang sangat berjasa kepada pemerintahan Jerman baik pada bidang politik, sosial, maupun teknologi. Penghargaan itu setara dengan penghargaan Mahaputra dan Bintang Republik di Indonesia.
’’Modal saya cuma ketekunan dan sifat ulet, tidak gampang menyerah. Meski kakek-kakek begini, saya harus mandiri,” tutur pemegang 46 paten dunia di bidang teknologi penerbangan tersebut.
Pada 1974 Habibie menjabat vice president Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), industri konstruksi pesawat terbesar Jerman. Dia adalah orang non-Jerman pertama yang menduduki posisi itu. Semua kesuksesan tersebut dapat diraih Habibie sebelum berusia 40 tahun dan menjadikannya sebagai salah satu orang terpandang di Jerman.
Selama berkarir di MBB Hamburg, Habibie menyumbangkan banyak hasil penelitian serta teori di bidang termodinamika, konstruksi, serta aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya yang amat terkenal dalam dunia desain dan konstruksi pesawat terbang adalah ’’Habibie Factor’’, ’’Habibie Method’’ dan ’’Habibie Theorem’’.
”Tempalah besi ketika masih sedang panas. Maksimalkan mudamu untuk berkarir. Dan jangan lupa berdoa dan mengaji,” tuturnya sembari pamitan pulang ke Heilmann Strasse naik kereta U-Bahn. (*/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kompetisi Terhenti, Pemain Berbisnis Kuliner, Ada yang Jual Beli Batu Akik
Redaktur : Tim Redaksi