Mengunjungi Darren Baum, Pembuat Sepeda Paling Kondang di Australia

Kalau Pesan Sekarang, Antre sampai 11 Bulan

Minggu, 22 Maret 2015 – 23:52 WIB
PALING KONDANG DI AUSTRALIA: Azrul Ananda bersama Darren Baum di bengkel Baum Cycles di Geelong, dekat Melbourne, Australia. Foto: Dewo Pratomo/Jawa Pos

jpnn.com - Ialia punya Dario Pegoretti. Amerika punya Craig Calfee. Kalau di Australia, nama Darren Baum berada di puncak daftar pembuat sepeda paling kondang. AZRUL ANANDA sempat mampir ke bengkelnya di Geelong, dekat Melbourne.

Laporan Azrul Ananda,

BACA JUGA: Timnas Terlemah Di Dunia Ini Rayakan Kemenangan di KFC

BAGI penggemar sepeda custom, merek ’’Baum’’ pasti sudah tidak asing. Merek itu adalah yang paling kondang di Australia, dan termasuk salah satu yang paling dikagumi di seluruh dunia.

Sepeda-sepeda titanium atau steel merek itu dikenal memiliki kualitas papan atas, dengan desain finishing yang bakal membuat orang berdecak kagum.

BACA JUGA: Pemain Korsel yang Merana Gajinya Rp 700 Juta tak Kunjung Dibayarkan

Sejumlah nama kondang tercatat sebagai klien Baum. Beberapa pembalap kondang kelas dunia punya koleksi sepeda Baum. Bahkan, perdana menteri Australia yang hobi bersepeda, Tony Abbott, baru-baru ini datang ke bengkel Baum untuk fitting dan memesan sepeda custom.

Merek itu merupakan milik Darren Baum, 40, seorang engineer pesawat yang banting setir ke membuat sepeda. Kecintaannya terhadap sepeda sudah tumbuh sejak kecil.

BACA JUGA: Kisah Para Pemburu Batu Giok, Temukan Jenis Topas Laku Rp 300 Juta per Kilo

Dia suka balapan, dan sempat masuk kategori elite di Australia. Kecelakaan menghentikan karirnya (ditabrak mobil dari belakang dengan kecepatan di atas 100 km/jam).

Tidak hanya suka balapan, sejak remaja, dia juga hobi merakit sepeda sendiri. Ayahnya kebetulan juga seorang engineer. Skill membuat frame itu disebut Baum mendapat arahan dan polesan pada 1990, oleh master frame builder Brian Cross.

Untuk mendapatkan sepeda Baum, penghobi memang harus sangat bersabar dan rela merogoh kocek dalam-dalam.

Saking populernya, kalau pesan sekarang, pembeli baru akan mendapatkan sepedanya 11 bulan kemudian! Harga? Siap-siap keluar duit sampai lebih dari Rp 150 juta kalau memesan sepeda spek tertinggi.

Baum memang bukan produsen masal. Karyawannya hanya tujuh orang, dan itu termasuk Darren Baum! Bahkan, Baum sendiri yang mengelas frame-frame pesanan. Karyawan lain untuk administrasi atau bagian lain produksi seperti pengecatan.

Sesuai misi perusahaan, Baum ingin memastikan konsumennya mendapatkan sepeda yang benar-benar perfect untuk ukuran serta kebutuhan pemakaiannya.

Ketika meliput Grand Prix Australia di Melbourne, 11–17 Maret lalu, penulis menyempatkan diri mampir ke Geelong, kota tempat Baum bermarkas. Kebetulan, penulis sudah berkenalan dengan Darren Baum sejak mengikuti Tour Down Under di Adelaide, Januari lalu.

Waktu itu, penulis sudah ingin memesan sepeda Baum. Apalagi setelah melihat Baum Corretto –frame tipe tertinggi– edisi Rapha yang dikendarai rekan dari Indonesia, Edo Bawono.

Karena tahu bakal ke Melbourne untuk lihat F1, Baum pun menyarankan untuk mampir ke tempatnya di Geelong. ’’Supaya bisa mendapatkan full experience memesan sepeda custom kami,’’ ucapnya waktu itu.

Senin pagi, 16 Maret, penulis bersama Dewo Pratomo (F1 Mania/fotografer) pun pergi ke Geelong. Jaraknya sekitar 70 km dari Melbourne, dan dengan mudah bisa dicapai dengan naik kereta dari Southern Cross Station, di pusat kota.

Setiap jam ada kereta ke Geelong, setiap jam ada kereta balik ke Melbourne. Jadi, perjalanan bakal mudah. Apalagi keretanya sangat nyaman dan relatif murah (23 dolar Australia untuk perjalanan pulang pergi). Perjalanannya hanya satu jam.

Ketika tiba di Geelong, kami dijemput manajer administrasi Baum, Jodie Clausen. Kami diajak makan pagi dulu (waktu itu pukul 8 pagi), baru ke markas Baum.

Geelong termasuk kawasan industri. Beberapa perusahaan otomotif dunia punya pabrik di sana. Jadi, wajar bila Baum berbasis di sana. Selain juga karena Darren Baum memang berasal dari Geelong (begitu pula Cadel Evans, juara Tour de France 2011, teman dekat Baum).

Begitu tiba, suasana di bengkel Baum masih sepi. Para pekerja memang belum datang semua. Kami disambut Ryan Moody, yang punya titel seru di perusahaan: ’’Front of House’’. Maksudnya, Moody-lah yang berada di garis depan saat bertemu, berdiskusi, dan finalisasi pembelian dengan para customer, hahaha

Moody langsung mengajak kami tur fasilitas. Bagian produksi adalah yang paling luas, dilengkapi berbagai alat untuk memotong, membentuk, mengelas, atau memanipulasi batangan-batangan tabung titanium atau steel untuk dijadikan frame.

Ada pula lemari ’’pesanan’’, yang tingginya sampai ke atap dan memanjang begitu panjang. Di lemari itu, berderetan kardus-kardus berisi data dan komponen pesanan. Kalau baru pesan, maka masuk kardus urutan bawah. Lalu, bergerak pelan-pelan sampai ke atas dan akhirnya selesai siap dikirim/diambil.

Menurut Moody, ada sekitar 115 pesanan sedang antre saat itu. Tak heran bila antrenya sampai 11 bulan. ’’Kami hanya memproduksi sekitar 150 sepeda per tahun,’’ tandasnya.

Kami lantas menengok bengkel cat Baum. Serta ditunjukkan sebuah sepeda putih polos yang dipajang di tengah bengkel. Ternyata, itu adalah milik Cadel Evans, sang juara Tour de France. Karena terikat kontrak dengan merek sepeda lain, sepeda Baum milik Evans itu warnanya putih polos tanpa logo.

’’Kalau musim panas (pergantian tahun di Australia, Red), Cadel masih menyempatkan diri pulang kampung ke Geelong,’’ ungkap Moody.

Tidak lama, Darren Baum datang. Dia tampak lelah. Moody sebenarnya juga sama. Minggu-nya (sehari sebelum), mereka baru saja bersepeda lebih dari 160 km di Tasmania. Minggu malam baru terbang kembali ke Melbourne, dan Senin pagi itu langsung bekerja.

Berbincang sebentar, penulis pun memulai proses fitting untuk memastikan frame yang dipesan perfect sesuai dengan ukuran badan serta kebutuhan performance-nya.

Moody juga aktif balapan. Dia punya background pendidikan anatomi tubuh manusia. Dialah yang melakukan dan memantau proses fitting.

Sebelum ke Geelong, saya mengirimkan data fitting saya, dan ukuran-ukuran sepeda favorit saya. Moody mengaplikasikan angka-angka itu (tinggi sadel, jarak handlebar, dan detail lain) ke sebuah fit bike di ruang depan bengkel.

Saya ganti baju, pakai bib dan jersey, lalu duduk di fit bike dan mulai mengayuh. Moody mengamati dari semua sisi, mengubah sedikit-sedikit ukuran, mengganti handlebar dengan ukuran beda, dan lain-lain.

’’Siapa yang fitting kamu sebelum ini?’’ tanya dia. ’’He is doing a great job! (Dia luar biasa, Red),’’ tambah Moody.

Saya jawab, Choonwei Tay, seorang ahli fitting Retul (sistem komputer) asal Singapura yang menjadi pengajar bagi semua fitter di Asia Tenggara.

Pada dasarnya, ukuran frame saya tidak akan banyak berbeda dengan hasil fitting sebelumnya. Tinggi sadel hanya dipendekkan 2 mm, itu pun karena sadel baru pilihan saya memang lebih tipis.

Asal tahu saja, di fit bike buatan Baum sendiri itulah Tony Abbott dan sejumlah pembalap kelas dunia menjalani pengukuran…

Darren Baum lantas ikut memantau dan berdiskusi. Termasuk mengamati sepatu pilihan saya dan setelan cleat (bagian yang mengunci dengan pedal saat bersepeda).

Setelah itu, kami pun berdiskusi soal karakter sepeda titanium yang diinginkan. Permintaan saya hanya satu: Sangat kaku di bagian bawah dan belakang, sehingga bisa ’’ditendang’’ dan melejit ke depan saat dikayuh. Bagi saya, kenyamanan bukan yang utama.

Lagi pula, menurut Baum, titanium punya karakter lebih nyaman daripada karbon. Jadi, walau dibuat sekaku mungkin, tetap memberi kenyamanan lebih.

’’Nyaman juga berarti kecepatan,’’ tandas Moody.

Begitu selesai, kami pun kembali ngobrol. Nanti, desain dan geometri (ukuran) akhir sepeda dikirim untuk diskusi lanjutan via e-mail.

Saat diskusi, terus terasa bagaimana Baum memang sangat passionate dengan pekerjaannya. Kami melihat sendiri bagaimana dia mengelas frame.

Dia pun menegaskan idealismenya yang tergolong tinggi.

Misalnya, saat membuat corak khas Rapha, yang hanya boleh dipesan peserta tur Rapha saat Tour Down Under (TDU) di Adelaide.

Walau ada begitu banyak pemesan, dia tetap bergeming. Benar-benar hanya mereka yang ikut TDU yang boleh pesan. ’’Ada yang ingin bayar ekstra, tidak saya layani,’’ tegas Baum.

Limited, bagi Baum, harus benar-benar limited. Itulah yang membuat sepedanya lebih abadi dan punya nilai tambah bagi pemiliknya.

Ngobrol dengan Baum dan stafnya tergolong asyik. Kebetulan, kami sama-sama suka balap mobil. Bahkan, kalau melihat corak-corak cat yang ditawarkan Baum, tidak sedikit yang terinspirasi warna-warna mobil balap klasik legendaris.

Walau, tentu saja, konsumen bisa memilih warna apa saja.

Keasyikan ngobrol, tidak terasa waktu berlalu dan tidak lama lagi ada jadwal kereta lewat untuk mengantarkan kami balik ke Melbourne.

Lagi-lagi, Jodie Clausen yang mengantarkan kami ke stasiun. Sebagai penggemar sepeda, sedih rasanya harus meninggalkan tempat yang begitu asyik dan ngobrol dengan orang-orang sepeda tulen.

Tapi, Senin malam itu kami harus kembali ke Indonesia… (***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kehidupan Pencari Giok di Alur Tengku, Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler