jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengkaji pemberian tambahan insentif mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV) di luar PPnBM 6 persen.
Konsep Kemenperin, yang menjadi dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dikeluarkan HEV. Semakin rendah emisi, mobil hybrid layak diberikan insentif, meski bentuknya belum dirumuskan.
BACA JUGA: Rayakan HUT ke-78 RI, Ford Hadirkan Program Servis Merdeka 2023
Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto menuturkan, saat ini, menjual satu mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) lebih sulit ketimbang dua HEV.
Oleh sebab itu, penjualan HEV perlu didorong, lantaran emisi dua mobil jenis ini sama seperti satu BEV.
BACA JUGA: Pemerintah Perluas Persyaratan Insentif Motor Listrik, AISMOLI Lakukan Hal Ini
“Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50%. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif,” kata Riyanto dalam diskusi bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia, Selasa (8/8).
Menurut dia, mobil hybrid pas digunakan di era transisi menuju netralitas karbon pada 2060. Alasannya, harga BEV saat ini mahal, berkisar Rp 600-700 jutaan, sehingga pasarnya tipis.
BACA JUGA: Terima Info Lelang Online dan Tebus Murah Barang Pegadaian? Awas, Penipuan!
Dia menilai, harga HEV tujuh dan lima penumpang kini lebih mendekati ICE. Dengan demikian, hybrid bisa diandalkan untuk mengurangi emisi di era transisi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier mengakui, HEV memang dapat mengurangi emisi secara signifikan. Bahkan, saat ini, ada model HEV dengan emisi mencapai 75 gram/kilometer (km).
Oleh karena itu, Kemenperin menjajaki pemberian award kepada mobil hybrid. Namun, basisnya bukan pajak, melainkan emisi karbon yang dikeluarkan.
Ini akan menjadi tambahan insentif mobil hybrid selain PPnBM 6% sesuai PP 74 Tahun 2021. Aturan ini akan dirilis secepatnya.
Taufiek juga sepakat, penjualan HEV saat ini lebih tinggi dibandingkan BEV. Alasannya sederhana, masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan pengecasan baterai saat membawa HEV menempuh jarak jauh. Adapun jika memakai BEV, konsumen harus memperhitungkan daya baterai dan infrastruktur pengisian di tengah perjalanan.
Sementara itu, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan HEV mencapai 17.280 unit per Juni 2023, dengan porsi 3,4% terhadap total pasar.
Jumlah ini jauh melebihi BEV yang hanya 5.850 unit.
Penjualan HEV sampai Juni 2023 sudah melampaui torehan sepanjang 2022 yang mencapai 10.344 unit. Ini disebabkan hadirnya dua model baruu, Toyota Innova Zenix dan Yaris Cross.
Taufiek menyatakan, pada prinsipnya, teknologi hijau akan laku jika harganya di bawah teknologi yang tidak hijau.
Atas dasar inilah pemerintah mengguyur insentif ke mobil elektrifikasi, terutama BEV baik ke konsumen maupun ke pemanufaktur.
“Prinsipnya, Gaikindo mendukung semua pilihan teknologi untuk menurunkan emisi. Soal mana yang lebih disukai, itu diserahkan ke konsumen,” ucap Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara.
Selain menyediakan pilihan powertrain ramah lingkungan, industri otomotif siap meningkatkan pemanfaatan energi bersih, seperti B30 yang dinaikkan menjadi B35 pada Februari 2023. Bahkan, industri otomotif Indonesia siap menggunakan bahan bakar bensin dengan campuran etanil 5% hingga 10%.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada