Menhub Turunkan KNKT Investigasi Ambruknya Crane ke Rumah Warga

Rabu, 02 Agustus 2017 – 12:32 WIB
Insiden ambruknya dua mobile crane di samping Flyover Jakabaring dan samping masjid Al Fathul Akbar, Kelurahan 8 Ulu, Kecamatan SU I Palembang, kemarin (1/8). FOTO:EVAN ZUMARLI/SUMATERA EKSPRES

jpnn.com, PALEMBANG - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, menyesalkan insiden patahnya lengan crane dan ambruknya girder hingga menimpa rumah warga di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (1/8).

Padahal, alat berat tersebut tengah mengerjakan proyek light rail transit (LRT) yang ditenggat rampung sebelum Asian Games 2018.

BACA JUGA: Kronologis Ambruknya Crane, Keluarga Korban Menantang Polisi Berkelahi

“Kami telah menerima laporan terkait insiden tersebut,” ujar Menhub di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, seperti dilansir Sumatera Ekspres (Jawa Pos group) hari ini.

Menurut dia, Tim Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah ditugaskan turun ke Palembang.

BACA JUGA: Duh, Pelajar Pacaran tapi kok Kelewat Batas, Ya... Jadinya Begini

“Saya sudah menunjuk KNKT untuk mengklarifikasi kejadian ini. Mereka sudah bergerak dan segera melakukan penelitian untuk mengungkap apa yang menjadi penyebab,” ungkapnya lagi.

Karena itu, dia belum bisa mengetahui betul pihak mana yang paling bertanggung jawab. “Ini yang masih perlu diteliti. Saya juga belum tahu siapa yang mengelola crane tersebut. Bisa saja disubkontraktorkan,” lanjutnya.

BACA JUGA: Pasca-OTT Pungli Disdukcapil, Urus KK Jadi 2 Jam, Biasanya Nunggu Sebulan

Budi meminta maaf kepada masyarakat Palembang atas insiden itu. “Ada warga yang terluka, saya prihatin dan menyesalkannya. Pihak yang bersalah supaya bisa bertanggung jawab”.

Ketua Komisi IV Hj Anita Noeringhati SH MH bersama sejumlah anggota Komisi IV seperti Hasbi Asidiq, Meriadi, Zulfikri Kadir, dan Yulius Maulana ikut mengecek ke lapangan.

Dia menerangkan, meski ada plat baja yang dipakai untuk bagian bawah crane, harus juga diantisipasi kekuatan crane.

“Secara perhitungan memang dua crane itu cukup mampu mengangkat girder, karena satu memiliki kekuatan 70 ton, jadi dua crane memiliki daya angkat lebih 100 ton,” sebutnya. Namun karena situasi jalan dan kondisi tanah tidak kuat menyebabkan insiden itu terjadi.

Yulius menambahkan, kondisi tanah di Seberang Ilir dan Ulu itu berbeda. “Kalau Ulu tanah timbunan, jadi harus hati-hati. Harusnya tanah dicek dulu, bagaimana ketahanannya.

“Dia juga meminta warga sekitar proyek dievakuasi, ganti rugi bagi korban, dan Waskita Karya wajib menanggungnya.

“Momen ini jangan sampai menimbulkan image kita tidak berhasil bangun LRT. Ini murni human error karena tanpa pengecekan tanah,” cetusnya.

Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Sumsel, Ir Sastra Suganda, PA menilai itu terjadi karena kegagalan setting girder LRT. “Kapasitas pemberat crane tidak ideal alias kurang berat,” ujarnya.

Dia melihat itu dari foto maupun video yang disebar via media sosial (medsos). “Terlihat dari terjungkalnya crane, karena lengan crane dan bebannya tak sebanding girder. Jadi 3 faktor, kualitas, kapasitas crane, sampai kurangnya pemberat. Saat mengangkat tidak dilakukan pada titik terberat,” urai Sastra dibincangi di Kantor LPJK Sumsel Jl R Soeprapto Bukit Besar, kemarin (1/8).

Dia menerangkan, dalam operasinya crane mengutamakan beban vertikal bukan horizontal seperti yang terjadi di kasus ini.

Namun, sebutnya, untuk tahu lebih detail penyebab insiden ini perlu investigasi mendalam. Diikuti tindakan forensic engineering oleh penilai ahli yang telah kantongi sertifikat dari institusi berwenang.

Di investigasi itu baru bisa didapat data mulai dari kapasitas crane, kualitas, keandalan operator, hingga pengawasan kecelakaan keselamatan kerja (K3).

“Jika menyangkut manusianya, merujuk Undang-Undang (UU) Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999 diubah menjadi UU No 2/2017, maka semua yang terlibat dari sebuah proyek konstruksi wajib memiliki sertifiksi. Artinya dalam investigasi ini bisa kelihatan hal-hal apa saja yang telah dilanggar,” imbuhnya.

Agar ini tak terulang lagi, Sastra menyarankan sebaiknya setting girder dilakukan hanya menggunakan satu crane yang lebih besar. Itu agar lebih mudah mendapatkan keseimbangan dan titik beratnya.

Terkait sanksi bagi pelaksana, tergantung kesepakatan semua pihak. Tapi berdasarkan UU No 2/2017 masuk ranah perdata bukan pidana, kecuali ada yang meninggal.(kms/bis/ran/fad/ce1)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penetapan Tersangka Beras Oplosan Tunggu Hasil Labfor


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler