Menikah Beda Usia: Awalnya seperti Hubungan Ibu dan Anak

Sabtu, 02 Desember 2017 – 00:45 WIB
Ijab Kabul pernikahan Arif dengan Rabo, dipimpin Kepala KUA Nunukan Selatan Adam S. Ag di kantor Kecamatan Nunukan Selatan, Rabu (29/11) lalu. Foto: KUA UNTUK RADAR NUNUKAN

jpnn.com - Menikah beda usia yang dijalani Arifuddin (25), warga Kelurahan Mansapa, Kecamatan Nunukan Selatan, Kaltara, mendapat perhatian publik.

Pria lajang itu memutuskan menikahi Rabo, wanita yang usianya kini 58 tahun saat ini.

BACA JUGA: Menikah Beda Usia: Arif Nikahi Wanita yang Jauh Lebih Tua

SYAMSUL BAHRI

2010, Paris 3, Lahad Datu, Sabah, Malaysia menjadi tempat kisah itu dimulai. Arif, panggilan Arifuddin menginjakkan kakinya di tanah rantau.

BACA JUGA: Kakek Nikahi Gadis Muda, Beda Usia 33 Tahun

Ia datang bersama dua orang rekannya dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Sama dengan Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya, tujuanya mencari penghidupan yang layak. Agar saat kembali ke tanah kelahirannya menjadi orang sukses.

BACA JUGA: Nenek Manih Bikin Gigi Palsu sebelum Nikahi Pemuda

Selama di perkebunan kelapa sawit itu, Arif mengenal Rabo, janda 11 anak yang suaminya meninggal dunia 5 tahun lalu.

Sejak saat itu, Arif mulai dekat. Namun, kedekatannya kala itu bersifat wajar saja. Seperti seorang ibu dan anak.

Belum ada perasaan cinta. Karena, Arif merupakan pekerja yang baru di perusahaan pabrik kelapa sawit negeri jiran itu.

Namun, hampir setiap hari, Rabo yang membersihkan pakaian kerja Arif yang kotor. Termasuk menyiapkan makanan buat Arif.

Bahkan, ketika sakit, wanita kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel) inilah yang merawatnya.

Begitu juga sebaliknya. Sementara, anak-anak Rabo semuanya telah berkeluarga dan menetap di daerah lain. Tapi, masih di daratan Sabah, Malaysia.

Setelah merasa tidak nyaman lagi bekerja di negeri orang, pada 2011 keduanya memilih untuk pergi. Pulau Nunukan menjadi tujuannya, tepatnya di Kelurahan Mansapa, Kecamatan Nunukan Selatan menjadi tempat yang dianggap pantas.

Karena, untuk kembali ke kampung halamannya, keduanya mengaku tak memiliki harta benda. Begitu juga jika menentap di Malaysia. Sebab, terbentur dengan dokumen keimigrasian.

Akhinya, Rabo pun kembali ke tanah air dan memiliki keluarga di Nunukan. Berkat bantuan keluarga Rabo, akhirnya mereka menumpang sementara.

Setelah lama bersama, meskipun sering berpindah tempat tinggal, September 2013 keduanya memutuskan untuk menikah. Namun, terkendala administrasi, akhirnya memilih menikah siri saja.

Pernikahan tersebut berlangsung berkat bantuan keluarga Rabo juga. Karena untuk menghindari omongan tidak baik tetangga, pernikahan digelar di sebuah masjid secara sederhana.

“Saat kami ke Nunukan itu, mulai muncul perasaan sayang. Saya, merasa nyaman dengan perlakuan yang diberikan. Hingga akhirnya saya memutuskan menikahinya,” aku Arif, saat ditemui di rumahnya kemarin.

Berjalannya waktu, mereka membeli lahan seluas 25x10 meter persegi dan membangun rumah.

Selama 4 tahun, akhirnya memutuskan untuk memiliki surat nikah yang diakui negara. Apalagi, surat pindah dari Kabupaten Sinjai sudah diterbitkan karena diuruskan Saharuddin, ayah Arif.

Sementara istrinya telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sejak lama. Ia memperolah berkat bantuan keluarganya.

“Setelah ada surat pindah itu, saya mengajukan KTP. Nah, dengan KTP itu, saya mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat nikah. Makanya, kami menikah ulang lagi kemarin itu,” jelasnya.

Selama 7 tahun bersama, pria berkulit putih ini mengaku senantiasa mendapatkan perlakukan yang baik.

Atas dasar itu pula, ia memilih untuk menikah agar mendapatkan pendamping hidup selama di perantauan.

Arif bercerita, sejak awal hubungan mereka telah mendapat dukungan penuh dari pihak keluarga. Baik dari pihak wanita maupun pria.

Tidak ada yang menentang, meskipun banyak yang mempertanyakannya. Namun, karena diberikan penjelasan yang baik, akhirnya mereka menerima.

“Utamanya bapak saya. Karena, calon istri saya ini memang lebih tua dari almarhumah ibu saya. Jadi, saya memahami saja pendapat mereka,” ungkap Arif.

Ketika disinggung mengenai momongan, Arif mengaku tidak terlalu memikirkannya. Apalagi mengingat usia istrinya yang telah memasuki masa menopause. Sehingga, dirinya hanya berserah kepada Tuhan.

“Saya berserah kepada Tuhan saja. Jika memang dikasih keturunan saya bersyukur. Tapi, kalau tidak itu sudah takdir saya. Karena, saya menikah karena memang tulus mencintai. Bukan karena alasan apapupun,” ungkapnya.

Begitu juga yang dirasakan Rabo. Ia menerima pinangan Arif karena ingin ada yang menemaninya menikmati masa tuanya.

Sebab, ke-11 anak-anaknya telah menikmati hidup dengan keluarganya masing-masing.

“Saya terima Arif karena saya yakin dia benar-benar mencintai saya. Bukan karena ada hal lain. Apalagi kalau dibilang karena harta. Karena saya ini memang orang miskin,” ujar Rabo sembari melirik suaminya dan melemparkan senyuman.

Ketika awak Radar Tarakan (Jawa Pos Group) ini menyambangi tempat tinggal pasutri ini, suasana di rumah panggung berukuran 5x7 meter saat itu memang tidak terlalu ramai.

Karena, hanya ada Arif, Rabo dan anak bungsu Rabo bersama dua orang cucunya saja. Tak terlihat seperti adanya kenduri. Karena, suasana rumah terlihat biasa saja.

“Memang kami tidak buat pesta. Selesai ijab kabul di KUA, baca doa syukur lalu pulang. Seperti biasa saja,” aku Rabo.

Keputusan untuk mendapatkan surat nikah dari KUA ini bukan hanya semata untuk mengikuti aturan negara.

Namun, dengan dokumen negara itu, pasutri ini membuktikan jika mereka terdaftar sebagai warga Kabupaten Nunukan yang juga berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Termasuk keperluan dokumen sah untuk harta benda yang mereka miliki.

“Selama ini kami tidak pernah dapat bantuan. Padahal tetangga kami setiap tahun dapat. Seperti bantuan bedah rumah itu. Seandainya saya punya KTP, saya juga dapat,” ungkapnya. (***/eza)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pria Muda Nikahi Nenek 65 Tahun


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler