jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah melakukan upaya perubahan kebijakan mengenai kelembagaan dan pengelolaan perizinan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), yang biasa disebut Kawasan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kebijakan yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan KPBPB.
BACA JUGA: Bea Cukai: Pandemi Covid-19 Tak Menghentikan Pelaku Usaha di Tempat Penimbunan Berikat Berproduksi
PP 41/2021 merupakan penggabungan dari PP tindak lanjut UU Cipta Kerja dengan PP Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Kasubdit Fasilitas Kawasan Khusus Bea Cukai Asep Ajun Hudaya menjelaskan penetapan kebijakan ini juga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan di masa pandemi Covid-19 sekarang ini.
BACA JUGA: Bea Cukai Kian Gencar Berikan Pemahaman Aturan dan Fasilitas Bagi Masyarakat
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menindaklanjutinya dengan menerbitkan PMK Nomor 34/PMK.04/2021 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai KPBPB.
“Dalam peraturan inilah peran Bea Cukai dibutuhkan sebagai garda terdepan dalam mengawasi lalu lintas barang dari luar dan dalam negeri,” jelas pada Kamis (15/7).
BACA JUGA: Australia Hibahkan Ventilator untuk Indonesia, Bea Cukai Jalankan Peran Fasilitator
Menurut Asep, perubahan kebijakan ini sangat dibutuhkan oleh pengusaha untuk mendapatkan kelancaran arus lalu lintas barang dan pengembangan bisnisnya. Sebab, ujar dia, di samping kemudahan-kemudahan prosedur kepabeanan, dalam perubahan kebijakan ini juga telah mengakomodasi kegiatan logistik untuk mengembangkan kawasan bebas, khususnya Batam, sebagai hub logistik.
“Sementara, bagi Bea Cukai kebutuhan dalam perubahan kebijakan ini untuk perbaikan kinerja pelayanan menjadi lebih efisien dan pengawasan yang lebih efektif. Selain itu, untuk memberikan kepastian hukum baik Bea Cukai maupun pelaku usaha,” ungkapnya.
Selaras dengan UU Cipta Kerja, lanjut Asep, kebijakan ini dikeluarkan untuk mendorong daya tarik investor menanamkan modal di kawasan bebas sehingga tercipta lapangan-lapangan kerja baru yang pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional.
Perbaikan kebijakan fasilitas fiskal dan prosedur kepabeanan di kawasan bebas ini diharapkan bisa menjadikan kawasan bebas sebagai lokomotif dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Adapun tiga pokok pengaturan dalam 34/PMK.04/2021 ialah pertama, menyempurnakan dan mengharmonisasikan peraturan kepabeanan di kawasan bebas dan peraturan kepabeanan yang berlaku secara umum yang sudah mengalami perubahan, seperti ketentuan penyerahan pemberitahuan RKSP/inward manifest/outward manifest dan ketentuan pemeriksaan fisik.
Kedua, menambahkan ketentuan yang ada di peraturan kepabeanan secara umum yang belum diatur dalam peraturan kepabeanan di kawasan bebas terdahulu.
Salah satunya mengenai Batam Logistic Ecosystem (BLE) dan authorized economic operator (AEO) yang sebelumnya belum diatur.
Ketiga, penambahan ketentuan kepabeanan baru untuk mengakomodasi proses bisnis sesuai dengan karakteristik kawasan bebas.
Misalnya, ketentuan mengenai ship to ship (STS) dan floating storage unit (FSU) yang dilakukan di perairan kawasan bebas.
Selain itu, ada pula pengaturan mengenai pendayagunaan IT inventory bagi pengusaha logistik untuk kepentingan kelancaran layanan dan pengawasan atas barang logistik di kawasan bebas.
Seperti diketahui, pada Semester I-2021, nilai fasilitas pembebasan di KPBPB senilai Rp19,986 triliun terdiri dari pembebasan bea masuk sebesar Rp 5,361 triliun dan pajak dalam rangka impor (PDRI) Rp 14,625 triliun.
Aktivitas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke KPBPB (impor) dan pengeluaran barang dari KPBPB ke luar daerah pabean (ekspor) cenderung mengalami peningkatan pada Semester I-2021 dibandingkan periode yang sama 2020.
Nilai ekspor KPBPB Semester I-2021 senilai USD 6,521 miliar, dengan volume 7,597 miliar MT, mengalami peningkatan 39,4 persen dibandingkan Semester I-2020.
Nilai impor dari luar daerah pabean ke KPBPB Semester I-2021 senilai USD 7,313 miliar dengan volume 3,316 miliar MT, mengalami kenaikan 59,5 persen dibandingkan Semester I-2020.
Asep mengatakan pihaknya tentu tidak pengin kebijakan baru ini menyulitkan masyarakat yang ingin melakukan usaha di kawasan bebas.
“Oleh karena itu public hearing dan permintaan masukan saat perumusan kebijakan ini juga sudah dilakukan sehingga diharapkan kebijakan baru ini dapat mengakomodasi kebutuhan baik itu pelaku usaha maupun pemangku kepentingan yang berada di kawasan bebas sehingga tercipta suasana usaha yang kondusif,” tutup Asep. (*/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy