Semakin banyak pekerja di negara-negara Barat yang meminta agar diperbolehkan kerja empat hari seminggu, dengan sisa satu hari kerja dihabiskan untuk kegiatan yang kreatif, bukan bermalas-malasan.

Inilah yang dilakukan Bryn Davies, seorang perencana kota yang sekarang tinggal di Melbourne, setelah pernah tinggal di Jerman dan Amerika Serikat.

BACA JUGA: Ribuan Orang Minta Izin Masuk Australia, Siapa Warga Indonesia yang Berhasil?

Setelah menamatkan pendidikan master di Amerika Serikat di tahun 2016, Bryn, usia 32 tahun, tinggal selama setahun di Berlin, ibukota Jerman.

"Selama setahun, saya menghabiskan waktu dengan teman-teman di taman, pergi ke klub, dan menikmati kehidupan saya sepenuhnya," katanya.

BACA JUGA: Tak Ada Penularan COVID-19 di Vietnam Dalam Dua Minggu. Apa yang Bisa Dipelajari?

Setelah kembali ke Melbourne, Bryn kemudian bekerja sebagai penasehat menteri urusan perencanaan kota dan merasa hidupnya begitu terkungkung dengan pekerjaan. Photo: Bryn Davies menghabiskan satu hari dalam seminggu dengan kegiatan membuat perabotan dari kayu. (Supplied: Bryn Davies)

 

BACA JUGA: Melbourne Diminta Tak Longgarkan Lockdown Meski Penularan COVID-19 Menurun

Pekerjaannya penuh dengan 'stress dan kecemasan" dan selama 10 bulan dia merasa kesehatan jiwanya terganggu.

"Setelah Berlin, Melbourne terasa membosankan, semuanya hanya kerja, kerja, tidak ada hiburan sama sekali."

"Namun kemudian saya menyadari karena gaya hidup saya memang berubah [dengan hanya bekerja]." Melipatgandakan pendapatan

Setelah itu Bryn mengajukan usulan kepada kantornya agar dia boleh bekerja empat hari seminggu.

Hari kelima kemudian menjadi apa yang disebutnya 'hari romansa', hari yang digunakanya untuk melakukan hal yang disukainya.

Membuat perabotan rumah dari bahan-bahan daur ulang dan bahkan menjadikan sebuah perahu tua menjadi sebuah pub adalah diantara hal yang ia lakukan.

Pengaturan kerja seperti ini mungkin tidak bisa dilakukan di semua sektor, namun banyak manfaat yang dirasakan jika karyawan diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal yang kreatif.

Penelitian membuktikan mereka yang terlibat dalam kegiatan kreatif kurang mengalami stress, lebih bersemangat dalam bekerja, dan bisa meninggalkan kerjaan ketika harus berhenti .

Kath Blackham mengalami hal ini, setelah ia menerapkan kerja empat hari seminggu di perusahaan kreatif digital miliknya yang bernama Versa.

Dengan bekerja 10 jam per hari, empat hari seminggu, staf bisa mengambil liburan sehari di tengah pekan, dan menurut Kath membuat produktivitas dan keuntungan perusahaan meningkat.

"Sejak kami memberlakukan hari Rabu libur, pendapatan kami menignkat dua kali lipat, keuntungan naik tiga kali lipat, jumlah staf yang sakit juga berkurang sekali dan semua hal terjadi peningkatan," katanya. Photo: Direktur eksekutif Versa Kathryn Blackham (ABC News: Daniel Ziffer)

  Memang tidak sesederhana seperti rencana awal

Kath pertama kalinya mengurangi hari kerja sebagai bentuk eksperimen jangka pendek dalam mencegah masalah kesehatan mental di kantornya.

"Sebenarnya semua orang perlu waktu istirahat secara pribadi, namun kami sekarang membuatnya menjadi bagian resmi dari kegiatan usaha," katanya.

"Namun dalam waktu bersamaan, tidak semua orang mau dan bersedia libur satu hari di tengah minggu, jadi kami juga membuat kegiatan khusus bernama 'crafternoons' dan 'entrepreneur club' di hari Rabu bagi mereka yang ingin bekerjasama dengan yang lain di kantor."

Namun menurut Profesor Herman Tse dari Monash University di Melbourne, memberikan satu hari ekstra bagi staf untuk tidak bekerja tidaklah sesederhana seperti diduga.

"Kita harus berpikir lebih berhati-hati mengenai kerja empat hari, apakah berarti kerja 38 jam seminggu dibagi menjadi 4 hari atau mengurangi jam kerja keseluruhan," katanya.

"Banyak perusahaan masih memperhitungkan jam sesuai kontrak untuk menentukan pensiun, cuti jangka panjang, cuti tahunan, jadi seluruh sistem kita masih tergantung pada struktur ini." Photo: Staf di Versa boleh libur hari Rabu, atau yang lain ikut kegiatan kantor yang tidak ada hubungannya dengan kerja. (ABC News: Daniel Ziffer)

  Tidak bisa berlaku umum

Kath mengaku jika bisnisnya tidak akan bisa berkembang jika ia mengizinkan staf bekerja empat hari namun kerja empat hari seminggu.

Dia mengatakan perubahan secara struktural memang harus dilakukan oleh pemerintah.

"Terakhir kali kita membuat perubahan serius mengenai jam kerja adalah yang dilakukan Henry Ford 100 tahun lalu," kata Kath

Professor Isabel Metz dari Melbourne Business School mengatakan satu hari libur di tengah pekan mungkin tidak akan cocok bagi semua orang, khususnya yang tidak mau bekerja lebih dari 8 jam sehari. Photo: Kerja empat hari seminggu bisa meningkatkan produktivitas bila dilakukan dengan perencanaan yang baik. (Supplied: Pexels)

 

"Beberapa orang mungkin akan senang dengan waktu istirahat dua jam dalam sehari walau kerja lima hari seminggu," katanya.

"Cara orang bekerja berbeda-beda, ada yang lebih kreatif di malam hari, ada yang di pagi hari dan ada yang suka hari yang lebih pendek." Banyak manfaatnya bila diterapkan dengan tepat

Bagi Bryn bisa mendapatkan 'hari romansa' satu hari dalam seminggu untuk kegiatan kreatif sangat membantu dirinya.

"Apa yang saya lakukan di hari itu ada hubungan langsung dengan pekerjaan saya sebagai perencana kota, seperti mengubah rumah tua menjadi baru, menggunakan bahan-bahan kayu untuk didaur ulang untuk kegunaan baru," katanya.

Dia juga berhasil menggapai mimpinya mengubah sebuah perahu layar kuno menjadi bar yang dinamakannya ear/or. Photo: Bryn Davies berhasil menggapai mimpinya mengubah sebuah perahu layar tua menjadi bar. (Supplied: Bryn Davies)

 

"Kalau kita punya perusahaan dan ingin mendapatkan orang berbakat, kita harus percaya dengan mereka, kalau tidak mereka akan bekerja di tempat lain," kata Bryn.

"Pada umumnya mereka yang berbakat mau melakukan sesuatu yang kreatif, mereka tidak perlu dibelenggu di meja mereka, jadi memberikan kesempatan berbeda akan sangat berguna."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya.

Lihat artikelnya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Perempuan Indonesia Jadi Tulang Punggung Saat Pandemi COVID-19

Berita Terkait