Kepopuleran akun gosip Lambe Turah, akun media sosial (medsos) yang mengunggah berbagai informasi tentang pesohor, menginspirasi Pemerintah Indonesia untuk membuat konten kekinian dengan kemiripan nama.
Konten bernama Lambe Hoaks ini menyasar pengguna aktif internet dan ditujukan untuk menangkal hoaks atau berita bohong.
BACA JUGA: Paket Heroin 150 Kg Dari Malaysia Dirazia di Sydney
External Link: Postingan pertama Lambe HoaksExternal Link: Postingan Mafindo
BACA JUGA: Mengecek Kebenaran Anggapan Untuk Atasi Korupsi di Indonesia
Pada tanggal 24 Januari 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) meluncurkan konten video yang dibuat untuk menangkal sebaran hoaks atau berita bohong yang banyak beredar di internet.
Konten yang diberi nama Lambe Hoaks, meniru nama akun gosip terkenal, ini tak hanya menarget generasi milenial, kelompok yang dianggap paling sering mengakses dunia maya.
BACA JUGA: Penyelundupan Narkoba Rp 1 Triliun dari Malaysia ke Sydney Digagalkan
"Kami ini sudah banyak membuat kampanye literasi digital seperti Siber Kreasi, namun ada isu di mana penyajiannya untuk Kemenkominfo itu cenderung kaku, standar, konvensional model-model yang tidak menarik," ujar Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, kepada ABC (24/1/2019) via telepon.
Ia lantas menyambung, "Makanya ada pandangan yang bilang 'bagaimana kalau dikemas secara lebih atraktif dan menarik?' yang gayanya meniru model-model milenial."
"Tentu saja yang disasar bukan hanya milenial tapi masyarakat yang menggunakan internet secara aktif, orang yang setiap hari berselancar di internet."
Dalam konten perdana yang diunggah di akun medsos milik Kemenkominfo, postingan itu menampilkan sosok perempuan layaknya pembawa acara yang memaparkan kumpulan hoaks sepekan yang banyak dibahas di jagad maya.
"Setiap hari, kami mengais konten hoaks itu bisa lebih dari 5 per hari. Jadi satu minggu itu bisa 20 temuan. Jadi kami pilah-pilah kemudian kami sajikan 10 hoaks yang jadi trending-lah, artinya yang banyak dibincangkan di Twitter, Facebook maupun Instagram," sebut Ferdinandus.
"Yang diperbincangkan orang itu yang menjadi ukuran kita," imbuhnya.
Tahun lalu, sepanjang periode 31 Agustus hingga 31 Desember 2018, Kemenkominfo mencatat adanya 62 hoaks yang terkait dengan politik. Sementara untuk hoaks dengan katgeori umum, ada sekitar 800 yang masuk sepanjang tahun 2018.
"Rata-rata per hari, ini kalau tahun lalu, itu 2 atau 3. Per minggu sekitaran 14, total sebulan di angka 70, 80, jadi setahun sekitar 800. Ini hoaks secara keseluruhan," ungkap Ferdinandus kepada ABC.
Ketika ditanya mengenai waktu peluncuran Lambe Hoaks yang bertepatan dengan tahun politik dan kecurigaan beberapa pihak terkait motif di baliknya, Ferdinandus mengatakan program literasi digital seperti Lambe
Hoaks telah dijalankan sejak tahun 2016, tak berkaitan dengan Pemilu.
"Program lawan hoaks ini sudah kita lakukan jauh sebelumnya di tahun 2016. Tapi ternyata masih ada yang kurang 'loh kok hanya begini, kok masih begini?'."
"Lalu ada perbincangan 'bagaimana kalu kita membuat program seperti TV show yang kita rilis ke media sosial dg gaya anak muda. Dan talent yang kita pakai anak Kominfo sendiri, tanpa biaya besar, tanpa biaya maksimal. Idenya baru muncul sebulan yang lalu."
Ia mengatakan instansinya tetap menjaga netralitas dalam setiap konten yang diunggah.
"Karena kami ini aparat negara yang setiap omongan kami ini akan dikutip oleh publik sehingga kita akan menjaga netralitas itu dalam penyampaian hoaks kami."
Menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), yang menggagas akun @turnbackhoax, kemunculan Lambe Hoaks menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia mulai sadar tentang tren yang terjadi di tengah masayarakat.
Ketua MAFINDO, Anita Wahid, mengatakan Pemerintah menggunakan media yang memang mudah dicerna oleh masyarakat untuk tujuan membuat publikasi atas hoaks-hoaks yang mereka tangkap.
"Jadi ini adalah langkah yang bagus sekali, terutama sekali kalau mengingat bahwa anggota masyarakat kita itu adalah orang yang malas membaca verifikasi."
Anita lantas memaparkan, salah satu alasan mengapa hoaks menjadi marak di Indonesia disebabkan tingkat literasi digital orang Indonesia yang juga rendah.
"Jadi orang itu malas sekali mengecek berita, termasuk kalau mengecek berita itu hanya melihat bagian judulnya saja atau beberapa kalimat pertama langsung menyimpulkan terus kemudian langsung menyebarkan dengan asumsi bahwa itu semua adalah berita yang valid padahal sebenarnya berita bohong."
Ia lalu menambahkan keberadaan Lambe Hoaks bisa menjadi salah satu solusi bagi masalah literasi digital di Indonesia.
"Sebenarnya video ini sangat bagus untuk menghadapi permasalahan tersebut. Kalau memang malas ngecek berita berdasarkan tulisan, ya dikasih video saja."Makin tahun jumlah hoaks makin meningkat
Anita mengatakan, dalam dua tahun terakhir, penemuan hoaks yang dilakukan tim MAFINDO mengalami peningkatan cukup pesat.
"Dari tahun 2016 itu peningkatannya cukup besar ya. Tahun 2016 rata-rata per bulan yang kami temukan, adalah sekitar 29 hoaks. Nah 2017 meningkat cukup pesat menjadi 56 hoaks per bulan. Sekarang meningkat lagi menjadi 83 hoaks per bulan selama 2018."
Ia menjelaskan, dari statistik itu jenis hoaks yang paling banyak ditemukan tim-nya adalah hoaks politik.
"Hampir rata di tiap bulan adalah hoaks politik yang paling tinggi. Angkanya memang naik turun antara 45 persen sampai 58 persen, sangat tergantung pada apakah memang sedang ada kejadian politik atau tidak."
"Kalau misalnya ada kejadian politik itu pasti langsung naik tingkat hoaks-nya."
Jenis hoaks terbanyak kedua adalah hoaks yang terkait agama, kemudian menyusul di bawahnya adalah hoaks kesehatan atau bencana alam.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Remaja Usia 12 Tahun Melahirkan Anak di Perth