Menjelang Pendaftaran PPPK 2024, Nasib Guru Honorer Negeri Tidak Aman, Ada Buktinya

Selasa, 16 Juli 2024 – 13:17 WIB
Massa honorer K2 unjuk rasa menuntut diangkat menjadi CPNS. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Menjelang pendaftaran PPPK 2024 yang rencananya dibuka Juli atau Agustus, nasib guru honorer negeri ternyata tidak aman.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkapkan sejumlah fakta yang membuktikan hal tersebut.

BACA JUGA: Menjelang Pendaftaran CPNS & PPPK 2024, Nadiem Bertemu Anas

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan, ratusan guru honorer di Daerah Khusus Jakarta sudah diusir secara halus oleh kepala sekolah.

Begitu masuk sekolah di hari pertama tahun ajaran baru, mereka langsung diminta mengisi formulir cleansing dan harus berhenti.

BACA JUGA: Tugas Jokowi Menuntaskan Masalah Honorer, Prabowo yang Mengangkat PPPK jadi PNS

Berdasarkan laporan yang diterima P2G, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005.

Menurut Iman, pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (Pasal 7 Ayat 2).

BACA JUGA: Ada PPPK Perlu 5 Jam ke Lokasi Penempatan, Dilarang Meminta Mutasi

Iman menambahkan, jika kebijakan cleansing ini merupakan dampak dari upaya penataan non-ASN sebagaimana amanat UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maka bertentangan dengan asas dalam undang-undang tersebut.

P2G juga memperhatikan kondisi guru honorer pada daerah lain. Misalnya, di Lampung Utara, pemdanya tidak sama sekali membuka kuota PPPK guru.

Sehingga lagi-lagi guru honorer menjadi korban karena tidak memiliki kesempatan untuk ikut seleksi PPPK guru 2024. Sementara di Jawa Barat, terjadi pergeseran guru-guru honorer.

“Kami sudah beraudiensi dengan Dirjen GTK Kemendikbudristek dan dipastikan guru honorer P3 (prioritas tiga) tidak akan tergeser dengan kedatangan guru PPPK (P1) yang tertuang dalam Kepmendikbudristek Nomor 349 Tahun 2022," terang Iman dalam pernyataannya, Selasa (16/7).

P2G, lanjutnya, mengapresiasi komitmen Kemendikbudristek. Namun, faktanya P2G berhasil menemukan 466 kasus guru honorer di Jawa Barat yang tergeser dengan kedatangan guru P1.

Laporan tersebut sudah disampaikan kepada komisi X DPR RI, sambung Iman.

Iman juga menyatakan kondisi geser menggeser antara guru honorer (P3) dan guru PPPK (P1) cukup memanas karena mereka dipaksa memperebutkan formasi yang sama. Padahal, menurut Iman, para guru P1 harus tetap dituntaskan.

Namun, disaat yang sama, guru honorer harus tetap diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi PPPK.

“Nah, ini malah guru P1 didorong untuk menggeser guru honorer (P3). Padahal keduanya sama-sama memiliki hak. Mereka seperti diadu domba, " ucap Iman.

Ketua P2G Garut Rida Rodiana menambahkan fenomena geser menggeser terjadi di Jawa Barat merugikan guru honorer. Secara umum kuota yang diajukan pemda selalu lebih kecil, separuhnya dari yang diajukan pemerintah pusat. 

Contohnya, untuk Jawa Barat, jumlah guru P1 sebesar 1.529, jumlah guru non-ASN 8.974, tetapi kuota PPPK 2024 hanya 1.529. Padahal, angka kebutuhan guru Jawa Barat sebesar 11.583.

"Artinya, guru honorer memang tidak mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi PPPK, kendati sekolah membutuhkan tenaga kami,” ungkap guru honorer SMA ini.

Rida mengungkapkan Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) Jawa Barat yang dikelola Dinas Pendidikan lebih dari 11 triliun. Sementara, dengan asumsi gaji Rp 3,7 juta untuk  8.974 guru honorer di seluruh Jawa Barat selama setahun hanya sekitar Rp 465 miliar.

Rida mempertanyakan mengapa pemerintah daerah Jawa Barat tidak berani membuka kuota guru PPPK bagi guru honorer.

"Untuk menggaji para guru honorer se-Jabar tidak sampai 8,6 persen anggaran yang dikelola oleh bidang PSMA dan PSMK Dinas Pendidikan Jabar kok," terang Rida. (esy/jpnn) 


Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler