Menjual Panaitan, Pulau Surga Wisata Laut di Dekat Ibu Kota

Baru Dapat Tamu, Lemari Es dan Kompor Dijarah Nelayan

Kamis, 16 April 2009 – 06:12 WIB

Upaya menjual Pulau Panaitan di Taman Nasional Ujung Kulon menjadi contoh beratnya tantangan yang dihadapi investor dalam berinvestasi di sektor pariwisataAlam yang masih asli dan jarak yang tak jauh dari ibu kota mestinya menjadi potensi

BACA JUGA: Ke Pusat Kota Bangkok, Thailand, setelah Demo Terbesar Antipemerintah

Namun, ternyata itu tidak cukup.


AGUNG PUTU ISKANDAR, Ujung Kulon


---

Tiga rumah sederhana berdiri berimpitan tak jauh dari pantai
Rumah itu bergaya tropis

BACA JUGA: Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (3-Habis)

Atapnya tinggi dan jendelanya lebar
Teras rumah dengan dua kamar itu pun terlihat simpel dengan pagar dari bambu yang dianyam tali-temali.

Namun, tak ada penghuni di rumah itu

BACA JUGA: Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (2)

Lantai teras dari kayu itu pun sarat daun-daunan keringSejumlah kursi rotan terlihat cacat dengan hanya dua hingga tiga kaki yang tersisaKalaupun utuh, bantalan alas kursi itu sudah bolongKayu-kayunya pun mulai lapuk ditempeli lumut.

Tiga rumah itu merupakan bagian dari kompleks resor tepi pantai di Pulau Panaitan, kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, yang sempat berjaya pada 2005Bangunan itu dulu menjadi semacam paviliun tempat menginap pengunjung.

Tak jauh dari situ terdapat bangunan 5 x 10 meter tanpa sekatDinding-dindingnya terbukaBeberapa kursi tampak mengelilingi sejumlah meja''Ini dulu restoran,'' kata Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Agus Prambudi kepada Jawa Pos akhir pekan lalu saat mengunjungi pulau itu.

Agus lantas mengelilingi kompleks resor ituKompleks bangunan yang berdiri sekitar seratus meter dari pantai Teluk Kasuaris itu memiliki 11 paviliun tempat menginap, satu restoran, dan satu dapur besarAgak belakang dari kompleks, didirikan rumah asrama dengan kamar-kamar berimpitan''Nah, kalau yang itu untuk asrama karyawan resor,'' ujar lelaki yang rambutnya mulai beruban itu.

Mereka yang dulu bekerja di resor tersebut memang harus menginap, tak peduli apa pun pekerjaannyaMulai tukang masak hingga satpamItu jelas bukan karena mereka penuh loyalitas bekerja di situSebab, mereka memang tak bisa gampang pulangJarak dari rumah dan tempat kerja cukup jauhYakni, empat hingga enam jam perjalanan dengan perahu nelayanKalau mau lebih cepat sebenarnya bisa, tapi biaya yang dibayar jelas lebih mahal dengan menggunakan kapal yang lebih modern.

Akses menuju pulau itu bisa dilakukan di dua tempatYakni, di Kecamatan Labuan dan Taman Jaya, keduanya termasuk wilayah Kabupaten PandeglangDari Labuan, Pulau Panaitan bisa ditempuh empat hingga enam jam menggunakan perahu nelayanDari Taman Jaya, bisa lebih cepat lagi, sekitar dua setengah jamTapi jalan darat dari Taman Jaya menuju Labuan menjadi masalah tersendiriKondisi jalan rusak parah.

Pulau Panaitan merupakan pulau terluar di wilayah Provinsi BantenPulau seluas 17 ribu hektare itu tepat berada di barat Semenanjung Ujung KulonPulau yang juga bagian dari wilayah Taman Nasional itu cukup menarik, yakni meruncing di kedua sisi kutubnya dan melengkung seperti tapal kuda.

Panorama alam pulau itu memang menggodaSepanjang pantai yang mengitari pulau itu berpasir putihAir laut yang mengitarinya berwarna biru beningDi sejumlah wilayah yang dangkal, air terlihat bening dengan terumbu karang yang masih utuh.

Populasi ikan pun lumayan padatBahkan, kawasan itu kerap didatangi pemancing dari luar negeriSaat Jawa Pos berkunjung ke pulau itu, empat turis asyik memancing dengan kapal nelayanMereka mengaku dari Rusia''Kami dari St Petersburg,'' ujar Vladimir, salah seorang dari mereka yang berbadan tinggi besar.

Mereka mengaku mendapat kabar tentang kawasan itu dari rekan mereka di Bali''Katanya di sini lebih sepi dan ikan-ikannya lebih banyakAkhirnya kami mencobaKemarin kami bahkan mendapat ikan 16 kilogram,'' kata Vladimir.

Selain itu, kawasan pulau itu memiliki beberapa titik selancarYakni, di kedua ujung pulau yang berbentuk tapal kudaOmbak di wilayah itu terkenal besar karena langsung berhadapan dengan Samudera Indonesia atau yang biasa dikenal dengan laut selatan.

Pesona Pulau Panaitan bukannya tidak ada yang mengetahuiAgus menuturkan, Pulau Panaitan kerap didatangi investor sejak awal 1990-anPada kurun 1998 hingga 1999, salah seorang pengusaha hotel sempat berkunjungDia tertarik dengan potensi Pulau PanaitanTerutama titik yang bisa digunakan untuk selancarPengusaha yang memiliki hotel di Carita (kawasan pantai dekat Labuan, Pandeglang) itu lantas membangun semacam shelter bagi para peselancar.

Namun, kata Agus, upaya investasi serius baru mulai dilakukan pada 2004 hingga 2005Sebuah perusahaan perhotelan dari Bali hendak mendirikan resor wisata di pulau tersebutSegmen yang dibidik kalangan wisatawan asing''Total investasi sekitar Rp 2 miliar,'' katanya.

Awal 2004 kawasan itu dibangunPara pekerja bangunan didatangkanLokasi resor ditempatkan tak jauh dari Teluk Kasuaris, hanya berjarak 100 meter dari bibir pantaiTapi, saat kali pertama membuka lahan, sekitar 15 pekerja terpaksa dipulangkan karena wabah malaria.

Namun, investor tak patah arangBelasan pekerja lainnya didatangkan kembaliSelama setahun pembangunan, kawasan itu rampungFasilitas resor kompletBahkan, mereka memiliki dermaga ponton, dermaga khusus yang tak terpengaruh ketinggian air laut.

Rekrutmen karyawan pun dibuka di kantor Balai Taman Nasional Ujung KulonPara pendaftar yang hadir mencapai 5 ribu orangPadahal, yang dibutuhkan hanya 15 orangKebanyakan pelamar dari desa setempat.

Pada tahun pertama pendirian, resor tersebut langsung beroperasiPengunjung pertama 10 peselancar yang didatangkan dari Bali sebagai promo awalMereka menginap di resor tersebut seminggu penuh untuk menjajal fasilitas dan ombak kawasan Pulau Panaitan.

Tapi, order pertama resor itu rupanya order yang terakhirKata Agus, setelah promo itu tak ada lagi pengunjung yang datangPara karyawan sempat bertahan beberapa bulanMereka masih merawat resor tersebut dan berharap pengunjung lain datangTapi, itu tak pernah terjadi.

Agus mengatakan, resor itu sebenarnya dibangun dengan kerja sama antara Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan investorBalai menyediakan tempat, sementara investor fokus pada pengelolaan dan marketingRupanya, kerja sama itu tak berjalan mulusSetelah beberapa bulan tak ada pengunjung, investor kaburKaryawan pun dibiarkan tanpa tunjangan.

Resor pun menjadi tempat tak bertuanKaryawan kembali ke kampungNelayan yang kebetulan lewat di pulau itu menjarah sejumlah barang yang masih bernilaiPiring dan gelas pun tandasBahkan, bantal dan kasur di masing-masing paviliun pun hilang tak berbekas''Malah, ada yang lihat, nelayan mengangkuti lemari es dan kompor gas,'' kata Agus lantas terkekeh.

Kini tak ada aktivitas wisata di Pulau PanaitanPulau tak berpenghuni itu kembali sepiKalaupun ada aktivitas, hanya petugas dari Taman Nasional yang berjaga di posko pulau tersebutKawasan wisata kini begeser ke Pulau Peucang, yang juga termasuk kawasan konservasi Taman NasionalJaraknya sekitar satu jam perjalanan dari Pulau PanaitanDi tempat itutersebut, fasilitas wisata diletakkan berdampingan dengan posko Taman Nasional(*/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler