jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah akademisi menyatakan kekecewaan atas keputusan pemerintah yang tidak melaksanakan penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau atau simplifikasi cukai pada 2021.
Kebijakan cukai hasil tembakau yang baru diumumkan Kementerian Keuangan dinilai kurang efektif untuk mengendalikan konsumsi tembakau apabila simplifikasi tarif cukai hasil tembakau tidak dilaksanakan.
BACA JUGA: Pemerintah Tetapkan Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau Tahun 2021
“Kenaikan harga rokok di pasaran sebagai efek kenaikan cukai adalah hal yang kami harapkan karena akan menekan konsumsi rokok, terutama pada anak-anak. Hanya saja, sayangnya, kenaikan cukai ini tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai sehingga industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak,” kata Pakar Ekonomi Abdillah Ahsan dalam jumpa pers terkait Respon Putusan Menkeu tentang Kenaikan Cukai Rokok 2021, Jumat (11/12).
Menurut Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia ini, industri rokok yang menginginkan produknya dikonsumsi banyak orang sehingga bisa meraup keuntungan tinggi, akan berusaha agar produk-produknya hanya dikenai tarif cukai di golongan bawah yang lebih murah dengan memecah jumlah produksi menjadi lebih kecil.
BACA JUGA: Istri Kerap di-bully Netizen, Ernest Prakasa: Marilah Menjadi Makhluk Sosial yang Berempati
Dengan demikian, harga produknya di pasaran menjadi rendah/murah.
“Ini kenapa kami selalu menemukan produk-produk baru. Sebenarnya ini hanyalah cara industri besar memecah jumlah produksinya agar tarif cukainya kecil sehingga produknya murah dan banyak dibeli,” serunya.
BACA JUGA: IHT Terdampak Pandemi, GAPPRI Berharap Pemerintah Berikan Relaksasi Tarif Cukai
Abdillah mengatakan bila perusahaan langsung memproduksi dalam jumlah besar, produknya itu akan kena tarif cukai tinggi dan harganya menjadi mahal.
Itulah sebabnya dia menilai sudah seharusnya pemerintah menjalankan penyederhanaan golongan agar kenaikan cukai benar-benar efektif untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak.
Di sisi lain, Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia Renny Nurhasana juga mengungkapkan pandangan yang sama.
Dia menilai simplifikasi yang tercantum dalam peraturan kementerian keuangan sebelumnya yang sempat dibatalkan seharusnya dapat diterbitkan kembali di masa mendatang.(chi/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Yessy