jpnn.com, JAKARTA - Data dari A.T. Kearney (2023) menyebutkan bahwa 50% tenaga kerja Indonesia perlu dilatih. Berarti terdapat sekitar 117 juta tenaga kerja Indonesia perlu dilatih untuk mencapai target itu.
Adapun jumlah penerima manfaat Prakerja hingga saat ini baru mencapai 17,5 juta orang. Jumlah ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan semua tenaga kerja.
BACA JUGA: Prakerja Dorong Peningkatan Skill Tenaga Kerja Menuju Indonesia Emas 2045
Namun, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Prakerja terbukti sebagai initial effort berskala besar, menggunakan mekanisme pasar dan inklusif.
"Prakerja harus berkolaborasi dengan berbagai pihak, pemerintah, dan swasta untuk mewujudkan hal ini," kata Menko Airlangga, dalam acara Diseminasi Riset Prakerja bertema “Continuous Improvement, Evidence-driven Decision Making”, di Jakarta, Kamis (23/11).
BACA JUGA: Temu Alumni Banten Wujudkan Potensi Unggul Bersama Prakerja
Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah telah mendirikan digital center di KEK Nongsa Batam serta Apple Academy.
Lalu, ada program Kampus Merdeka yang salah satunya bekerja sama dengan IBM Academy menawarkan kelas pembelajaran untuk Hybrid Cloud dan Artificial Intelligence (AI).
BACA JUGA: Menko Airlangga Bertemu Menteri Ekonomi Jepang, Bahas Pengembangan Kendaraan Listrik
"Pemerintah sudah mengeluarkan superdeduction tax, karena kami tidak bisa bergerak sendiri, melainkan perlu kerja sama dengan swasta,” ujar Menko Airlangga.
Terkait skill-first policies yang menekankan bahwa pendidikan atau gelar itu penting, tetapi pengembangan skill adalah yang utama untuk dapat bekerja dengan baik di tempat kerja.
Prakerja merupakan eksperimen yang berhasil menjawab tiga poin utama terkait kebijakan Pemerintah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan skill masa depan angkatan kerja Indonesia.
Antara lain, skill-first policies, yaitu fokus pada keterampilan bukan gelar atau degree, mendukung cara kerja hybrid (kombinasi WFO dan WFH), dan mengembangkan keterampilan Artificial Intelligence (AI).
Menko Airlangga menceritakan bagaimana awal Kartu Prakerja yang dimulai tanpa definisi, hanya berdasar kepada penugasan dari Presiden untuk membuat program pelatihan bagi jutaan orang secara digital/daring, sehingga harus dibuat startup Kartu Prakerja dari awal.
Namun, progres Program Kartu Prakerja terkendala dengan adanya pandemi Covid-19 sehingga programnya diubah menjadi semi-bansos.
“PMO Kartu Prakerja adalah yang pertama kali bersifat digital secara servisnya. Selain itu, champion itu penting yakni orang bisa menjaga/mengawal program ini berjalan," tutur Airlangga.
Kemenko Perekonomian cukup persisten, selain Kartu Prakerja, juga mengawal pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Jadi, yang penting adalah resiliensi sama seperti kita membangun startup," ungkap Menko Airlangga. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh