jpnn.com - JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengakui tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia masih sangat rendah.
Sebanyak 65 persen pekerja Indonesia berpendidikan SMP ke bawah, sekitar 25 persen pekerja berpendidikan menengah, dan hanya kurang dari 10 persen pekerja berpendidikan tinggi.
BACA JUGA: Hayono Isman: Ahok Adalah Korban Buni Yani
Nah, rendahnya kualitas tenaga kerja ini menjadi salah satu problem yang dihadapi Indonesia di tengah ketatnya persaingan global. Karena itu, pemerintah melakukan berbagai kebijakan strategis, salah satunya dengan membangun pendidikan SMK dan Vokasi yang mampu menjawab tuntutan kebutuhan industri di era modern.
"Inilah makanya kami melakukan penguatan pendidikan dan menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi sehingga berdaya saing. Kami melakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi," ujar Puan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman bersama (Memorandum of Understanding/MoU) dengan lima kementerian terkait di gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (28/11).
BACA JUGA: Akom: Saya Bilang ke Fadli, Fahri Jangan Sampai Benjol
Penandatanganan MoU ini dilakukan langsung oleh lima menteri, yaitu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Penandatanganan juga disaksikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Mbak Puan mengingatkan, bahwa Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menegah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
BACA JUGA: Hengky Setiawan Sebut Bukan TW yang Ada di Sebelah Habib Rizieq
Dalam hal ini, presiden menugaskan kementerian dan lembaga terkait untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mempercepat dan memperluas pendidikan vokasi.
Melalui revitalisasi pendidikan vokasi, ditargetkan seluruh lulusan dari program revitalisasi tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang memudahkan mereka masuk ke dunia kerja. Dari sisi industri, mereka juga bisa meningkatkan daya saing dengan mendapatkan tenaga kerja yang kompeten.
"Selain itu, diharapkan pendidikan vokasi juga mampu melahirkan para pengusaha pemula," imbuh Menteri Puan.
Dalam pelaksanaannya, kata Puan, revitalisasi pendidikan vokasi meliputi penajaman kurikulum berbasis kebutuhan pasar, penataan bidang/program studi, penyusunan modul, pemenuhan dosen/instruktur/guru produktif, peningkatan sarana-prasarana, pembentukan pabrik pengajaran (teaching factory), akreditasi-sertifikasi, serta perbaikan sistem pemagangan dan kemitraan dengan industri.
"Pada sejumlah SMK dan politeknik, industri dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada lagi ketidak-sesuaian (mismatch) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja," kata Menko PMK.
Puan menjelaskan, penyiapan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas bukan hanya untuk menjadi tenaga utama dalam pembangunan nasional, juga menghadapi persaingan di era globalisasi. Terdapat lima elemen arus bebas dalam globalisasi, yaitu investasi, barang, jasa, modal dan tenaga kerja terampil.
"Untuk menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi sehingga berdaya saing, maka harus dilakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi seperti yang saat ini kita upayakan bersama," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama juga, dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja sama anta SMK dengan perusahaan industri. Sebagai pilot project pada tahap awal, telah ditunjuk tiga perusahaan industri dan 20 SMK, yaitu PT. Petrokimia Gresik, dengan 7 SMK di wilayah Jawa Timur, PT. Astra Honda Motor dengan 9 SMK dari Tangerang , Banten, dan Sulawesi Selatan, serta PT. Polytama propindo dengan empat SMK dari Indramayu dan Cirebon.
Langkah ini merupakan upaya untuk penyiapan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas untuk menjadi tenaga utama dalam pembangunan nasional, juga untuk menghadapi persaingan di era globalisasi.
“Penandatanganan MoU ini agar segera ditindaklanjuti dengan tahapan yang jelas, terukur, dan dapat di evaluasi. Revitalisasi pendidikan vokasi harus dapat mempersiapkan tenaga produktif Indonesia untuk mengisi pembangunan nasional dan memperkuat daya saing tenaga kerja Indonesia,” kata Menko PMK.
Sementara itu, Menaker Hanif Dhakiri mengatakan, penyiapan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan industri sudah menjadi keharusan. Karena itulah, presiden mengarahkan agar semua kementerian/lembaga terkait bergerak bersama dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten yang nantinya menjawab tantangan Indonesia di masa depan.
"Saat ini kita rasakan bahwa pengangguran terjadi padahal di sisi lain banyak industri yang berinvestasi namun sulit mencari tenaga kerja. Ini ternyata akibat dari banyaknya masyarakat usia pekerja tapi tak punya kompetensi yang sesuai kebutuhan industri. Inilah yang harus kita benahi," ujar Hanif.
Dia menambahkan, butuh perlu kerja sinergis bersama-sama antar semua pihak terkait. Bukan hanya pemerintah, namun juga dengan asosiasi industri, LSM, dan tentunya para tenaga pendidikan. "Kami sangat optimis menghadapi tantangan global dan industri yang semakin maju dengan penguatan pendidikan SMK dan Vokasi ini," tandas Hanif. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PNS Tak Masalah Gabung Aksi 2 Desember, Asal...
Redaktur : Tim Redaksi