Menkumham Kukuh, Pasal Penghinaan Presiden Tetap Diperlukan

Rabu, 09 Juni 2021 – 16:45 WIB
Menkumham Yasonna Laoly. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan kebebasan berpendapat tidak bisa diberikan tanpa batasan.

Oleh karena itu, dia menilai perlu mempertahankan pasal penghinaan presiden di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

BACA JUGA: Pasal Penghinaan Presiden Muncul lagi, Padahal Sudah Dibatalkan MK, Yasonna Jawab Begini

"Enggak bisa, kebebasan itu sebebas-bebasnya bukan sebuah kebebasan, itu anarki," kata Yasonna saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6).

Politikus PDIP itu menuturkan, pada dasarnya kritik dari publik terhadap kebijakan pejabat adalah hal yang lumrah. Yasonna pun mengaku tidak masalah dikritik atas kebijakan sebagai menkumham.

BACA JUGA: Soal Duet Megawati-Prabowo di Pilpres 2024, Begini Respons Bang Dasco

Namun, kata dia, berbeda halnya ketika kritik berubah menjadi penghinaan. Apalagi, penghinaan dilayangkan secara pribadi terlepas dari jabatan yang diemban.

"Sekali lagi, soal personal yang kadang-kadang dimunculkan, presiden dituduh secara personal dengan segala macam isu," ucap pria asal Sumatera Utara itu.

BACA JUGA: YA Bikin Malu ASN, Ini Pelajaran Penting bagi CPNS, Jangan Teperdaya

Untuk diketahui, draf RKUHP terbaru memuat ancaman bagi orang-orang yang menghina Presiden dan/atau Wakil Presiden melalui media sosial diancam pidana maksimal 4 tahun 6 bulan penjara.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 218 ayat 1 dan Pasal 219 yang bunyinya sebagai berikut:

Pasal 218
(1) Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau denda paling banyak kategori IV.

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden. (ast/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler