Menolak Direlokasi, Purnawirawan TNI AD dan Masyarakat Audiensi dengan Komisi I DPR

Jumat, 03 Februari 2023 – 18:08 WIB
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid memimpin audensi dengan sejumlah purnawirawan TNI AD dan masyarakat Pos Pengumben terkait masalah sengketa lahan. Foto: Dokumentasi DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Komisi I DPR menggelar audiensi dengan sejumlah purnawirawan TNI AD dan warga Pos Pengumben.

Pertemuan tersebut membahas sengketa lahan yang terjadi di Kelurahan Kelapa Dua dan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

BACA JUGA: Komisi I DPR akan Menaikkan Isu Pembakaran Al-Quran di Swedia ke Tingkat Bilateral

Audiensi itu digelar setelah masyarakat mengirimkan surat kepada Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Anggota Komisi I DPR Yan Permenas Mandenas mengatakan pihaknya menerima dengan baik aduan dari masyarakat Pos Pengumben dan segala aspirasi akan diselesaikan sebaik mungkin.

BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Jokowi Soal Sengketa Lahan, Pakai Frasa Ego Sektoral

"Kami akan mencari solusi bersama-sama dengan Panglima TNI dan KSAD terkait persoalan yang mereka hadapi sehingga sengketa lahan ini tidak berlarut-larut, tetapi bisa diselesaikan dengan cepat sesuai dengan situasi dan kondisi," kata Yan melalui keterangan yang diterima, Jumat (3/2).

Dalam audiensi tersebut, warga meminta perlindungan kepada anggota DPR mengingat akan direlokasi paksa.

"Menko Polhukam telah mengeluarkan surat resmi kepada Pangdam Jaya yang berisi agar pihak TNI AD tidak melanjutkan relokasi, di antaranya guna menghindari bentrok dengan masyarakat," kata Victor Simanjuntak, pengacara masyarakat.

Victor menyampaikan dalam kesempatan itu pihaknya juga melampirkan surat permohonan perlindungan dan keselamatan masyarakat.

Lebih lanjut dia mengatakan, presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara telah memerintahkan kepada Menko Polhukam untuk mengadakan Rakor pada 21 Januari 2020 lalu yang menghasilkan keputusan di antaranya agar menghentikan relokasi, karena lahan tersebut bukan milik TNI atau Kodam Jaya.

Dari surat yang dikeluarkan Menko Polhukam dengan nomor B.408/HK.00.01/02/2020 tertanggal 13 Februari 2020 kepada Pangdam Jaya dijelaskan bahwa telah dilakukan rapat koordinasi yang dihadiri oleh perwakilan Kodam Jaya, Kanwil BPN DKI Jakarta, perwakilan kantor Pertanahan Jakarta Barat, pihak PT Pertamina (Persero) dan masyarakat yang didampingi kuasa hukum dari Victor & Victor.

Hasil Rakor disebutkan bahwa lahan di Pos Pengumben yang ditempati oleh sejumlah purnawirawan TNI AD dan warga belum memiliki status kepemilikan.

Relokasi sendiri dilakukan atas permohonan kepemilikan Tan Rudy Setiawan selaku penerima gadai girik pada tahun 1970-an.

Selanjutnya terinformasi bahwa lahan tanah Pos Pengumben pada awalnya adalah objek perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Isa Contractor/Biro Isa untuk dilakukan pembebasan oleh Biro Isa menggunakan dana dari Pertamina yang berasal dari keuangan negara.

Namun, sejak Perjanjian Tambahan antara Tim Keppres qq PT Pertamina dengan Biro Isa pada 22 September 1979 hingga saat ini belum melaksanakan kewajibannya, yaitu mengembalikan dokumen-dokumen kepemilikan, di antaranya girik-girik, bestek beserta turunan lainnya malah justru pada kurun tahun 2000-an digadaikan.

Berdasarkan hasil rapat koordinasi tersebut, terinformasi bahwa lahan tanah Pos Pengumben berstatus tanpa kepemilikan yang saat ini ditempati warga dan purnawirawan TNI AD selama 40 tahun terakhir.

Karena itu, Kodam Jaya diminta tidak melanjutkan relokasi guna menghindari adanya bentrok dengan warga.

"Serta menginformasikan kepada saudara Tan Rudy Setiawan untuk menindaklanjuti pengakuan kepemilikan terhadap lahan tanah Pos Pengumben melalui upaya hukum yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku," demikian bunyi surat dari Menko Polhukam tersebut.

"Warga sendiri menginginkan tidak mendapatkan intimidasi dan tidak direlokasi. Masyarakat juga mau mendaftarkan lahannya agar mendapat sertifikat resmi dari BPN selaras dengan hibah dari Pertamina Nomor 039/K00000/2017-SO tertanggal 26 Januari 2017," ujar Victor.

Rakor Menkopolhukam tersebut saat itu dipimpin oleh Fadil Zumhana selaku Kepala Deputi III Bidkor Kumham Kemenkopolhukam yang saat ini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Menurut Anggota Komisi I DPR Yan Permenas Mandenas, persoalan ini bukan sekadar relokasi, melainkan aspek administrasi juga harus diselesaikan.

Karena itu, lanjut dia, butuh solusi untuk kedua belah pihak agar tidak saling merugikan.

"Yang jelas harus diselesaikan secara baik dan tidak merugikan kedua pihak, baik keluarga maupun yang mengaku sebegai pemilik tanah," pungkasnya.

Sebagai informasi, kasus ini bermula pada 1970 TNI AD memohon kepada Pertamina untuk membebaskan dan membangun rumah-rumah di atas tanah seluas 11,7 hektare di Pos Pengumben.

Pertamina dan TNI AD kemudian menunjuk PT Isa Contractor (Biro Isa) untuk pembebasan lahan.

Presiden saat itu melihat keganjilan bahwa Pertamina mengeluarkan uang yang bukan peruntukannya, termasuk proyek yang dilaksanakan kerja oleh Kontraktor Biro Isa sehingga diputuskan Langkah penertiban melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1975 (dan dibentuk Tim Keppres).

Perjanjian Tambahan PT Pertamina qq Tim Keppres Nomor 34 Tahun 1975 dengan Biro Isa berdasarkan Pasal 4 Biro Isa wajib mengembalikan dokumen kepemilikan beserta turunannya.

Dokumen tersebut ternyata dihibahkan Imam Soepardi (Biro Isa) kepada adiknya bernama Suharjo. Kemudian digadaikan lagi kepada Tan Rudy Setiawan.

Pada kurun waktu hingga 2019 ada putusan Mahkamah Agung terkait gadai mengadai tersebut.

Investigasi terhadap hasil Rakor Menko Polhukam disebutkan, Pertamina meminta masyarakat mempertahankan tanah dan bangunan 2,1 hektare dari 11,7 hektare yang dihibahkan Pertamina kepada masyarakat.

Hal ini telah dilaporkan kepada Kemeterian ATR/BPN, termasuk kepada Pangdam Jaya oleh Pertamina. (mar1/jpnn)


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler