Menristekdikti Mengaku Sempat Waswas saat Reshuffle

Sabtu, 19 Oktober 2019 – 19:01 WIB
Mohammad Nasir. Foto: Agus Wahyudi/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menristekdikti Mohamad Nasir mengaku selama lima tahun menjadi pembantu Presiden Joko Widodo, pernah merasa waswas saat isu reshuffle kabinet berembus pada 2016. Saat itu presiden memerintahkan agar para menteri dilarang bepergian.

Namun, tiba-tiba Nasir diminta mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla kunjungan kerja ke Makassar. Diliputi kebimbangan antara mematuhi perintah presiden atau wapres, Nasir pun terpaksa curhat.

BACA JUGA: Menristekdikti Targetkan 500 Akademi Komunitas Berbasis Pesantren

"Saya bilang enggak berani pergi karena presiden minta jangan keluar kota atau luar negeri dalam sepekan ini. Saya bilang juga takutnya saya kena reshuffle. Oleh orang Istana langsung bergerak dan tiba-tiba telepon lagi. Katanya, Pak Nasir silakan berangkat saja, bapak aman," tutur Nasir saat gathering dengan wartawan Ristekdikti di kediamannya, Sabtu (19/10).

Mendengar itu, Nasir pun lega lolos dari reshuffle. Di Makassar, Nasir ternyata bertemu dengan Anies Baswedan yang saat itu menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan.

BACA JUGA: Menristek Dikti: Ada Mahasiswa Pedemo Tak Paham Substansi RKUHP

"Saya balik Jakarta, Pak Anies baru datang. Saya candain saja, wah kitab gantian ya dampingi wapres. Saat pengumuman reshuffle saya kaget ternyata Pak Anies kena," terangnya.

Rasa waswas Nasir beralasan. Sebab, di awal menjadi menteri banyak kasus menerpa Kemenristekdikti. Mulai dari ijazah ilegal, pemilihan rektor, dosen dan rektor asing, serta lainnya.

Namun, isu-isu itu ternyata bisa diselesaikan Nasir sehingga lima tahun tidak di reshuffle. "Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan tugas saya selama lima tahun dengan berbagai capaian. Seperti peringkat publikasi Indonesia di tingkat dunia yang meningkat tajam," tuturnya.

Kini, di masa akhir jabatannya, Nasir merasa lega. Dia bisa menghabiskan waktunya bersana keluarganya. Jangankan waktu untuk anaknya, dengan istrinya saja jarang.

"Saya baru sadar jadi menteri ternyata tidak enak. Waktu untuk keluarga tidak ada. Saat-saat penting bersama keluarga banyak yang saya lewatkan. Misalnya, tiga tahun anak saya sekolah SMA di Jakarta tidak pernah saya antar jemput. Anak saya kecelakaan, saya tidak bisa menemani saat di rumah sakit. Begitu juga saat putri saya melahirkan, saya tidak bisa melihatnya," bebernya.

Nasir ingin, usai pensiun dari menteri ingin menghabiskan waktu bersama istri, anak, dan cucu-cucunya. Lima tahun banyak waktu keluarga yang dikorbankan demi urusan negara. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler