jpnn.com, JAKARTA - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan pemerintah menjamin pemenuhan hak sekitar 22,97 juta warga penyandang disabilitas di seluruh sektor pembangunan.
Hal ini diungkapkannya dalam “Agenda Forum Tingkat Tinggi ASEAN (AHLF) tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca 2025” di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/10).
BACA JUGA: Mensos Ingatkan Para Korban TPPO Agar Tidak Lagi Tergoda Jeratan Pekerjaan di Judi Daring
Penjaminan itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang merupakan wujud komitmen sejati Pemerintah Indonesia.
“Pemerintah untuk menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak sekitar 22,97 juta warga penyandang disabilitas di seluruh sektor Pembangunan,” ucap Mensos Risma di lokasi.
BACA JUGA: Penyandang Disabilitas Diajak Mandiri Melalui Pelatihan Intensif Usaha Batik
Undang-undang itu menggarisbawahi pentingnya partisipasi yang berarti dari seluruh pemangku kepentingan terkait, non-diskriminasi, dan aksesibilitas, sebagaimana diamanatkan oleh Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD).
Walau begitu, perumusan perundang-undangan nasional dengan CRPD tidak selalu menghasilkan perubahan langsung dalam kehidupan sehari-hari bagi para penyandang disabilitas.
BACA JUGA: Cerita Nasabah Disabilitas Binaan PNM Merintis Bisnis, Sangat Menginspirasi
Pemerintah Indonesia, kata Risma, berupaya agar implementasi undang-undang tersebut dapat berkembang melalui berbagai program dan kegiatan yang mendukung penyandang disabilitas.
“Misalnya saja di bidang pendidikan, Indonesia telah menerapkan sistem pendidikan inklusif sehingga anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama untuk bersekolah di sekolah regular,” jelasnya.
Jumlah sekolah inklusif di Indonesia juga meningkat secara signifikan, yaitu dari 3.610 pada 2015 menjadi 28.778 pada 2020.
Namun demikian, masih terdapat tantangan besar, termasuk fakta bahwa kurang dari 13 persen sekolah inklusif memiliki pendidik yang terlatih dalam pendidikan inklusif.
“Selain kualitas pendidik, tantangan lainnya mencakup fasilitas dan akses terhadap alat bantu, kesiapan sekolah inklusif untuk memberikan pembelajaran kemandirian/kewirausahaan, peran keluarga, dan dukungan berbagai pemangku kepentingan,” tutur Risma.
Di bidang ketenagakerjaan, Indonesia telah membentuk Unit Layanan Disabilitas yang menyelenggarakan berbagai program pelatihan dan jaringan kerja bagi penyandang disabilitas usia produktif.
Selain itu, pendidikan kewirausahaan di sekolah bagi siswa penyandang disabilitas juga memainkan peran penting. Kewirausahaan dapat dilihat sebagai salah satu mekanisme paling efektif untuk meningkatkan perekonomian suatu negara.
Pengembangan keterampilan kewirausahaan tidak hanya mendorong inovasi dan produktivitas tetapi juga membantu menciptakan lapangan kerja, bukan sekadar mencari lapangan kerja.
“Tujuan kami adalah membekali mereka dengan keterampilan yang akan berkontribusi pada perekonomian bangsa. Misalnya, Sentra Wijaya yang berada di bawah naungan Kementerian Sosial di Makassar,” kata dia.
Tak hanya itu, program kewirausahaan yang diikuti oleh penyandang disabilitas merupakan bagian penting dari upaya untuk mewujudkan pemenuhan diri mereka.
Untuk memfasilitasi program kewirausahaan ini, bantuan keuangan diberikan kepada penyandang disabilitas, yang beberapa di antaranya memiliki mobilitas terbatas.
“Bantuan dana tersebut antara lain digunakan untuk mendirikan berbagai jenis usaha seperti toko kelontong, penjualan pulsa telepon seluler, usaha menjahit, dan usaha-usaha lainnya yang sesuai dengan minat dan keterampilan masing-masing individu,” tambah eks Wali Kota Surabaya itu. (mcr4/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi