Menteri Bahlil Optimistis Soal Iklim Investasi di Indonesia, Ekonom Bilang Begini

Selasa, 28 Maret 2023 – 20:14 WIB
Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia optimistis kehadiran UU Cipta Kerja dapat memberikan kemudahan perizinan bagi perusahaan yang hendak menanamkan modalnya di berbagai daerah di Indonesia sekaligus membangun hilirisasi.

BACA JUGA: Pemerintah Harus Menjaga Iklim Investasi dan Perkuat Bantalan Sosial

Optimisme Menteri Bahlil disambut baik ekonom dari Universitas Katolik Atma Jaya Rosdiana Sijabat.

Menurut Rosdiana, melalui Undang-Undang Cipta Kerja penciptaan ekosistem investasi Indonesia menjadi lebih baik dan makin ramah bagi investor asing.

BACA JUGA: Apresiasi Groundbreaking PT Daikin, Darmadi Durianto: Iklim Investasi Makin Membaik

“Pada dasarnya ini adalah untuk menciptakan lapangan kerja yang semakin luas karena kita memang mau tidak mau penciptaan lapangan kerja ini menjadi hal yang sangat penting bagi perekonomian kita mengingat jumlah penduduk kita yang cukup tinggi,” ujar Rosdiana, Selasa (28/3/2023).

Rosdiana mengatakan pengesahan UU Cipta Kerja menjadi sebuah terobosan pemerintah untuk memperbaiki peraturan-peraturan terkait investasi dan menarik minat bagi para investor.

BACA JUGA: Hari Kedua Ramadan, Menteri Hadi Sikat Mafia Tanah di Kalimantan

“Dengan Undang-Undang (Cipta Kerja) ini sebenarnya adalah langkah kita untuk berani memperbaiki bagaimana sektor investasi kita ini menarik bagi investor asing,” paparnya.

Target pemerintah terhadap Kementerian Investasi yang dipimpin Menteri Bahlil Lahadalia adalah 1.400 triliun tidak mudah dicapai di tengah situasi global yang sedang mengalami krisis.

Namun, berkaca dari tahun-tahun sebelumnya dengan realisasi investasi pada tahun 2022 yang tercapai, Rosdiana percaya Indonesia akan tetap memiliki daya tarik bagi investor untuk mengalokasikan dananya ke Indonesia.

“Jadi, bukan tidak mungkin, meskipun secara global memang masih banyak kehati-hatian pelaku investasi dalam hal melakukan alokasi investasi, berkaca investasi kita di tahun 2022 lalu yang mana belum terlalu pulih dari situasi perekonomian global yang banyak sekali dinamika geopolitik secara internasional yang berdampak terhadap perekonomian tetapi kita masih mampu mencatatkan realisasi investasi yang relatif baik,” katanya.

Lebih lanjut, Rosdiana mengatakan target realisasi investasi tidak hanya didorong oleh UU Cipta Kerja, tetapi juga oleh kebijakan ekonomi strategis lainnya yang diterapkan oleh pemerintah, seperti halnya kebijakan program hilirisasi yang sedang digenjot.

“Saya optimistis bahwa tidak semata-mata dari sisi Undang-Undang cipta kerja tapi faktor-faktor kebijakan ekonomis strategis lainnya akan membuat seharusnya pemerintah bisa mencapai target investasi di Rp 1.400 triliun,” ucapnya.

“Misalkan saja tentang bagaimana pemerintah menetapkan kebijakan hilirisasi sektor energi, energi ini adalah produk yang sangat strategis mengingat kebutuhan pada tingkat global terhadap energi termasuk energi terbarukan ini sangat penting,” sambungnya.

Program hilirisasi menurut Rosdiana akan menjadi peluang Indonesia untuk mendatangkan investor asing ke dalam negeri.

“Tentu ini membuka peluang peluang usaha baru tergantung bagaimana pemerintah bisa memanfaatkan Undang-Undang Cipta Kerja supaya benar-benar bisa secara langsung mendukung kebijakan hilirisasi terutama hilirisasi sektor energi, karena ini adalah sektor yang menarik yang memungkinkan kita untuk capaian realisasi investasi di tahun 2023, termasuk karakteristik perekonomian kita,” urainya.

Lebih lanjut Rosdiana menerangkan perekonomian Indonesia adalah salah satu yang memiliki potensi ekonomi yang sangat baik khususnya di kawasan ASEAN.

“Kita punya sekitar 90 juta penduduk yang masuk kelas menengah sampai pada tahun 2030 dari sisi kontribusi kita terhadap PDB kita ini juga termasuk negara yang perekonomian terbesar di kawasan Asia tenggara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, maka kita akan menjadi center of aktivitas ekonomi regional kita di kawasan kita,” ungkapnya.

“Jadi, kalau kita melihat berbagai faktor-faktor ini tentu kita optimis investasi kita itu bisa tercapai,” imbuh Rosdiana.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia optimis UU Cipta Kerja dapat memberikan kemudahan perizinan bagi perusahaan yang hendak menanamkan modalnya di berbagai daerah di Indonesia sekaligus membangun hilirisasi.

“Tujuan UU Cipta Kerja ini untuk menjadi solusi dari aturan yang tumpang tindih agar perizinan cepat dilakukan. UU Cipta Kerja memancing investor datang menanamkan modalnya dan untuk hilirisasi,” ujar Bahlil.

Bahlil berpendapat tanpa adanya UU Cipta Kerja para investor akan kesulitan berinvestasi mewujudkan hilirisasi yang berorientasi pada energi dan industri hijau, seperti pembangunan ekosistem beterai kendaraan listrik.

"Sekarang kita sedang melakukan hilirisasi dalam rangka green energy dan green industry. Kalau tidak ada UU Cipta Kerja, tidak bisa membangun ekosistem baterai kendaraan listrik. Nikel merupakan bahan baterai tersebut dan Indonesia adalah penghasil nikel kedua terbesar di dunia," papar Bahlil.

"Beberapa investasi besar masuk di bidang ini kalau tidak ada UU Cipta Kerja mereka tidak bisa masuk," lanjutnya.

Bahlil mengatakan telah mengundang investor global untuk berinvestasi ke dalam negeri, di mana Indonesia akan menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang fokus menjalankan proses nilai tambah di negaranya sendiri.

“Ini semua sudah berjalan, ini sudah dimulai. Kami mengundang investor datang membawa teknologi, modal, dan sebagian pasar. Kami ditugaskan Presiden untuk memberikan jaminan percepatan perizinan kepada investor,” ujar Bahlil.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler