JAKARTA - Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dituding sedang menghukum ratusan trader (peniaga) batubara di negeri iniPasalnya, lebih dari 25 hari Darwin tidak meneken Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk operasi produksi khusus pengangkutan dan penjualan batubara, baik domestik maupun ekspor
BACA JUGA: BTN dan Bukopin Genjot Kredit Perumahan
Akibatnya, para pengusaha batubara pun mengeluh karena bisnisnya bakal tersendat. Mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Bob Kamandan, kepada JPNN, Senin (31/1), menyatakan, pihaknya tidak tahu persis alasan Menteri ESDM memperlambat penerbitan IUP itu
“Saya juga tidak ngerti, mengapa Menteri ESDM berlambat-lambat menandatangani IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan penjualan baru kepada trader
BACA JUGA: Permata Incar 100 Ribu Nasabah KK Baru
Seolah-olah disengajaYang dimaksud kerugian negara, kata Bob, adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari hasil royalty pada saat jual beli
BACA JUGA: Scoopy Tambah Produksi
Nilainya, rata-rata 5% dari nilai eksporAngka itu belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) 10%" Jadi, ada 15 persen yang semestinya menjadi pendapatan negara jadi ikut hilang," sebut Bob.Pada pekan ini saja, ada lebih dari 80 kapal yang singgahMereka tidak bisa bersandar dan bongkar muat karena tanpa mengantongi izin itu mereka bisa ditangkap polisi dan disangka melakukan pengangkutan dan penjualan batubara illegal“Biaya per singgah satu kapal saja sudah 20.000 – 30.000 USD per hari yang harus ditanggung pengusahaCoba hitung saja, kalau ada 80-an kapal, selama lebih dari 20 hari,” keluhnya.
Bob juga menyebut kementerian ESDM gagal bersinergi dengan instansi pemerintah lainnya seperti Kementerian PerdaganganSebab dengan konsisi seperti sekarang ini, trader hanya diberi surat keterangan dari Ditjen Mineral dan Batubara akan melakukan pengangkutan dan penjualan batubaraSementara oleh Kemendag, Surat Keterangan itu dianggap tidak berlaku
Alasan Kemendag, karena menurut UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maupun PP No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, IUP operasi produksi khusus pengangkutan dan perjualan untuk lintas provinsi dan negara diberikan oleh menteri
“Jadi Surat Keterangan dari Ditjen Minerba itu tidak berlaku lagiKemendag tidak bisa menerima Surat Keterangan tersebut,” keluh Bob.
Karenanya ia menanyanak kesalahan para trader sehingga IUP yang kunjung diteken. Bob mengaku paham dengan niat awal pemerintah bahwa penerapan peraturan itu untuk mencegah terjadinya kelangkaan pasokan batubara domestik
Namun dampak molornya penerbitan izin dari menteri itu justeru menciptakan masalah baruSebab, ketersediaan pasokan batubara menjadi terancam karena trader tidak bisa mengangkut dan menjual.
Selama ini, kata dia, urusan izin seperti ini cukup di tingkat direktur jenderal (Dirjen) Minerba dan tidak perlu sampai ke Menteri ESDM“Dan semuanya lancar-lancar sajaMengapa sekarang makin ribet?” tutur Bob seraya menambahkan, urusan energi dan batubara ini cukup rumit karena menyangkut komitmen banyak pihak.
Mantan Dirjen Mineral dan Batubara, Simon Felix Sembiring, juga menyayangkan keterlambatan ituMenurutnya, jika persoalan itu dibiarkan berlarut-larut maka urusannya bisa semakin panjang dan semua pihak bisa terkena imbasnya“Nanti kalau sudah begitu, menyalahkan banyak pihak lain,” tuturnya.
Kekhawatiran yang juga muncul adalah ketersediaan pasokan batubara untuk pembangkit listrik milik PLNNamun Dirut PT PLN Batubara, Khairil W, mengatakan bahwa sampai sejauh ini pasokan batubara untuk pembangkit PLN masih mencukupi
“Kami kok belum melihat dampaknya sampai PLNKami aman, suplai batubara cukupKarena kami beli langsung ke perusahaan penambang batubara, tidak melalui trader,’” kata Khairil.
Saat diminta konfirmasi tentang itu, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Setiawan mengatakan bahwa pihaknya akan segera menyelesaikan persoalan surat izin tersebut“Akan segera kami tangani,” jawab Bambang singkat.
Seperti diketahui, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur tentang kewajiban untuk mementingkan kebutuhan batubara domestik yang lebih dikenal dengan istilah atau disebut juga dengan Domestic Market Obligation (DMO)Pada Pasal 5 ayat 1 UU tersebut, ditegaskan bahwa untuk kepentingan nasional, pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan Pengutamaan Mineral dan atau Batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Ketentuan itu diperkuat dengan pasal 84 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 menyebutkan, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Mekanisme DMO juga semakin diperjelas dan dipertegas dalam Peraturan Menteri Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam NegeriSelain itu, setiap tahun Pemerintah akan mengeluarkan Keputusan Menteri yang berisikan tentang penetapan kebutuhan dan persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri.(jpnn/dms/lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Manusia Kotak Promo Lokal Plus
Redaktur : Tim Redaksi