jpnn.com, YERUSALEM - Setelah kunjungan Menteri Keamanan Nasional Israel Itmar Ben-Gvir yang memicu kemarahan masyarakat muslim global pekan lalu, Masjid Al-Aqsa kembali kedatangan seorang menteri, Kamis (12/1).
Menteri Negara Inggris untuk urusan Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Lord Tariq Ahmad mengunjungi Yerusalem Timur dan menunaikan salat di Masjid Al-Aqsa.
BACA JUGA: Sikap Resmi Indonesia soal Aksi Menteri Israel di Al Aqsa, Tegas!
"Suatu kehormatan dan hak istimewa untuk menghabiskan waktu di Masjid Al-Aqsa yang suci pagi ini bersama Direktur Departemen Wakaf Yerusalem Sheikh Azzam al-Khatib," cuit Lord Ahmad di Twitter.
Menteri beragama Islam itu menegaskan "dukungan kuat" Inggris untuk Yordania sebagai pelindung tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Masjid Al-Aqsa.Inggris juga mendesak perlindungan status quo atas situs-situs suci di Yerusalem, kota suci bagi umat Muslim, Yahudi, dan Kristen.
BACA JUGA: Menteri Israel Berulah di Al Aqsa, Begini Respons MUI
Status quo memungkinkan umat Islam beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa. Sementara itu, umat Kristen dan Yahudi juga masih bisa mengunjungi kompleks tersebut untuk perjalanan spiritual.
Lord Ahmad juga mengunjungi Kota Hebron di Tepi Barat pada Kamis dan berkeliling di kota tersebut.
BACA JUGA: Fadli Zon Kutuk Kunjungan Menteri Israel ke Al-Aqsa
Pada Rabu Lord Ahmad memulai kunjungan resmi pertamanya ke wilayah-wilayah Palestina sejak dilantik menjadi menteri.
Ia bertemu dengan Menteri luar negeri Israel Eli Cohen di Yerusalem Barat pada Rabu sebelum berpindah ke Kota Ramallah di wilayah pendudukan Tepi Barat untuk menemui Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki.
Masjid Al-Aqsa merupakan situs paling suci ketiga di dunia bagi umat Islam. Orang Yahudi menyebut kawasan itu sebagai Bukit Bait Suci (Temple Mount), yang menurut mereka adalah tempat dua kuil Yahudi pada zaman kuno.
Israel menduduki Yerusalem Timur, di mana Al Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel pada 1967.
Israel kemudian mencaplok seluruh kota pada 1980, sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif