Menteri LHK Luruskan Pernyataan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria

Rabu, 25 September 2019 – 14:06 WIB
Presiden Jokowi didampingi Menteri LHK Siti Nurbaya saat penyerahan SK Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA di Taman Digulis Pontianak, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalbar, 5 September 2019. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan Pemerintah sudah menyerahkan SK (Surat Keputusan) redistribusi Tanah Objek Reformas Agraria (TORA) bagi penerima yang berasal dari Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

Penyerahan SK TORA tersebut berlangsung di Taman Digulis Pontianak, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada 5 September lalu sebagai penyerahan “perdana” secara langsung dari Presiden kepada masyarakat dalam bentuk SK Biru. Jadi, telah diserahkan 109.615 hektare, sudah siap diserahkan akan menyusul penyerahan untuk Sulawesi 120 ribu hektare, Maluku 57 ribu ha, dan Sumatera 32 ribu ha serta NTB dan NTT.

BACA JUGA: Strategi KLHK Mengatasi Penurunan Bisnis Ekspor Kayu Indonesia

“Yang sudah siap diserahkan 204.662 Ha, selain bertahap penyerahan tanah dari konsesi swasta seluas 469 Ha untuk masyarakat sudah dilakukan dari rencana penyerahan tanah swasta di addendum areal kerja dan diberikan kepada masyarakat 51.029 Ha,” ujar Menteri Siti Nurbaya, Rabu (25/9).

Sementara itu, Menteri LHK juga sudah menetapkan lahan segar dari hutan 938.878 Ha yang setiap saat bisa diberikan kepada rakyat dan pemda bila rencana kerja dan peruntukannya jelas. Secara keseluruhan sampai dengan saat ini sudah disiapkan untuk tata batas dulu seluas 2.657.007 hektare lahan dari hutan akan diserahkan kepada rakyat atau 63 persen dari yang sudah dicadangkan seluas 4.970.199 hektare tanah hutan untuk reforma agraria bagi rakyat.

BACA JUGA: Reforma Agraria Jalan Keluar dari Ketidakadilan Pembangunan

Menteri Siti membenarkan bahwa bentuknya adalah SK, yang disebut SK Biru, yang bisa langsung jadi sertifikat dengan SK Biru itu. Tetapi SK itu sangat penting dan ada di tangan rakyat. Pekerjaan administrasi berupa SK ini dapat diikuti dengan penguasaan secara fisik okeh masyarakat di lapangan.

“Jadi rangkaian prosesnya seperti itu yang sesuai UU Kehutanan. Kalau dipertanyakan apa artinya SK? Ya tentu ada dan besar sekali artinya! Karena apa? Karena dengan begitu lahan hutan tidak akan diberikan lagi kepada orang atau pihak lain; dan masyarakat sudah bisa bekerja dan dia bisa kuasai secara fisik, aman, legal dan tidak lagi dipersoalkan apa-apa dan ada kepastian hukum buat dia. Itu artinya!,” tegas Siti Nurbaya.

Penegasan Menteri Siti Nurbaya ini untuk meluruskan pernyataan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika yang merupakan salah satu perwakilan pengunjuk rasa menyampaikan kepada Presiden Jokowi yang menurutnya bahwa reforma agraria yang dijanjikan 9 juta hektare untuk diredistribusikan kepada petani itu belum dijalankan. Menurutnya, hal tersebut karena masih banyaknya masalah-masalah atau konflik lahan yang tidak dituntaskan dalam kerangka reforma agraria.

Perlu Proses di BPN

Menteri Siti Nurbaya perlu mengingatkan sekaligus meluruskan apa yang diungkapkan Sekjen KPA Dewi Kartika, sebab faktanya Pemerintah bahkan langsung oleh Presiden Jokowi sendiri telah menyerahkan SK Tanah hutan yang dilepaskan untuk rakyat tersebut.

Bahwa SK itu masih memerlukan proses lebih lanjut di Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah benar, tetapi jelas bahwa SK untuk tanah hutan untuk masyarakat sudah dilakukan .

“Pada 5 September lalu, Bapak Presiden telah menyerahkan kepada kepada rakyat SK Tanah Reforma Agraria dari kawasan hutan yang dibagikan dan sudah selesai untuk masyarakat se Kalimantan, tentu masih akan menyusul, sebagai contoh untuk Kaltim saja targetnya masih 700 ribu hektare,” ungkap Menteri Siti.

Lebih lanjut, Menteri Siti mengatakan, dari SK Menteri LHK itu bisa langsung diusulkan oleh Pemda atau oleh masyarakat untuk dijadikan sertifikat. Dan Bapak Presiden telah memerintahkan di Pontianak saat itu kepada Gubernur dan Menteri ATR untuk menindaklanjuti SK tersebut.

“Jadi ya itu sudah didistrbusikan. Artinya kenapa? Karena dengan SK yang sudah ada nama-nama masyarakat tersebut sudah jelas posisi haknya, hanya saja belum berupa sertifikat, karena sertifikat itu diterbitkan oleh BPN. Dari SK itu ya bisa seminggu, dua minggu atau dua bulan langsung jadi sertifikat tanpa syarat apapun lagi dari KLHK. Masyarakatnya sudah tahu dan masing-masing sudah terima SK untuk dia,” papar Siti Nurbaya.

Menurut Menteri Siti, apa yang diiungkapkan KPA dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi bahwa selama ini tidak ada pembagian SK alias nol, itu mungkin karena yang bersangkutan salah melihatnya atau tidak mengikuti secara pas. Kenapa? Sebab sertifikat yang diberikan kepada masyarakat desa transmigrasi itu sumbernya juga dari hutan dan SK-nya dari Menteri LHK juga dan itu sudah banyak yang oleh BPN disertifikatkan.

“Jadi sekali lagi, soal pensertifikatan dari ATR/BPN itu relatif, bisa sangat cepat atau lambat. Kalau dulu misalnya bisa bertahun-tahun bahkan lebih sepuluh tahun, tapi kalo sekarang Bapak Presiden minta cepat. SK dari tanah hutan bisa saja jadi sertifikat dalam waktu singkat, dua minggu, sebulan dan seterusnya,” tambah Menteri Siti.(adv/fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler