Menteri LHK Ungkap Fakta Kasus Bonita, Si Harimau Sumatera

Senin, 19 Maret 2018 – 19:16 WIB
Koleksi Harimau Sumatra di Taman Marga Satwa Kinantan, Kota Bukittinggi. Foto: Nanda/ Padang Ekspres/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Penyelamatan Bonita, Harimau Sumatera yang berkeliaran di perkebunan warga di Riau, terus dilakukan tim terpadu.

Hewan langka dan dilindungi ini telah menewaskan dua warga. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya angkat bicara mengenai kejadian ini.

BACA JUGA: Menteri LHK: Penanganan Sampah Sudah Banyak Berubah

''Harimau ini sebenarnya tidak mengganggu manusia jika habitatnya tidak terganggu. Ketika ruang jelajah dan pasokan makannya berkurang, dia merasa terancam, konflik satwa dan manusiapun terjadi,'' ungkap Menteri Siti di Jakarta, Senin (19/3).

Pada kasus Bonita, daya dukung lingkungan terhadap kebutuhan dasarnya sudah tidak mencukupi lagi. Ruang jelajahnya juga terputus-putus karena banyaknya alih fungsi lahan, dari hutan menjadi kebun.

BACA JUGA: Kalau Gak Bisa Bersihin Sampah, Jangan Ngotorin!

Lokasi kejadian kasus Bonita, berada pada kawasan yang didominasi oleh Hutan Tanaman Industri (HTI) dan hanya menyisakan SM Kerumutan dengan luas sekitar 93 ribu ha sebagai satu-satunya lokasi konservasi bagi satwa liar di kawasan tersebut.

Berdasarkan data WWF, wilayah jelajah Harimau sumatera di Riau lebih kurang 60 Km2. Sementara kalau di Rusia, wilayah jelajah Harimau bisa sampai 250 Km2.

BACA JUGA: Sampah di Indonesia jadi Sorotan, Ini Reaksi Menteri Siti

Jumlah populasi harimau Sumatera di habitat alam dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi akibat berkurangnya atau degradasi habitat (deforestrasi dan fragmentasi), perambahan, perburuan, perdagangan illegal, menurunnya satwa mangsa, dan konflik harimau dengan manusia.

''Kenapa Bonita susah ditangkap? ya karena medannya berat. Saya sudah pernah fly over, bahkan turun langsung ke lapangan. Memang dari satu tempat ke tempat lainnya di situ kebun yang luas. Padahal seharusnya ada ruang-ruang untuk habitat satwa,'' kata Menteri Siti.

''Ada problem dari alih fungsi lahan, yang dalam prakteknya belum diterapkan dengan optimal,'' tegasnya.

 

Usulkan Perpres

Sebenarnya, kata Menteri Siti, sudah ada aturan berlapis di Kementerian Pertanian, Kementerian ATR, dan KLHK. Contohnya ada kewajiban paling sedikit 10 persen dari luas Hutan Tanaman Industri (HTI) harus ada kawasan lindung, dan 20 persen areal tanaman kehidupan.

Namun sayang, banyaknya peraturan ini belum sepenuhnya berjalan optimal di lapangan. KLHK tidak bisa bekerja sendiri, karena untuk kawasan perkebunan contohnya, memerlukan kebijakan lintas Kementerian.

''Saya akan bicarakan hal ini dengan Pak Mentan, karena perlu kerja bersama semua pihak. Kalau perlu nanti kami usulkan kepada Bapak Presiden untuk mengeluarkan peraturan yang bisa jadi pedoman semua kementerian terkait,'' kata Menteri Siti.

Perlu kesadaran semua pihak memberi ruang bagi satwa agar bisa tetap hidup harmoni dengan manusia, karena hal itu juga penting bagi keberlangsungan kehidupan keduanya.

''Rantai pasokan makanannya harus tetap dijaga. Beri ruang yang lebih luas pada satwa ini,'' tegas Menteri Siti.

 Upaya KLHK Urai Konflik Satwa vs Manusia

KLHK terus melakukan berbagai upaya mengurai konflik satwa vs manusia. Diantaranya menurunkan laju kerusakan hutan, pembinaan habitat dan populasi satwa liar, mencegah meluasnya pembukaan hutan terutama di kawasan hutan konservasi, hutan lindung dan kawasan perlindungan setempat lainnya yang mengakibatkan fragmentasi dan terganggunya habitat.

Penegakan hukum juga terus ditingkatkan, dan telah dilakukan moratorium izin pembukaan lahan baru.

Selain itu mengupayakan terakomodasinya kriteria ekologi satwa liar dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hingga saat ini RTRW Riau masih belum selesai karena masih belum menyempurnakan KLHS.

''KLHS Riau yang saya mintakan dalam RTRW, itu kajiannya kesitu, untuk menjaga habitat juga dan harus dipenuhi, karena hutan dan gambut Riau sudah sangat kritis,'' kata Menteri Siti.

KLHK mendorong partisipasi para pihak (stakeholders) dalam upaya-upaya konservasi satwa liar dan habitatnya termasuk secara aktif melindungi bentang alam.

''Sebenarnya sudah ada fatwa MUI nomor 4 tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem. Jadi kita libatkan juga pemuka agama, dan mensosialisasikannya bersama,'' kata Menteri Siti.

KLHK juga telah dan sedang melakukan rehabilitasi DAS dan restorasi Kawasan konservasi. Dalam periode 2015-2019, luas Kawasan konservasi yang terdegradasi yang akan dipulihkan kondisi ekosistemnya seluas 100.000 Ha.

Disamping itu, KLHK melakukan identifikasi dan inisiasi penetapan Kawasan ekosistem esensial, serta pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan Kawasan konservasi terus dilakukan.

Populasi Kritis Harimau Sumatera

''Saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya dua warga kita. Konflik serupa harus kita hentikan, perlu kesadaran dan keterlibatan semua pihak,'' kata Menteri Siti.

Saat ini tim terpadu terus berupaya agar Bonita bisa ditangkap hidup-hidup. Karena bagaimanapun, Bonita adalah satu dari satwa langka di dunia yang populasinya hanya ada di Indonesia.

Terdapat 8 sub spesies Harimau (Panthera tigris sp) di dunia, yang tersebar di 13 negara. 3 sub spesies diantaranya di Indonesia, yaitu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Harimau Bali (Panthera tigris balica), dan Harimau Jawa(Panthera tigris sondaica).

''Harimau Bali telah dinyatakan punah pada tahun 1940-an, sedangkan Harimau Jawa telah dinyatakan punah sejak tahun 1980-an, dan saat ini yang tersisa adalah Harimau Sumatera. Bonita adalah salah satunya,'' ungkap Menteri Siti.

Berdasarkan hasil Population Viability Analysis (PVA) tahun 2016, kini hanya tinggal 23 kantong habitat yang ada Harimau-nya.

Yaitu Leuser Ulu Masen, Dolok Surungan, Batang Toru, Senepis-Buluhala, Barumun, Batang Gadis, Rimboganti/Pasaman, Giam Siak Kecil, Kampar, Kerumutan, Tesso Nilo, Rimbang Baling, Kerinci Seblat, Bukit Tiga Puluh, Bukit Dua Belas, Berbak-Sembilang, Harapan Rainforest, Dangku, Bramitam, Bukit Balai Rejang, Bukit Barisan Selatan, dan Way Kambas.

Estimasi populasi Harimau Sumatera di in-situ lebih kurang hanya tersisa 604 individu, dan di ex-situ (Lembaga konservasi dalam dan luar negeri) sejumlah 383 individu.

''Saya sudah minta BKSDA untuk memasang rambu-rambu batas jelajah antara satwa dan manusia. Call Center selalu aktif 24 jam bilamana ada laporan mengenai konflik antara satwa dan manusia,'' tegas Menteri Siti.

''Di hati kita juga harus ada keyakinan bahwa satwa ini juga bagian penting dari rantai kehidupan kita,'' tutupnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri LHK: Mari Menabung di Bank Sampah


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler