Kalau Gak Bisa Bersihin Sampah, Jangan Ngotorin!

Minggu, 18 Maret 2018 – 23:33 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya di Pantai Losari Makassar. Foto: Natalia Fatimah Laurens/JPNN

jpnn.com, MAKASSAR - Persoalan sampah di Indonesia masih membutuhkan perhatian serius. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan kunci dan akar utama pengelolaan sampah adalah perilaku dan kebiasaan masyarakat.

Untuk itu perlu kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan harus diatasi bersama.

BACA JUGA: Sampah di Indonesia jadi Sorotan, Ini Reaksi Menteri Siti

''Jadi kalau nggak bisa bersihin ya jangan ngotorin", tegasnya saat menghadiri peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2018 di kawasan Anjungan City of Makassar Pantai Losari, Kota Makassar, Minggu (18/3).

Dia mengingatkan tentang hasil riset Samuel Huntington pada tahun 1960-an.

BACA JUGA: Ketegasan Menteri LHK Selesaikan Hutan Adat

Huntington membandingkan Korea Selatan vs Ghana, di mana kedua negara berangkat dari kondisi dan indikator ekonomi yang hampir sama. Namun 30-an tahun kemudian Korea Selatan menjadi negara maju, sementara Ghana seperti jalan di tempat.

''Kesimpulan Huntington adalah karena persoalan budaya atau culture. Untuk itu kita harus memulai pengelolaan sampah dari gerakan perubahan perilaku,'' imbuhnya.

BACA JUGA: Pemerintah Tingkatkan Upaya Pengakuan Hutan Adat

Mewujudkan Indonesia bebas sampah menurutnya bukan hal mustahil.

Selain berbagai kebijakan pemerintah dan kerja bersama segenap komponen masyarakat, hal penting lainnya adalah perlu dibangun budaya unggul dengan ideologi lingkungan.

Caranya dengan mengurangi sampah sejak dihasilkan atau bahkan menggunakan barang-barang yang tidak menghasilkan sampah (pencegahan sampah/waste prevention).

''Ini harus dijadikan sebagai budaya dan gaya hidup baru,'' katanya.

Pengelolaan sampah kata Menteri Siti, sebenarnya telah diatur sejak terbitnya UU nomor 18 tahun 2008. Meski sudah berjalan satu dekade, masalah sampah masih belum bisa diatasi secara menyeluruh.

''Problemnya ada dua. Pertama pola pikir masyarakat. Jadi masyarakat masih berpikir 'yang penting sampahnya bukan di halaman rumah saya'. Itu namanya perilaku sindrom,'' kata Menteri Siti.


''Kedua, memang biasanya pemerintah kota itu agak susah menyiapkan anggaran untuk sampah karena isinya anggaran mulu, gak ada pendapatan balik,'' tambahnya.

Paradigma inilah yang harus diubah. Saat ini dinamika masyarakat dan gerakan komunitas peduli sampah sudah luar biasa, termasuk dari Makassar.

"Saya berterimakasih hari ini di Makassar, sama juga dengan di Bandung. Saat ini Surabaya terdepan tapi saya yakin Bandung dan Makassar menyusul,'' ujar Menteri Siti.

''Banyak hal sudah kita lakukan, namun masih banyak lagi yang perlu dibenahi untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih baik,'' tambahnya.

Melalui Perpres 97 tahun 2017 tentang Jakstranas Pengelolaan Sampah, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi sampah plastik di laut sebanyak 70 persen, dan mengurangi limbah melalui reduce-reuse-recycle sebanyak 30 persen pada 2025.

''Kita harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas untuk mencapai target pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana tercantum dalam Perpres tersebut. Perlu keterlibatan dan kesadaran semua pihak, terutama mengubah perilaku lebih peduli pada lingkungan,'' tegas Menteri Siti. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buang Sampah Siap Didenda Rp 1 Juta


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler