jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudrkstek) Nadiem Makarim menyampaikan krisis pendidikan di Indonesia telah terjadi sejak 20 tahun lamanya.
Untuk memulihkan hal ini, dikenalkan Kurikulum Merdeka yang baru saja dideklarasikan sebagai Kurikulum Nasional.
BACA JUGA: PAUD Berstandar Finlandia KIPINA Kids Indonesia Hadir di Bekasi, Simak
"Hal itu didukung dengan platform Merdeka Mengajar sebagai referensi bagi guru untuk mengembangkan praktik belajar secara mandiri dan berbagi praktik baik, " kata Menteri Nadiem, Selasa (9/4).
Namun apakah usaha ini cukup? Kesenjangan pendidikan yang terjadi saat ini menjadi kendala dari pengimplementasian Kurikulum Merdeka.
BACA JUGA: Menteri Nadiem Sebut Program Sekolah Jurnalisme Indonesia Sejalan dengan Merdeka Belajar
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sistem dan fasilitas pendidikan di daerah dan kota. Terutama kendala klasik, yaitu akses internet yang masih terjadi di mana-mana.
Dalam acara sosialisasi Desa Cerdas di Unisma 21/5/2023, Kepala BPI Kemendes mengatakan dari 81 ribu desa di Indonesia, hanya 52 ribu yang ada internet.
BACA JUGA: Signifikansi Prakarya dan Seni dalam Kurikulum Merdeka
Fakta terkait kendala akses internet juga diungkap melalui hasil survei dilakukan Segara Research Institute yang dipublikasikan pada 12 Mei 2023.
Survei kepada ribuan kepsek, guru dan dosen yang tersebar di seluruh Indonesia, separuh mengalami kendala disebabkan lemahnya jaringan internet.
Sehingga responden mengaku belum bisa memanfaatkan platform yang dirancang oleh Kemendikbudristek karena kendala internet ini.
Selain kendala internet, ada faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas pembelajaran, yang jelas digitalisasi pembelajaran menjadi pilihan tepat.
Idealnya, digitalisasi untuk kemajuan pendidikan dilaksanakan, tanpa bergantung pada jaringan internet karena masih banyak daerah di Indonesia yang kesulitan internet.
Dengan memanfaatkan sistem digital maka memperbesar kemungkinan sumber pembelajaran untuk didapatkan / diakses dengan lebih praktis, lebih mudah dan jauh lebih murah.
Demikian pula dengan kegiatan evaluasi pembelajaran secara digital akan mampu memenuhi kebutuhan pemetaan pembelajaran sehingga guru dapat merancang sistem pembelajaran selanjutnya yang lebih tepat untuk siswa merekam
Evaluasi pembelajaran yang idealnya dilaksanakan sesering mungkin pada setiap kali kegiatan belajar usai, pada kenyataannya hanya dapat dilaksanakan beberapa kali aja dalam satu semester.
Alasannya, sekolah harus mempertimbangkan biaya besar yang terjadi untuk setiap pelaksanaan ujian, misal : penggandaan kertas soal.
Setiap kali penyelenggaraan ujian memakan waktu yang lama dimana guru harus menyiapkan soal, menjaga & mengoreksi hasil ujian yang melelahkan.
Tidak heran jika yang terjadi adalah guru lebih minim usaha saat kegiatan mengajar berlangsung karena beban lainnya yang ditanggung oleh guru.
Kecurangan menjadi isu yang banyak dilakukan oleh siswa selama pelaksanaan evaluasi dan mencederai fungsi dari evaluasi tersebut.
Berkembangnya zaman, ujian digital membuka kesempatan bagi siswa melakukan kecurangan seperti browsing, dan berkomunikasi secara digital dengan temannya.
Dengan demikian salah satu syarat ideal software ujian adalah tidak boleh terhubung internet.
Usaha memberikan solusi untuk ini kelihatannya sulit. Namun dengan berkembangnya zaman, teknologi digital karya putra-putri Indonesia terbukti mampu menjawab kebutuhan ini dengan tepat.
Kipin MAX diketahui merupakan sebuah server ujian digital yang cocok digunakan untuk semua sekolah di Indonesia dimanapun lokasinya, salah satu kecanggihannya adalah berkapasitas 1.000 user bersamaan dan tidak membutuhkan jaringan internet, sehingga sekolah tak perlu keluar dana sedikit pun untuk pelaksanaan kegiatan asesmen.
Secara garis besar, bahwa Kipin MAX adalah solusi nyata untuk keperluan evaluasi pembelajaran di sekolah. Dengan adanya inovasi ini Pemerintah lebih mudah dalam membuat langkah nyata untuk menghentikan kesenjangan pendidikan di Indonesia. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad