Indonesia adalah pasar utama bagi ternak sapi Australia, dengan impor sebanyak 700.000 ekor pada tahun lalu, dan bagi hasil pertanian negeri ini, dengan impor gandum sebesar 1,3 milyar dolar. Tentu saja, Australia menunggu-nunggu siapa yang akan menjadi Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian Indonesia selanjutnya.
Namun hingga kini, Presiden Indonesia yang baru dilantik, Joko Widodo, masih belum mengumumkan susunan kabinet yang ia inginkan.
BACA JUGA: Di Australia, Sushi Lebih Popular Dibandingkan Makanan Asia Lainnya
Greg Barton, Profesor Studi Indonesia di Universitas Monash, mengatakan, Presiden Jokowi harus membentuk koalisi yang kuat terlebih dahulu.
BACA JUGA: Pertama Kali, Ilmuwan Selami Dasar Laut Kutub Selatan
“Sebagai awalan, ia harus melihat dulu apa yang ia punya, jadi salah satu partai anggotanya yang tak pasti, partai Islam PKB, ketuanya, yakni Muhaimin Iskandar, adalah pilihan mereka untuk posisi menteri, tapi kalau ia masuk daftar incaran KPK, itu akan memberi Jokowi masalah,” jelasnya.
Ia menerangkan, “Prabowo dan adiknya yang milyuner, Hasyim, siap menyerang dan mempertahankan koalisi mayoritas mereka yang berjumlah 60%.”
BACA JUGA: Politisi Australia Desak Mahkamah Internasional Periksa Tony Abbott
Kuncinya bagi Australia adalah siapa yang dipilih Presiden Jokowi sebagai Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan.
Kandidat utama sebagai Menteri Pertanian adalah seorang akademisi, Profesor Arifin, dan untuk Menteri Perdagangan adalah Mari Elka Pangestu, yang adalah lulusan ekonomi dari Universitas Nasional Australia, dan telah menjabat pada Pemerintahan Indonesia periode sebelumnya.
Mereka memenangkan voting populer di internet, dan diharapkan bebas dari dugaan korupsi.
“Poling tersebut adalah inisiatif baru, poling elektronik yang dilakukan Jokowi, dan mungkin jajak pendapat yang cukup baik atas kredibilitas masyarakat terhadap kompetensi teknis dan integritas moral,” sebut Greg.
Ia menuturkan, “Pertanyaannya adalah apakah ia bisa membuat partainya menerima pilihannya dan mengklaim bahwa itu kemenangan mereka juga, dan menggunakan itu untuk bertarung melawan mayoritas Parlemen.”
Profesor Arifin dilihat sebagai seorang ahli dan memiliki pandangan bahwa ketahanan pangan lebih penting ketimbang swasembada pangan.
“Pada dasarnya, jika kita mendapat seseorang yang benar-benar mengerti pertanian, mereka tak akan berdebat soal posisi proteksionis bangsa sesederhana apapun,” ungkapnya.
Ia meneruskan, “Jika ini penunjukkan politis dan orang ini tak tahu apapun tentang pertanian, mereka akan berkutat dengan mantra swasembada, yang tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.”
Ia mengatakan, kandidat yang dipandang berpeluang sebagai Menteri Perdagangan, Mari Pangestu, memenangi poling dan seharusnya lolos tes anti-korupsi. Ia memiliki pengalaman yang bagus sebagai Menteri Perdagangan dan juga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
“Sangat inovatif, bijaksana, menteri yang pekerja keras dan akan sangat baik jika ada di Kabinet baru,
Presiden Jokowi hanya memiliki 10 hari, setelah pelantikannya, untuk memilih menteri-menteri yang akan mendampinginya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sambut Pemimpin Dunia, Brisbane Disulap Jadi Panggung Seni