Menteri Siti Nurbaya Kecewa

Sabtu, 02 Januari 2016 – 08:31 WIB
Siti Nurbaya. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - PALEMBANG – Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang menolak gugatan perdata pemerintah kepada PT Bumi Mekar Hijau (BMH) sebesar Rp7,9 triliun terkait kebakaran hutan di Sumatera Selatan.

Menanggapi putusan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyampaikan kekecewaannya.  Semua dia berharap, gugatan itu bisa memberikan efek jera bagi perusahaan pembakar lahan. Hanya faktanya, gugatan itu ditolak dalam sidang putusan kemarin.

BACA JUGA: Kapolri Tegaskan Densus Tak Pernah Salah Tangkap

"Prihatin dan saya mempertimbangkan untuk menempuh prosedur hukum sampai ke pengadilan tingkat terakhir," kata Siti tadi malam.

Namun, mantan Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu mengakui menghormati putusan pengadilan negeri itu. Sekaligus menghargai pertimbangan para hakim serta kerja keras semua pihak yang terlibat dalam proses pencarian keadilan.

BACA JUGA: Sudah Januari, Menteri Yuddy Jangan Lupa Janji

"Tapi, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan khususnya yang terkait pembakaran lahan dan hutan akan terus dilakukan. Langsung banding," tukasnya.

Pemerintah menggugat perdata PT BMH, Sinar Mas Grup, hampir Rp8 triliun. Mencakup kerugian lingkungan hidup Rp2,69 triliun dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp5,29 triliun, atas kasus kebakaran hutan dan lahan di areal konsesinya.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Sebut KMP Bubar Tahun Ini

Versi pemerintah, PT BMH digugat perdata karena dianggap tidak serius, lalai dalam mengelola izin yang diberikan. Akibatnya terjadi kebakaran berulang. Tahun 2014 dan 2015 di lokasi yang sama. Seluas hampir 20.000 hektare. PT BMH adalah perusahaan pengelola kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan baku kertas (pulp) di Ogan Komering Ilir. 

"Menolak gugatan penggugat (pemerintah, red) untuk seluruhnya dan memerintahkan penggugat untuk membayar biaya perkara hingga kini sebesar Rp10.251.000,” tegas Ketua Majelis Hakim, Parlas Nababan.

“Atas putusan ini, penggugat ataupun tergugat diberikan hak untuk mengajukan upaya hukum banding dalam waktu 14 hari,”  katanya lagi.

Persidangan mulai pukul 10.00 WIB itu, menarik perhatian masyarakat. Sidang diwarnai aksi teatrikal oleh Wahana Lingkungan Hidup. "Benar terjadi kebakaran lahan di distrik  konsesi PT BMH. Hanya saja, tergugat telah berusaha memadamkan api. Namun, penyebaran api sangat cepat dan meluas. Tergugat juga telah melaporkan ke pihak berwajib,” terangnya.

Kata Parlas, saksi juga menyebut kalau kebakaran berasal dari lahan warga yang berbatasan dengan wilayah konsesi.  "Tergugat juga sudah menyiapkan peralatan pemadam, namun memang belum ada standar bakunya."

Dijelaskan, pekerjaan penanaman diserahkan PT BMH kepada pihak ketiga. Mulai dari persiapan lahan, penanaman, perawatan, panen hingga pengiriman ke tongkang. “Sehingga tidak masuk akal kalau tergugat sengaja melakukan pembakaran atau pembiaran."

Majelis juga menilai tidak ada hubungan causalitas antara pembukaan lahan dengan peristiwa kebakaran. “Di lokasi, pohon akasia yang siap panen ikut terbakar. Jadi, akan lebih rugi bila membuka lahan dengan cara membakar."

Dari ekologis, kebakaran yang terjadi tidak menyebabkan peningkatan PH maupun unsur lain seperti Ca, Mg dan K secara nyata. “Tidak terjadi kepunahan atau kerusakan sifat biologis tanah, sebagaimana keterangan ahli Dr Ir Basuki Sumawinata M Agr dan Dr Ir Gunawan Djajakirana Msc."

Parlas menegaskan, perbuatan melawan hukum sebagaimana didalilkan penggugat tidak dapat dibuktikan. “Penggugat berada di pihak yang kalah dengan demikian penggugat dihukum umtuk membayar perkara ini."

Dirjen Penegakan Hukum, KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan putusan hakim tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. “Kita akan banding. Ini demi rasa keadilan masyarakat," ujarnya. 

Menurut Rasio, majelis hakim hanya melihat dari kebakaran saja. Tidak mempertimbangkan dampak luas yang dirasakan oleh masyarakat. “Juga yurisprudensi dalam kasus serupa terhadap PT Kalista Alam yang bahkan sudah sampai putusan Mahkamah Agung."

Majelis hakim yang menyidangkan, tambah dia, juga tidak memiliki sertifikat lingkungan. "Ada, tapi baru masuk di akhir proses persidangan."

Dikatakan, pihaknya sudah memberikan sanksi administratif dengan pembekuan izin PT PBH sejak November 2015. “Untuk sekarang KLHK menyatakan banding dan mempelajari putusan hakim."

Ketua tim Kuasa Hukum PT BMH, Maurice mengatakan hakim sudah objektif dalam menentukan putusan gugatan perdata ini. “Sejak awal saya sampaikan bahwa alat bukti yang disiapkan oleh penggugat itu mengada-ada. Mengenai pengukuran tidak pernah dilakukan."

Maurice menilai dalam perkara lingkungan jangan selalu perusahaan yang disalahkan.  “Perkara lingkungan adalah Scientific Evidence. Jadi semua itu ada dasarnya,” imbuhnya.

Ketua Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko mengatakan putusan hakim tidak akan memberikan efek jera bagi perusahaan lain pembakar lahan. “Kerugian yang disebabkan bukan hanya terhadap lingkungan setempat, melainkan juga kesehatan."

Koordinator Penghubung Komisi Yudisial, Zaimah Husin mengatakan perkara lingkungan harus ditangani oleh hakim bersertifikat lingkungan. “Saya lihat memang ada, namun masuknya baru di akhir proses persidangan sehingga putusan tentunya dirasa tidak memenuhi rasa keadilan,” tukasnya. (way/ce2/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Politikus PDIP Dilimpah ke Mabes Polri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler