jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, berbicara peran penting pemerintah daerah dalam pencapaian target Perjanjian Paris, sebagaimana telah menjadi amanat UU Nomor 16 tahun 2016 mengenai Perubahan Iklim.
Hal ini disampaikan Menteri Siti saat menjadi panelis dalam pertemuan internasional 'Virtual Ministerial Dialogue with Local and Regional Governments Strengthening Coordination to Implement the Paris Agreement'.
Acara diskusi internasional ini dihadiri oleh Menteri, Kepala Daerah dan champions dari berbagai negara seperti Italia, Malaysia, Rusia, Inggris dan China serta diikuti oleh sekitar 200 peserta dari berbagai negara.
Indonesia dikatakan Menteri Siti telah menerapkan kebijakan holistik dan integral dalam mempertahankan dan meningkatkan ketahanan nasional, yang memerlukan pendekatan antardaerah, antarsektoral dan multi-disiplin.
BACA JUGA: Menteri Siti Berbahagia Menyambut Kelahiran Fitri di Tengah Pandemi Covid-19
''Indonesia juga memiliki kebijakan yang komprehensif mulai dari pemerintahan tingkat pusat sampai tingkat desa, dengan target kerja yang terukur untuk komitmen perjanjian Paris,'' ungkap Menteri Siti, sebagaimana disampaikan pada awak media, Jumat (29/5).
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memainkan peran koordinasi, pemantauan, dan pengawasan dalam implementasi Nationally Determined Contribution (NDC).
BACA JUGA: Duta Besar Inggris dan Norwegia Apresiasi Kepemimpinan Menteri Siti Nurbaya di Sektor LHK
Adapun target penurunan emisi Indonesia hingga tahun 2030 sebesar 29% dari Bussiness as Usual (BAU) dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional.
Menurut Menteri Siti, sudah banyak inisiatif iklim lainnya dilakukan oleh pemangku kepentingan non-pihak (non-party) di berbagai sektor dan tingkatan pemerintahan, termasuk kota dan kabupaten.
''Sebagai negara kepulauan, negara kesatuan, dengan sistem pemerintahan demokratis yang terdesentralisasi, Indonesia telah menerapkan kebijakan komprehensif, holistik dan integral dalam mempertahankan dan meningkatkan ketahanan nasional, yang memerlukan pendekatan antar-daerah, antar sektoral dan multi-disiplin,'' jelasnya.
Saat ini proses finalisasi serta penyelesaian peta jalan NDC terus dipersiapkan dengan rinci.
Pemerintah Indonesia juga melakukan koordinasi implementasi NDC di berbagai tingkatan pemerintahan dan sektor melalui berbagai peraturan yang memungkinkan koordinasi dan sinergi.
Berbagai kebijakan dan tindakan terkait perubahan iklim juga telah berjalan seperti pendanaan anggaran nasional (budget tagging), penggunaan Dana Desa untuk mendukung Program Kampung Iklim (PROKLIM) dan aksi iklim yang dilakukan oleh kota dan kabupaten.
Dukungan Norwegia melalui agenda REDD+ dan proyek Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) di Kalimantan Timur yang didukung oleh Bank Dunia merupakan contoh-contoh sinergi yang baik antara pemerintah nasional dan sub nasional, termasuk kabupaten dan kota serta masyarakat untuk melaksanakan Perjanjian Paris.
Disampaikan pula bahwa pada tahun 2019, subyek perubahan iklim dan manajemen bencana telah ditetapkan sebagai arus utama dalam rencana pembangunan nasional (RKP) tahunan.
''Hal ini menjadikan isu perubahan iklim, berada setara dengan isu gender, jaring pengaman sosial dan pengentasan kemiskinan. Proses untuk meningkatkan keterlibatan kota dan kabupaten, serta pemangku kepentingan non-party lainnya sedang berlangsung,'' ungkap Menteri Siti.
Sebagai bagian dari upaya Indonesia dalam meningkatkan sinergi antar berbagai pihak, Indonesia sedang dalam proses menyelesaikan regulasi yang mencoba merealisasikan nilai ekonomi karbon.
Selain itu, NDC yang sedang diperbarui dengan program dan tindakan adaptasi yang lebih kompleks, akan memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan non-party, termasuk kota dan kabupaten, serta akar rumput dengan pengetahuan dan kearifan lokal mereka.
''Instrumen kebijakan dan modalitas, pelajaran dan praktik terbaik yang telah dilaksanakan Indonesia diharapkan dapat menjadi pendukung pemulihan dari pandemi COVID-19 menuju kondisi sosial ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan tahan iklim di masa depan,'' tutup Menteri Siti.
Agenda internasional yang dihadiri peserta dari berbagai negara ini digelar oleh UN-Habitat bekerja sama dengan UNEP, UNDP, UCLG (United Cities and Local Governments), Global Taskforce of Local and Regional Governments, GCoM (Global Covenant of Mayors for Climate and Energy), dan ICLEI (International Council for Local Environmental Initiatives). (jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia