jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menyatakan Indonesia berbekal tiga kekuatan dalam membangun lingkungan hidup dan kehutanan yaitu kekuatan moral, intelektual dan pendanaan.
“Kekuatan moral merupakan pengejawantahan dari mandat konstitusi, kekuatan intelektual diperoleh dari berbagai kerja sama teknis pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan dengan dunia internasional dan kekuatan pendanaan diperoleh dari prioritas nasional dalam alokasi sumber dana serta dari kerja sama pendanaan dengan negara lain,” tegas Menteri Siti dalam pertemuan virtual antarmenteri lingkungan hidup negara anggota G20, Rabu (16/9/2020).
BACA JUGA: KLHK Sebut Masyarakat Berperan Penting dalam Rehabilitasi DAS
Menurut Menteri Siti, komitmen dan kegiatan-kegiatan nasional upaya peningkatan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia pada saat memberikan official statement.
Peningkatan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia, kata Menteri Siti, dilaksanakan dengan menginternalisasi kekuatan moral dan intelektual sebagai dasar pemecahan masalah.
BACA JUGA: KLHK Latih 98 Pendamping untuk Bantu Masyarakat dalam Penegakan Hukum bidang LHK
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Siti menekankan visi Presiden Joko Widodo dalam memastikan tersedianya lingkungan yang baik bagi warga negara.
Menteri Siti menambahkan, sejak tahun 2011 pemerintah telah melakukan moratorium penerbitan izin baru dan sekarang telah menghentikan izin baru pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut. Pemerintah juga telah melakukan tindakan korektif untuk mengurangi laju deforestasi.
BACA JUGA: KLHK Cari Solusi soal Pembukaan Lahan Berdasarkan Kearifan Lokal
Pemerintah Indonesia juga terus berupaya untuk meningkatkan pemulihan lansekap hutan, akselarasi program perhutanan sosial serta meningkatkan efektivitas pengelolaan konservasi.
Kemudian, Menteri LHK ini menerangkan bahwa peran serta dunia usaha dalam rehabilitasi lahan juga berhasil ditingkatkan. Lahan seluas 102.000 Hektare (Ha) telah ditanami dengan partisipasi dunia usaha, para pemegang izin, sementara dari dana APBN dilakukan penanaman seluas 100.000 sampai 200.000 ha per tahun.
Kawasan hutan mangrove juga tak luput dari program rehabilitasi. Target rehabilitasi adalah seluas 637.000 Ha kawasan mangrove yang kritis dari total 3,3 juta Ha luas hutan mangrove di Indonesia, yang telah dimulai tahun 2020 ini.
Lebih lanjut, Menteri Siti mengatakan Pemerintah Indonesia sangat serius mendorong keberlanjutan habitat dan keanekaragaman hayati dengan mengembangkan koridor yang menghubungkan habitat yang terfragmentasi.
Sejak 2018 telah dilakukan evaluasi terhadap semua konsesi dan izin perusahaan perkebunan kelapa sawit. Terindentifikasi sekitar 1,34 juta hektare lahan di konsesi yang dapat dipertahankan sebagai hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF).
Pemerintah Sangat Konsisten
Menurutnya, Pemerintah Indonesia juga konsisten untuk menerapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan Analisis Dampak Lingkungan dalam rencana penggunaan lahan yang signifikan seperti pengembangan lumbung pangan.
Selanjutnya, kawasan konservasi yang sudah diakui sebagai situs Warisan Dunia, Ramsar, dan lainnya juga terus dijaga. Demikian pula, pengembangan dan peningkatan best practices dari hasil penelitian lapangan, hutan pendidikan serta hutan kemasyarakatan yang ada di Indonesia.
“Berbagai kebijakan, langkah dan upaya Pemerintah Indonesia tersebut telah jelas membuahkan hasil. Terima kasih kepada Pemerintah Norwegia dan Green Climate Fund (GCF) atas pengakuan upaya kami dalam mengurangi emisi CO2 dari deforestasi dan degradasi pada periode 2014 – 2017,” kata Menteri Siti.
Menteri Siti mengatakan Pemerintah Indonesia belum lama ini berhasil meyakinkan internasional secara metodologis dan sistematis serta mendapatkan persetujuan Pembayaran Berbasis Hasil sebesar 103,8 juta Dolar Amerika dari GCF dan 56 Juta Dolar Amerika dari Norwegia. Sebagai perbandingan, sejak 2019 Indonesia telah mengalokasikan anggaran tahunan untuk rehabilitasi lahan dan konservasi sekitar 300 juta Dolar Amerika atau sekitar 63% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) tahunan sektor kehutanan.
Menteri Siti kemudian menyebutkan Pemerintah Indonesia berkomitmen dan berupaya memerangi sampah laut dan mengelola terumbu karang secara berkelanjutan. Pada 2019, Indonesia berhasil meloloskan beberapa resolusi saat sidang UNEA-4 termasuk tentang pengelolaan terumbu karang berkelanjutan.
Resolusi UNEA-4 tersebut telah diimplementasikan Pemerintah Indonesia dengan membangun basis data, regulasi, dan jaringan nasional untuk pengelolaan terumbu karang.
Mengakhiri pernyataannya, Menteri Siti meminta anggota G20 agar memperkuat kolaborasi dalam tindakan nyata saat kondisi dunia masih dilanda pandemi Covid-19. Menteri Siti yakin dengan kerja sama yang kuat, dunia dapat kembali pulih bahkan lebih baik daripada sebelumnya.
“Kita harus yakin dan percaya, bahwa dengan konsistensi dalam kerja sama, kita akan berhasil membangun kembali lingkungan dunia dengan hasil yang lebih baik, dan dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,” ungkap Menteri Siti.
Sebelumnya Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian LHK, Agus Justianto beserta Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Ruandha Agung Sugardiman, dan Staf Ahli Menteri Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Laksmi Dhewanthi, mewakili Indonesia pada pertemuan tingkat deputi tersebut yang berlangsung 14 -16 September 2020 yang membahas G20 Environment Ministers’ Meeting Communiqué, Global Initiative on Reducing Land Degradation and Habitat Loss, dan Global Coral Reef R&D Accelerator Platform.
Tahun ini, Arab Saudi sebagai Presidensi G20 menjadi tuan rumah dalam pertemuan para menteri lingkungan hidup dan pertemuan setingkat deputi bidang lingkungan hidup untuk negara-negara anggota G20.(jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi