Menteri Susi Geregetan Hadapi Kasus Benjina

Selasa, 07 April 2015 – 20:05 WIB
Susi Pudjiastuti. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kasus perbudakan nelayan Asia di Kepulauan Aru, Maluku kini menjadi sorotan internasional. Hal ini pun disesalkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Susi meyakini anak buah kapal (ABK) asal Indonesia pun mengalami nasib yang sama di beberapa kapal asing. "Memang mereka melakukan seperti itu (perbudakan) supaya orang-orang ini (ABK) enggak bisa pulang. ABK ada yang tidak punya dokumen dan tidak bisa berbahasa asing. Jadi susah para ABK ini mau kabur," ujar Susi dalam jumpa pers di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/4).

BACA JUGA: Selain Mengukuhkan Mega, Ini Agenda Kongres IV PDIP

Dari hasil verifikasi kapal-kapal eks asing di Benjina, menurut Susi, banyak kapal yang menggunakan bendera ganda (double flagging). Kapal-kapal itu juga melakukan praktek illegal fishing itu.

Selain illegal fishing, Susi menyatakan banyak pelanggaran lain yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources tersebut. Di antaranya pemalsuan dokumen, hasil tangkapan tidak dikelola dengan benar, indikasi kerja paksa, pemalsuan dokumen ABK, human traficking, penggunaan ABK asing, diskriminasi, penyiksaan tenaga kerja, dan diskriminasi penggajian hak-hak karyawan.

BACA JUGA: Calo CPNS Bermain di Hampir Semua Daerah

“Yang patut dipikirkan sekarang adalah berapa banyak orang Indonesia bekerja di perusahaan seperti ini di luar Indonesia. Karena sebulan terakhir, ada yang di Laut Bering, kemudian minggu kemarin ada yang di barat Australia. Itu juga ada ABK Indonesia. Kita tidak tahu lagi berapa ratus kapal seperti ini,” keluh Susi.

Kasus Benjina ini terkuak dari pemberitaan kantor berita asing Associated Press (AP) yang membuat laporan investigatif tentang perbudakan yang melibatkan ribuan nelayan asal Myanmar, Kamboja dan wilayah-wilayah miskin di Thailand.

BACA JUGA: 2018, Target Tata Kelola Pemerintahan Berkelas Dunia

Menurut AP, praktik itu dilakukan oleh sebuah perusahaan asal Thailand, yang mengekspor ikan ke seluruh dunia, termasuk ke Eropa dan Amerika Serikat.

Para nelayan budak di atas kapal itu hanya mendapat sedikit makanan, tinggal di ruang kabin sempit yang mirip kandang, bahkan ada juga yang dimasukkan ke dalam sel.

Wartawan AP sempat mewawancarai sekitar 40 nelayan, yang kebanyakan berasal dari Myanmar. Kapal tersebut dioperasikan perusahaan Thailand, tapi berbendera Indonesia.

Menyikapi ini, Susi meminta semua pihak untuk berpartisipasi menyelesaikan dan mencegah kasus yang sama terjadi lagi. Terutama karena pemerintah Indonesia belum mendapat data seutuhnya jumlah ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing di luar perairan nusantara.

“Kasus pencurian ikan ini sekali lagi kejahatan yang tidak bisa dianggap enteng dan tidak bisa dianggap itu oke. Ini juga menyangkut kasus kemanusiaan yang luar biasa,” tandas Susi. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MUI Desak Nama Baik 19 Situs Islam Direhabilitasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler