jpnn.com - JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi menegaskan, kasus penangkapan guru honorer kategori dua (K2) asal Brebes, Mashudi, sudah selesai karena dirinya telah memaafkan.
Bahkan sudah mencabut laporannya dari pihak Polda Metro Jaya begitu mengetahui pelaku adalah guru honorer salah satu SMA di Brebes, Jawa Tengah.
BACA JUGA: Menpar Arief Yahya Terima Tantangan Sekjen UNWTO
"Sekali lagi saya tegaskan, saya melaporkan kepada pihak kepolisian selain karena yang bersangkutan sudah mengancam keselamatan jiwa saya dan keluarga, dia juga telah menghina presiden dan beberapa menteri Kabinet Kerja dengan kata-kata tidak pantas. Dia melakukan ini sudah berbulan-bulan lewat SMS ke nomor HP pribadi saya. Namun dia sendiri tidak pernah menyebutkan identitas ataupun pekerjaannya." jelas Yuddy di Jakarta, Minggu (13/3).
Yuddy mengaku sebelumnya tidak pernah mengira Mashudi adalah guru, karena isi SMS nya tidak mencerminkan perilaku seorang insan pendidikan yang sepatutnya menjadi tauladan.
BACA JUGA: Maaf Pak Buwas, BNN Tak Bisa Setingkat Kementerian
"Teman-teman pers silakan saja baca SMS yang dikirimkan Mashudi kepada saya. Saya sudah bersabar, bahkan saya me-reply SMS tersebut agar ia banyak istighfar dan berdzikir. Sebagai umat muslim yang beriman, saya ingin menjalin silaturahmi yang baik dengan siapapun, bahkan ketika orang tersebut membenci saya. Saya tahu ini adalah resiko jabatan saya sebagai MenPAN-RB," tutur Yuddy.
Karena itu, Yuddy menyatakan, kasus oknum tenaga honorer yang meneror dirinya dengan persoalan penyelesaian tenaga honorer eks K2, berbeda. "Jangan dicampuradukkan karena keduanya berbeda," ucap Yuddy.
BACA JUGA: Pastikan Hanya Status Buwas yang Berubah, Bukan BNN
Yuddy sangat mengapresiasi Tim Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya yang telah berhasil mengidentifikasi pelaku dan segera melakukan tindakan atas laporannya tersebut.
Ini menunjukkan siapapun saat ini harus bepikir dua kali kalau ingin menghina atau meneror orang lewat SMS ataupun media social. Pasalnya, saat ini pihak kepolisian memiliki kemampuan handal untuk mengusut kejahatan cybercrime seperti ini.
UU ITE di Indonesia sudah menegaskan, tidak dibenarkan menghina apalagi mengancam orang lain lewat media elektronik ataupun media sosial. Apalagi Mashudi juga menganonimkan identitasnya selama dia melakukan teror SMS tersebut.
"Kalau pelaku memang orang benar, jelas, dan bertanggung jawab, dia tidak akan membiarkan dirinya melakukan hal yang melanggar hukum. Masyarakat sebaiknya tahu ancaman pelanggaran UU ITE untuk hal ini mencapai 12 tahun penjara," tegas Yuddy.
Yuddy meminta masyarakat membedakan kasus ancaman SMS ini dengan pengangkatan honorer. Walaupun motif pelaku karena kesal belum diangkat menjadi PNS, hal ini tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan penghinaan dan teror ancaman kepada siapapun, termasuk kepada dirinya dan keluarga. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beda, Wonderful Indonesia Tahun Ini Lebih Menggebrak di ITB Berlin
Redaktur : Tim Redaksi