Menurut Prof Jimly, Kacau Kalau Partai, Istana Harus Turun Tangan Mengatasi Habib Rizieq

Rabu, 11 November 2020 – 06:45 WIB
Prof Jimly Asshiddiqie komentari fenomena Habib Rizieq Shihab. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie mendorong pihak Istana Kepresidenan turun tangan mengatasi Habib Rizieq Shihab atau HRS yang baru saja pulang dari Arab Saudi bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Selasa (10/11).

Prof Jimly terang-terangan menyebut fenomena Habib Rizieq Shihab sebagai hal yang langka. Namun, masalahnya berlarut-larut karena perlakuan kekuasaan yang salah.

BACA JUGA: Reaksi Fadli Zon Soal Kepulangan Habib Rizieq Shihab, Tajam!

Sebab, kata mantan Ketua Pertama Mahkamah Konstitusi (MK) itu, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut dihadapi dengan ideologi dan teologi permusuhan dan kebencian, bukan merukunkan dan mendamaikan.

Nah, dalam perbincangan dengan jpnn.com mengenai fenomena Habib Rizieq Shihab yang kedatangannya disambut jutaan pendukung di Bandara Internasional Soekarno - Hatta, kemarin, Prof Jimly blak-blakan soal masalah ini.

BACA JUGA: Pengaruh Habib Rizieq Terbukti Luar Biasa, Ini Saran Pengamat untuk Penguasa

"Intinya, ini kan harus ada penyelesaian. Ini kan akibat polarisasi politik pascapilpres dan pascapilgub (DKI) yang belum selesai," demikian Prof Jimly mengawali pandangannya dalam wawancara kemarin.

Dalam perbincangan itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) ini bicara tentang politik identitas yang diwarnai rasial, SARA, yang di Amerika Serikat telah menewaskan George Floyd. Bagi Prof Jimly, hal itu kejadian dahsyar.

BACA JUGA: 4 Sahabat Bertemu di Petamburan Selasa Malam, Ada Habib Rizieq dan Anies Baswedan

Karena itu dia mendorong bagaimana pemerintah segera membereskan masalah dengan Habib Rizieq Shihab yang sampai hari ini tidak kunjung tuntas.

Berikut pandangan dan solusi dari Prof Jimly Asshiddiqie untuk mengatasi Habib Rizieq Shihab:

- Bagaimana tanggapan Prof Jimly terkait kepulangan Habib Rizieq, yang tadi dibilang fenomena langka. Masalahnya tidak selesai-selesai?

Intinya, ini kan harus ada penyelesaian. Ini kan akibat polarisasi politik pascapilpres dan pascapilgub yang belum selesai.

Ini juga dialami sekarang di politik rasialis, politik identitas, ini kan di mana-mana terjadi di seluruh dunia sekarang. Termasuk di Amerika.

Kalau dua kubu di Amerika kan sudah biasa, sudah dua abad, tetapi sekarang diwarnai oleh rasial, SARA, dan sudah menimbulkan korban, Floyd (George Floyd-red) di Amerika, dahsyat itu.

Nah, sekarang, kita sudah pernah mengalaminya dan sudah sekian tahun ini belum selesai-selesai.

Tetapi saya khawatir, kalau ternyata di Amerika ini cepat selesai, karena, baik dan sebelum dilantik jadi presiden (pemenang Pilpres Joe Biden) sudah mengumumkan dia akan bekerja sebagai presiden, bukan presiden Blue States ataupun Red States (pendukung Demokrat dan Republik-red), tetapi dia United States. Maka dia bekerja untuk unifying -menyatukan, dan healing -menyembuhkan. Kan itu dia bilang.

Memang, saya khawatir kalau kita tidak segera menyelesaikan masalah yang berlarut-larut yang tercermin dari adanya gerakan Habib Rizieq ini. Habib Rizieq ini kan sudah bertahun-tahun ini enggak selesai-selesai masalahnya kan.

Nah, misalnya begitu, saya cuma membandingkan saja, dalam dua, tiga tahun ke depan Amerika selesai (masalah politik identitasnya-red), kita belum juga selesai, padahal kan sudah bertahun-tahun. Ini kan bikin malu. Itu saja.

Maka, saya berharap, bahwa politik identitas, konflik rasialis, dan kebencian, SARA, sekarang melanda seluruh dunia, bukan saja di Indonesia dan di Amerika, tetapi juga di Eropa dengan munculnya Islamophobia, diberi pembenaran oleh pejabat, Perdana Menteri Norwegia, Perdana Menteri Swedia, terakhir statement Macron dari Prancis.

Ini menggambarkan ada, politik identitas rasialisme gaya baru di dunia sekarang, yang merusak demokrasi dan kerukunan kemanusiaan, yang kita sebagai negara demokrasi ketiga terbesar dan negeri muslim terbesar di seluruh dunia juga sedang mengalaminya.

Nah, mungkinkan kita, itu juga segera melakukan usaha-usaha mendamaikan, merukunkan di dalam negeri, maupun juga berperan aktif di dalam perdamaian dunia ke depan bersama-sama dengan Amerika, sebagai negara Kristen Protestan terbesar, dengan Vatikan, dengan Israel, dengan Rusia sebagai negara dengan Ortodoks, masyarakat Kristen Ortodoks terbesar.

Jadi kita ini ikut aktif memperbaiki hubungan-hubungan kemanusiaan universal yang cinta damai, tetapi beres dulu di dalam negeri.

- Solusinya bagaimana Prof?

Nah, kebetulan sekarang ini Hari Pahlawan ini, marilah spirit Hari Pahlawan hari ini kita manfaatkan untuk membangkitkan kesadaran pentingnya sikap saling menghormati dan saling menghargai, sekecil apa pun jasa pengabdian orang lain kita hargai, jangan lihat jeleknya, jangan lihat buruknya. Semua orang punya kekurangan, punya kelemahan.

Oke, mulai sekarang ini, Hari Pahlawan, Habib Rizieq pulang, ya sudah kita saling mendengar, saling menyapa, itu lho.

- Sebaiknya ada pertemuan, rekonsiliasi atau apa namanya?

Saya pikir perlu, dan ini harus diprakarsai dari atas.

Jadi, para pejabat jangan hanya retorika, lalu jawab jinawab, mencari argumen-argumen yang sifatnya defensif, enggak mau disalahkan. Jangan begitu.

Sambil saling menyerang, kata dilawan dengan kata, ya kan. Pembenci dibungkam dengan pencinta, pencinta dikeroyok oleh pembenci. Ini retorika semua. Maka ruang komunikasi publik kita penuh dengan kebencian.

Jadi kalau dari atas tidak turun, itu para buzzer, para pencinta, para pembenci, itu merasa dapat dukungan. Maka teruuus saja mereka kuyo-kuyo di media, video-video yang sifatnya misalnya kayak Firza (Firza Husein-red) tempo hari padahal itu sudah terbukti hoaks, itu diungkap lagi untuk saling memojokkan.

Padahal, maksudnya itu kan untuk mendukung pemerintah, tetapi kalau pemerintahnya diam saja, artinya dibenarkan. Maka makin banyak itu yang menyerang. Nah, semakin rusak komunikasi publik kita.

Maka, mungkin enggak rekonsiliasi itu diprakarsai lah dari atas (pemerintah-red). Caranya banyak, mudah ini sebetulnya. Ini kan soal komunikasi, saling mendengar.

Kata Imam Syafi'i, separuh pikiranmu ada di saudaramu. Jadi, jangan mempersepsi kebenaran dalam diri kita sendiri-sendiri. Atau diri kita, kelompok kita, seperti grup WA begitu. Jadi kita mempersepsi kebenaran dalam grup WA kita masing-masing. Mari dengar grup sebelah, begitu lho.

Itu kunci dari usaha untuk me-healing dan reconsiling. Upaya untuk rukun damai, healing menyembuhkan, dan merekonsiliasi.

- Siapa tokoh yang sebaiknya menginisiasi ini?

Nanti lah dulu soal tokohnya itu, yang penting dari atas harus ada inisiatif. Jadi jangan nanti dibawa ke politik lagi.

Nanti partai ini menawarkan diri, partai ini menawarkan diri, kacau nanti.

Jadi cukup Istana saja yang turun tangan mengatasi masalah dengan Habib Rizieq?

Nah, sudah, Istana saja.(fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler