jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu membenahi kinerja BUMN apalagi dengan tingkat profitabilitas rata-rata BUMN yang masih rendah yakni hanya di bawah 5 persen.
Juga tantangan lainnya di mana BUMN harus bersaing dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang sama.
BACA JUGA: Erick Thohir Percaya Diri bisa Pangkas Jumlah BUMN, Begini Respons Said Didu
Tanpa kinerja baik dipastikan BUMN akan tetap sulit bergerak dari lubang kerugian.
"BUMN memang harus fokus meningkatkan kemampuan laba dan menggerakkan aset agar produktif," kata pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto, Senin (29/6).
BACA JUGA: Ada Sinyal Reshuffle Kabinet, Organisasi Volunter Minta Jokowi Evaluasi Erick Thohir
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan restrukturisasi dan menempatkan orang yang tepat.
Apalagi sebagai perusahaan negara, BUMN memiliki target bisnis sekaligus juga diwajibkan bisa mencapai target dari pemegang saham dalam hal ini pemerintah.
BACA JUGA: Baim Wong: Satu Persen pun Gue Enggak Ada Pemikiran ke Sana
"Jadi misalnya yang dilakukan saat ini dengan menempatkan talent muda di salah satu perusahaan BUMN dengan posisi strategis hal ini wajar saja jika dimaksudkan untuk bisa memberikan inovasi baru di tubuh BUMN. Syaratnya, personel yang bersangkutan memiliki inovasi kuat serta paham arah bisnis BUMN di masa depan," sambungnya.
Toto melihat, apa yang dilakukan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melakukan restrukturisasi dan menempatkan seseorang dengan argumentasi kapabilitas, profesionalitas, mendukung bisnis di masa depan hal yang wajar.
Ini untuk menjaga agar BUMN itu menjaga arah perusahaan yang dipegangnya.
"Political appointee selama yang bersangkutan profesional dan mampu mengelola BUMN dengan efektif saya kira wajar saja. Beberapa contoh yang sukses model Robby Djohan atau Iganisius Jonan sudah memberikan bukti tersebut," ungkapnya.
Ignasius Jonan sebelumnya pernah ditunjuk sebagai Dirut PT KAI (Persero) pada 2013.
Adapun almarhum Robby Djohan turut membesarkan Bank Niaga, lalu menyelamatkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan, juga mengantarkan merger besar beberapa bank BUMN menjadi Bank Mandiri.
Karenanya, perombakan yang terjadi di tubuh BUMN saat ini menurutnya sudah sesuai dan objektif dalam arti merujuk pada peraturan yang berlaku.
"Terlebih sudah melalui seleksi dan kompetisi. Kalau sudah objektif sejak awal dan memperhatikan kompetensi serta track record tentu apalagi yang harus dipermasalahkan?," lanjutnya.
Dia menambahkan, saat ini sebagian BUMN secara internal sudah lemah merugi dan produknya relatif sudah tidak kompetitif karena sudah diambil alih swasta yang menjadi kompetitor.
"Erick tak perlu segan melikuidasi BUMN berkinerja jelek. Mungkin kita akan punya lebih sedikit BUMN, tetapi kondisinya lebih sehat dan punya daya saing kuat," tegasnya.
Sementara itu, Piter Abdullah, ekonom yang juga dosen Perbanas Institute, menilai pemilihan talent di BUMN jika prioritas diberikan kepada tenaga profesional akan sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Dia juga mengingatkan, penunjukan pejabat di BUMN harus sesuai dengan karakter perusahaan dan kebutuhan bisnis di masa depan, juga harus berwasasan yang luas. Sebab, karakteristik BUMN dan swasta sangat berbeda. Tantangan di BUMN lebih berat.
"Mengelola satu perusahaan rintisan belum tentu jadi jaminan mampu memimpin BUMN, karena karakteristik BUMN yang unik. Kalau Erick memberi kesempatan pada professional saya kira memang seharusnya begitu,” pungkasnya. (esy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad