Menyusuri Jalanan Old Quarter Hanoi, Mahasiswa jadi Pemandu Wisata Gratis

Rabu, 18 Mei 2022 – 13:41 WIB
Vi Minh, saat memberikan penjelasan kepada tamu asal Indonesia tentang foto-foto lama yang terpampang di Kedai Dinh. Foto: Amjad/JPNN.com

jpnn.com, HANOI - Vietnam memiliki cara tersendiri untuk memaksimalkan pelayanan dan kenyamanan tamu selama pelaksanaan SEA Games 2021. JPNN.com sempat merasakan betapa tanggap dan bagusnya program pemerintah Vietnam memaksimalkan mahasiswa jurusan Pariwisata di Hanoi. Pemandu Wisata gratis didapatkan dari sosok Vi Minh dan Mai Ngoc.

=====

BACA JUGA: SEA Games 2021: Tanpa Gregoria Mariska Tunjung, Ini Susunan Pemain Indonesia vs Thailand

Muhammad Amjad, Hanoi

==========

BACA JUGA: 5 Oknum Polisi Aniaya Remaja 17 Tahun, AKBP Parasian: Kami Minta Maaf

Di tengah cuaca sejuk dan angin semilir yang berhembus di perempatan jalan sekitar Old Quarter, dua orang lelaki dan perempuan mendatangi JPNN.com yang sedang memperhatikan suasana dari seberang Sword Lake atau Danau Sword yang legendaris.

Sejurus kemudian, pria dengan kemeja santai serta perempuan dengan kaus merah muda menyapa JPNN dan memperkenalkan diri.

BACA JUGA: Sekali MW Puas dengan Wanita IY, yang Kedua Bertemu di Hotel

Mereka dengan ramah serta menggunakan bahasa Inggris yang lumayan lancar, menjelaskan maksud dan tujuannya.

"Saya Vi Minh dan ini Mai Ngoc, apakah kamu bersedia kami pandu untuk berwisata di sini? Kami tidak memungut biaya, ini jadi bagian dari tugas kami," ucap Minh.

Old Quarter sendiri menjadi salah satu tempat tujuan tamu baik itu atlet, ofisial, maupun perwakilan dari NOC Indonesia yang sudah menyelesaikan tugasnya di Vietnam ialah mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tanah air. Karena itu, banyak turis dari berbagai negara berlalu-lalang di jalanan Old Quarter.

Sosok Vi Minh dan Mai Ngoc ini merupakan mahasiswa yang memang mencari tamu asing untuk dipandu. Setiap mereka yang terlihat sebagai turis, diajak bicara dan ditawarkan untuk dipandu secara gratis.

"Ini kami ingin mendapatkan pengalaman sekaligus menjadi tugas dari jurusan kuliah kami," katanya, saat ditanya di awal perkenalan di seberang Sword Lake, Hanoi.

Mahasiswa yang sedang belajar tingkat akhir di National Economics University Hanoi tersebut selalu datang bersama di Old Quarter karena memang pasangan kekasih. Dengan cukup ramah mereka menyapa JPNN.com dan beberapa pewarta lainnya.

Setelah berbincang dan menjelaskan tujuannya, rombongan pewarta asal Indonesia itu kemudian mengiyakan untuk dipandu secara gratis.

Keduanya juga cukup cekatan mengarahkan ke tempat-tempat tujuan wisata di Old Quarter.

Karena kopi merupakan komiditi terkenal di Vietnam, ajakan untuk mencoba kedai kopi khas Vietnam ditawarkan.

Tujuan pertama ialah kedai kopi yang terkenal di jalan Lo Su. Menu kopi telur yang juga ada di Indonesia ditawarkan. Bedanya, telur di Indonesia yang digunakan ialah ayam kampung, kalau di Vietnam telur ayam apa saja bisa dicampurkan.

"Di sini kalau bilang panas, kopi telurnya tidak panas. Mereka akan memberikan dengan hangat. Namun, disediakan juga es batu untuk menikmati kopi telur ini dengan rasa dingin," ungkapnya.

Harganya tidak telalu mencekik, sekitar VND35 ribu. Jika dirupiahkan, harganya sekitar Rp 23 ribu. Dengan minum berlima, ada sedikit potongan sehingga harga yang dibayarkan hanya sekitar Rp110 ribu.

Setelah menikmati kopi, Mahasiswa yang sama-sama berusia 21 tahun tersebut juga menunjukkan tempat-tempat membeli buah tangan dengan harga miring. Dia mengakui harga yang ditawarkan memang tinggi, tetapi masih bisa ditawar.

"Di sini harus bisa menawar harga, tetapi kami akan menunjukkan tempat yang murah dan berkualitas barangnya," ucap Minh diamini oleh Ngoc.

Beruntung, keduanya juga bisa menjadi penerjemah gratis bagi rombongan jurnalis asal Indonesia. Memang, di tengah banyaknya penjual oleh-oleh dan toko di sana, tak banyak yang bisa berbahasa Inggris.

Dengan bantuan mereka, belanja oleh-oleh pun menjadi lebih mudah. Tips berbelanja di kawasan Old Quarter tersebut ialah selalu membandingkan harga antara penjual yang memiliki lapak berupa ruko, kemudian lapak kaki lima di emperan jalan, serta penjaja keliling. Beberapa pedagang juga ada yang menawarkan untuk membayar dengan rupiah, tidak dengan Vietnam Dong.

"Boleh dibayar dengan rupiah, nanti akan saya tukarkan," rayu penjaja kaus dan topi di sana.

Bahkan, ada juga penjaja kaus dan topi serta suvenir lainnya di sana yang bisa sedikit berbahasa Indonesia. Mereka menjadi daya tarik pengunjung asal Indonesia sehingga tak sedikit yang membeli barang dagangannya.

Setelah cukup berbelanja buah tangan, Minh dan Ngoc kemudian menawarkan untuk merasakan kedai kopi tradisional yang usia sudah tua.

Kedai itu disebutnya cukup terkenal dan sudah ada sejak sebelum Vietnam merdeka, sekitar tahun 1940-an.

"Ini cabangnya yang ketiga, pusatnya tidak di sini, ada di tempat lain. Mereka menawarkan menikmati kopi dengan suasana yang old look," ungkapnya.

Benar saja, kopi hitam yang ditawarkan bubuknya seperti di Indonesia. Diwadahi di plastik yang ada di dalam toples kaca agar tetap kedap udara dan menjaga kualitas bubuk kopinya itu. Aroma kopi yang baru matang, memang begitu kuat terasa saat masuk ke kedai Dinh ini.

"Tempatnya memang tidak modern, tetapi cukup laris. Ini kedai cabangnya ya, kedai ini berdiri pada 1987 lalu," ucapnya.

Meskipun baru berusia 35 tahun, kedai ini tetap menjaga keunikan dengan menampilkan suasana kedai lama Vietnam. Berlantai kayu, interior kuno, serta foto-foto lama hitam putih, menjadikan kesan old look semakin terasa di kedai berukuran 8x16 meter tersebut.

Seperti pemandu wisata profesional, mereka kemudian mengajak rombongan asal Indonesia untuk melihat foto kuno dan memberikan penjelasan. Saat ragu, Minh tampak mendatangi pemiliki kedai dan bertanya cerita di balik foto lama yang digantung di dinding.

"Sebagian besar foto ini bersejarah di dalam keluarga pemilik kedai ini," tuturnya.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 20.30, sebagai mahasiswa mereka harus segera pulang ke rumahnya masing-masing. Karena itu, Pemandu wisata dadakan yang ramah itu harus berpisah dengan rombongan media dari Indonesia. Setelah saling bertukar nomor telepon, rombongan pun berpisah dengan Minh dan Ngoc.

Langkah yang dilakukan oleh Minh dan Ngoc tersebut patut menjadi contoh bagaimana mahasiswa jurusan Pariwisata di sana mengembangkan diri dan menambah pengalamannya. Tidak sekadar belajar teori, tetapi juga membekali diri dengan turun langsung ke pusat wisata di sana. (*)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sandiaga Uno Optimistis Para Atlet Esport Bakal Capai Target Emas di Hanoi


Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler