Merasa Dibodohi, Warga Ogah Bayar Sewa Pada KAI

Sabtu, 08 April 2017 – 22:08 WIB
Jalur kereta api. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, MADIUN - Warga di Kelurahan Kebonsari, Kabupaten Madiun, Jatim bergolak. Sebanyak 50 kepala keluarga (KK) menolak rencana sertifikasi tanah dari PT KAI.

Alasan mereka, sejak 1986 warga menyewa lahan itu kepada Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang kini bernama PT KAI.

BACA JUGA: Cara ini Diharapkan Bisa Cegah Beredarnya Tiket Palsu

Layaknya benang kusut, gonjang-ganjing sertifikasi lahan milik PT KAI yang disewa warga tersebut tak menemui titik terang.

Warga yang menghuni lahan milik negara itu mempertanyakan bukti kepemilikan dari PT KAI.

BACA JUGA: Kini, Cetak Tiket KA Bisa 7 Hari Sebelum Keberangkatan

Mediasi dengan warga pun kembali digelar di Balai Kelurahan Kebonsari kemarin.

Namun, mediasi kedua itu berlangsung ricuh. Saat mediasi, pihak PT KAI menyodorkan ground card yang dianggap sebagai bukti kepemilikan lahan di sepanjang ruas jalan umum Madiun-Ponorogo tersebut.

BACA JUGA: Menhub: Kalau Yogyakarta Penuh, Bisa ke Sini

Warga bergantian maju untuk mengamati dari dekat. Lantaran ground card berbahasa asing itu dianggap tak berlaku lagi, perwakilan PT KAI sempat murka.

Pegawai PT KAI tersebut lantas menggebrak meja dan meminta warga kembali ke tempat duduk semula.

"PT KAI jangan membodohi kami. BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga harus memproses ini secara benar," kata Muhammad Ridwan, warga.

Menurut Ridwan, setidaknya terdapat 50 KK yang menolak jika tanah negara yang disewa itu disertifikatkan menjadi milik PT KAI.

Ditegaskan dalam pasal 45 PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, bila hak pakai atas nama Departemen Perhubungan, PJKA tidak bisa dialihkan kepada PT KAI.

"Masyarakat sekarang sudah cerdas. Kami harapkan mereka fair. Tidak ada yang disembunyikan," ucap dia.

Menurut Ridwan, warga yang setuju dengan penyertifikatan lahan adalah yang telah membubuhkan tanda tangan persetujuan.

Namun, setelah dikroscek door-to-door, seluruh warga menyatakan penolakan.

"Nah, ini kan menjadi bukti bahwa mereka sudah menutupi satu kebenaran," ungkapnya.

Ridwan bersama warga lain tidak bermaksud menguasai lahan milik negara tersebut bila PT KAI tidak menyalahi aturan yang sudah ditetapkan.

Terlebih, dalam PP Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah, PT KAI tidak termasuk badan hukum yang punya hak milik atas tanah negara.

"Kami tidak mengharapkan adanya konflik sampai penerbitan sertifikat nanti," katanya.

Kali pertama menempati lahan, lanjut Ridwan, warga menyewa langsung kepada PJKA. Harga yang dipatok PJKA pun sesuai standar dan kesepakatan.

Saat itu tanah berukuran 26 x 7 meter cukup disewa Rp 210 ribu setiap tahun.

Namun, setelah beralih ke PT KAI, nilai sewa yang harus dibayar warga berlipat ganda.

Bahkan cenderung melonjak tinggi hingga mencekik.

"Sejak 2015, kami harus membayar setidaknya Rp 5,2 juta. Kami tentu tidak sanggup membayar kenaikan yang drastis itu," ungkapnya.

Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Kabupaten Madiun Widodo menyatakan bakal memberikan kesempatan kepada warga yang tetap menolak penyertifikatan tanah tersebut.

Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Madiun. (bel/fin/c11/diq/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi 313, ini 16 KA yang Berangkat dari Stasiun Gambir


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler