Tragedi Situ Gintung menimbulkan trauma bagi para korbannyaTak sedikit dari mereka yang enggan kembali ke rumah karena ketakutan melihat lokasi "pembantaian" anggota keluarganya itu.
NAUFAL WIDI-ANGGIT SATRIO, Jakarta
---
ROHMAH memeluk erat tubuh saudaranya
BACA JUGA: Mereka yang Kehilangan Keluarga di Situ Gintung (1)
Matanya tak kuasa lagi menahan lagi air mata yang terus melelehBACA JUGA: Kisah Pilu dari jebolnya Tanggul Situ Gintung
Namun, saat ada saudara yang lain datang, Rohmah kembali terpukulBACA JUGA: Setelah Nama Timbul Tak Lagi Timbul di Pentas Lawak Tanah Air
Ya, Rohmah adalah salah seorang yang amat terpukul atas kejadian jebolnya tanggul Situ Gitung, Jumat (27/3) pagi laluDia kehilangan 13 anggota keluarga besarnya"Sangat kagetNggak menyangka, kejadiannya begitu cepat," kata Rohmah di penampungan sementara di kampus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)Wajahnya tampak sayuKantong matanya yang bengkak menunjukkan wanita 54 tahun itu diliputi kesedihan amat mendalam
Di kampus itu memang ada dua tempat pengungsianYang pertama di lantai dua Fakultas HukumRuang ini adalah tempat tinggal sementara bagi korban yang masih mengalami trauma beratMereka yang sudah agak kuat dipindahkan ke tempat yang lebih luas di Fakultas Kedokteran, kampus yang sama.
Di tempat itu, mereka harus rela tinggal seadanyaMereka hanya mengharapkan uluran bantuanDi pengungsian itu Rohmah harus berebut kasur dengan pengungsi lain, sekadar untuk mendapatkan tempat yang hangat agar bisa melepas kesedihan
Rohmah hingga saat ini masih trauma dengan kejadian di pagi buta ituBahkan, dia tidak kuat untuk keluar dari pengungsian dan melihat rumahnya yang sudah rata dengan tanah"Tadi anak saya minta ditemani keluar (pengungsian), tapi saya tidak mauSaya traumaPokoknya, saya tidak mau melihat lagi," katanya lirih.
Saat kejadian, Rohmah selamat setelah terus didekap suaminya, Dahroni, sehingga tidak terseret arus air yang datang dengan kecepatan tinggiTidak hanya RohmahNila Mandariani, anaknya, juga selamat setelah dipanggul Dahroni"Tangan kanan memegang istri, anak saya di atas (dipanggul, Red)," kata Dahroni.
Pria 53 tahun itu menceritakan, rumahnya terletak tidak jauh dari gedung UMJTepatnya di belakang gedung TK yang ada di sebelah selatan gedung rektorat UMJKetiganya selamat setelah menggapai atap gedung perpustakaan UMJ yang bersebelahan dengan gedung rektorat"Saya jalan melawan arus di pagar," kenang Dahroni.
Rumah Dahroni memang jauh lebih rendah dibanding gedung UMJBahkan, menurut pengakuannya, saat gedung UMJ tergenang air sekitar dua meter, rumahnya bisa terendam hingga sepuluh meter.
Tidak hanya kehilangan tempat tinggal dan barang-barang, Dahroni mengaku kehilangan 13 anggota keluarga besarnyaDua di antaranya belum ditemukanMereka di antaranya adik perempuan dengan dua anaknya, mertua, hingga besan orang tuanya"Ada juga tiga orang yang kontrakMereka masih saudara juga," terang Dahroni.
Dahroni, Rohmah, dan Nila kini masih bertahan di pengungsianMereka tidak tahu hendak ke mana pasca bencana"Kami tidak ada tempat lagi," katanyaNamun, Dahroni tidak terlalu larut dengan musibah yang menimpanyaDia ikut membantu mengorganisasi kebutuhan tetangga-tetangganya sesama korban di pengungsian"Saya menjadi penyambung RT di sini," sambungnya.
Kehilangan anggota keluarga dalam jumlah banyak juga dialami Dali IhsanSecurity UMJ itu kehilangan tujuh anggota keluarga, dua di antaranya masih hilang"Yang masih hilang menantu namanya Wito dan keponakan, Maulana," kata DaliNabila, satu keponakan Dali yang sempat hilang, ditemukan di sekitar Tanah Kusir, sekitar delapan kilometer dari lokasi kejadian"Dia nyangkut di atas kandang ayam dan sudah meninggal," katanya.
Dia bersyukur tidak terseret air dari SituSaat tahu air bah menerjang, dia langsung lari menuju Fakultas Hukum UMJ yang kini menjadi tempatnya berteduh"Kalau ingat itu, saya nggak kuatTapi, bisa menyelamatkan anak saya, sudah bersyukur," katanya.
Dali yang bekerja di UMJ sejak 1996 memang patut bersedihSebenarnya dia bisa menyelamatkan Aisyah, kakaknya, menuju ke tempat yang lebih tinggiNamun, karena mengira air yang datang hanya banjir biasa, sang kakak memutuskan masuk lagi ke dalam rumah dan menyelamatkan surat-surat"Padahal, dia sudah keluar rumahAkhirnya dia terseret," katanya dengan mata berkaca.
Banjir memang sudah sering dialami Dali dan keluargaTidak heran jika saat air menerjang Jumat pagi, keluarganya mengira itu banjir biasa"Ternyata tanggulnya jebolSekarang orang tua saya tidak mau tinggal di situ lagi," katanya.
Duka mendalam juga dialami Abdul HamidPria 50 tahun itu kemarin hanya duduk termenung menyaksikan warga lain membersihkan sisa-sisa puing akibat hantaman air bah Situ GintungTatapan matanya kosongDia duduk di atas kursi yang tersisa di lantai dua rumahnya yang sudah tak beratap
Akibat petaka Jumat subuh itu, Hamid, warga RT 004/08 Kampung Gintung, Cirendeu, Ciputat, kehilangan tujuh anggota keluargaYakni, kakak, ipar, dan cucu kesayangannya
"Waktu air bah datang, saya baru selesai salat SubuhLalu saya berteriak ngasih tahu anggota keluarga lain, kalau tanggul jebolSaya langsung berlari ke lantai dua diikuti istriSetelah itu, dengan cepat air bertambah tinggi dan memorakporandakan rumah saya," katanya.
Duka juga masih menyelimuti Supiadi, 36Istri tercintanya ditemukan tewas, sedangkan anak semata wayang yang baru merayakan hari ulang tahun ketujuh, hingga kini masih hilang.
Raut sedih terus terlihat di wajah pria beranak satu ituSupiadi terlihat duduk bertopang dagu di Aula STIE Ahmad Dahlan sambil berharap-harap cemas dan berharap anaknya, Kristian, dapat ditemukan.
Supiadi langsung bergegas mendatangi petugas yang membawa jenazah yang baru ditemukanAir hujan yang mengguyur tak lagi dihiraukanTekadnya cuma satu, menemukan buah hatinya yang kini belum diketahui kondisinya.
"Kamis (26/3) malam sebelum kejadian, anak saya baru ulang tahun ketujuhTidak tahu musibah terjadi dan anak saya hilangApalagi ini ulang tahunnya yang terakhir," ujarnya sedih.
Supiadi mengenang, saat merayakan ulang tahun, anaknya yang duduk di kelas IV SD I Ciputat itu meminta didoakan agar sukses sekolahBahkan, anak semata wayang itu sempat mengerjakan pelajaran dan menyiapkan perlengkapan sekolah untuk esok harinya
Namun, pagi itu air bah menghantam tempat tinggalnyaSupiadi bahkan tak sempat menyelamatkan dirinya, anaknya dan Wamidah, istrinyaDia sempat terseret arus dan ditemukan petugas terdampar di semak-semak ratusan meter dari tempat tinggalnya"Saya tidak tahu terdampar di mana, karena ditolong petugas terus dibawa ke posko," katanya mengenang(dilengkapi laporan Tangsel Pos/jpnn/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Abdullah Hehamahua, Guru Spiritual Dua Periode di KPK
Redaktur : Tim Redaksi