Merespons Polemik Polisi Virtual, Sahroni: Masyarakat Enggah Usah Takut Dibungkam

Senin, 01 Maret 2021 – 21:01 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni merespons polemik terkait kehadiran polisi virtual yang digagas Bareskrim Polri guna mengawasi unggahan di media sosial yang bersifat hoaks hingga ujaran kebencian.

Pasalnya, ada sebagian kalangan merasa khawatir dan menilai kemunculan polisi virtual membuat masyarakat semakin takut menyampaikan komentar maupun kritik di media sosial.

BACA JUGA: Azis: Jangan Sampai Virtual Police Membatasi Kebebasan Berpendapat

Sahroni justru memandang kehadiran polisi virtual bertujuan untuk melindungi masyarakat dari konten yang berpotensi menimbulkan konflik hingga masalah hukum.

Dia juga mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir dan takut menyampaikan pendapat karena dia meyakini polisi virtual tidak akan membungkam kebebasan berpendapat.

BACA JUGA: Wali Kota Medan Bobby Nasution Sampaikan Instruksi Tegas, Simak Kalimatnya

"Menurut saya, masyarakat enggak usah takut dibungkam, karena polisi virtual ini tentunya akan bekerja dengan sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/3).

Legislator Partai NasDem menilai kehadiran polisi virtual justru untuk melindungi masyarakat dari berbagai konten negatif, hoaks hingga ujaran kebencian yang dapat menimbulkan masalah hukum.

BACA JUGA: Terungkap, Aipda RS Habisi Dua Gadis Medan di Kamar Hotel, Begini Pengakuannya

"Polisi virtual ini justru akan bekerja untuk melindungi masyarakat dari konten-konten yang dapat menimbulkan konflik bangsa seperti postingan hoaks, intoleransi, hingga rasisme. Jadi ini bukan untuk mempersempit ruang lingkup masyarakat dalam mengutarakan pendapatnya," tutur Sahroni.

Politikus asal Tanjung Priok, Jakarta Utara ini menyebutkan bahwa keberadaan polisi virtual akan meminimalisir tindak pidana, khususnya berkaitan dengan pelanggaran UU ITE.

Keberadaan polisi virtual menurut dia akan menghindarkan masyarakat dari pidana UU ITE, karena netizen terlebih dahulu akan diberikan peringatan untuk menghapus konten unggahan media sosial yang bersifat kabar bohong, rasisme hingga ujaran kebencian.

"Jadi kalau ada konten yang disinyalir melanggar UU ITE, tidak mesti langsung diperkarakan ke pengadilan atau ditindak pidana, namun cukup diberikan teguran kepada pengguna media sosial untuk memperbaiki," jelas Sahroni.

Pimpinan komisi bidang hukum DPR ini menegaskan bahwa peringatan yang akan dikirimkan oleh polisi virtual kepada pemilik akun media sosial tentunya tidak akan sembarangan. Sebab, akan ada tahapan verifikasi oleh para ahli terhadap unggahan yang dianggap melanggar.

"Sebelum mengirimkan peringatan ke pemilik akun, Polisi virtual melakukan proses kajian terlebih dahulu. Mereka melakukan kajian dari konten tersebut dengan para ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli ITE. Jadi tegurannya bersifat objektif," pungkas Sahroni.(fat/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler