Dalam tiga hari terakhir ini, Hotel Grand Mansion, Blitar, Jatim, mendadak fully bookedMayoritas tamu adalah warga negara asing, mengaku sebagai keluarga para imigran yang menjadi korban kapal tenggelam di Pantai Prigi, Trenggalek, Sabtu (17/12)
BACA JUGA: Menyusuri Kampung Sodong, Tempat Pembantaian di Video Mesuji
Di antara para imigran itu, ternyata ada tokoh oposisi IranKardono Setyorakhmadi, Blitar
BINGUNG, sedih, dan bercampur bangga
BACA JUGA: Perjuangan Bidan-Bidan Inspiratif Melawan Kuatnya Tradisi Lokal
Itulah perasaan campur aduk yang kini dialami Sarry Noor ketika mengetahui berita dari The Australian NewsBACA JUGA: Rahmad Darmawan setelah Mundur dari Pelatih Timnas
Demonstrasi tersebut mengkritik kebijakan keras pemerintah Australia terhadap para imigran ilegal di Christmas Island.Bukan berita itu yang membuat Sarry sedikit tersenyumTampaknya, ada kutipan salah seorang demonstran yang menyebutkan bahwa ada sejumlah imigran yang layak mendapat suakaDi antaranya, Alireza Jafari, seorang aktivis prodemokrasi yang kerap mengkritik rezim Mahmoud Ahmadinedjad di Iran
Alireza yang disebut itu tak lain adalah suami Sarry Noor, perempuan 31 tahun asal Semarang, tersebut"Saya berharap, semoga suami saya bisa selamat," ungkap perempuan yang tinggal di Apartemen Kemayoran, Jakarta, itu
Sarry mengungkapkan, sejak awal pekan lalu, dirinya kehilangan kontak dengan suami"Sebelum pergi, dia bilang akan pergi ke Australia untuk mencari kehidupan yang lebih baikDia berjanji membawa saya ke Australia," kenangnya.
Setelah itu, kontak yang terjadi hanya via FacebookMelalui dunia maya itulah pasangan yang mengikat janji setahun lalu tersebut saling bertukar perasaan dan mengungkapkan kerinduan.
Hingga akhirnya, Minggu (18/12), Sarry mendapat kabar dari karibnya bahwa sangat mungkin suaminya menjadi salah seorang korban kapal karam di Pantai Prigi, Trenggalek.
Bersama Frizka, karib yang suaminya juga ikut berangkat serombongan bersama Alireza, Sarry langsung bergegas pergi ke TrenggalekDia tiba Minggu malam (18/12) dan langsung menuju Hotel Grand Mansion, Blitar, tempat penampungan sementara 34 imigran yang berhasil diselamatkan.
Frizka, teman Sarry, langsung tersenyumSebab, ketika dirinya membaca daftar 34 nama imigran yang selamat, Shadram, suaminya, ternyata ada dalam daftar ituDia pun bisa kembali bersama suaminya
Tidak demikian halnya dengan SarryPerempuan berkulit putih tersebut masygul karena suaminya belum ditemukanSelama dua hari terakhir, dia selalu menanyakan kabar suaminya kepada petugas imigrasi, polisi, hingga ke IOM (International Organization for Migrants)Namun, jawabannya nihil dan membuat dirinya kerap menangis.
Kesedihan Sarry juga dialami Mustapha HaminiPria 52 tahun tersebut jauh-jauh datang ke Jakarta dari Iran pada Minggu sore (18/12)"Saya tak akan pulang sebelum nasib anak saya jelas," katanya.
Dia menjelaskan, Muhamad Reza Hamini "nama anaknya yang masih berusia 17 tahun" pergi sejak pertengahan November laluMustapha bercerita bahwa dirinya punya dua anakAnak pertama kini menjadi bos toko pakaian impor dari Thailand di Iran miliknya
Sementara itu, anak kedua, Muhamad Reza Hamini tersebut, ingin pergi ke Australia"Tekad anak saya yang satu itu sangat kuat," kenangnya
Ketika itu, Reza dengan tegas meminjam uang untuk pergi ke AustraliaSaat itu, Mustapha memberinya sekitar USD 15 ribuSebanyak USD 7.500 di antaranya dibayarkan kepada sindikat people smuggling"Selama pergi, kami tetap berkomunikasi," ucapnya
Komunikasi terakhir terjadi pada Senin (12/12)Menurut Mustapha, yang paling sering berkomunikasi adalah istrinyaSejak setahun lalu, istrinya mengalami kecelakaan dan lumpuhSejak kecelakaan itu, dia lebih sering di rumah dan justru jauh lebih menyayangi anak-anaknya
Karena itu, ketika mendapat kabar dari kerabatnya bahwa ada kapal yang membawa imigran kecelakaan di pantai Indonesia, dirinya langsung waswasApalagi, dia tak bisa lagi menghubungi anaknyaDitambah permintaan istrinya, Mustapha pun langsung terbang ke Indonesia
Tiba di Indonesia, dia langsung mendatangi Kedubes Iran di JakartaTapi, tentu saja, karena Minggu, kedutaan liburDia menginap semalam di JakartaTak lupa, dia langsung membeli iPhone 4 dengan SIM card Indonesia untuk berkomunikasiPaginya, dia berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta dan ditipu makelar
Sebenarnya Mustapha mendapat tiket seharga Rp 600 ribuTapi, dia disuruh membeli Rp 1,2 juta"Padahal, kan sesama muslim, kok tega nipu," keluhnya
Sesampai di Surabaya, dia langsung naik taksi ke BlitarSaat itu, kepada sopir taksi, Mustapha membeli Jawa Pos dan menunjukkan kepada sopir taksi mengenai berita kapal karam dan meminta diantar ke sana"Sebab, saya tak tahu apa-apa tentang Indonesia," tuturnya
Mustapha pun sampai di Hotel Grand MansionNamun, dia langsung lemas ketika tak menemukan anaknya di antara para imigran yang selamatSelasa malam (20/12), dia meminta Jawa Pos menunjukkan letak Pantai Prigi"Saya ini dulu juga nelayan di Teluk PersiaJadi, saya juga cukup banyak tahu tentang laut," tegasnya.
Namun, Mustapha kemudian menyambung ceritanya dengan sedihYang membuat dirinya berhenti melaut adalah kecelakaan yang menewaskan tiga saudaranya di Teluk Persia"Masak anak saya sekarang juga meninggal di laut," ujarnya sedih
Selama di hotel, dia mengaku tak bisa tidur di kasur"Sebab, saya membayangkan, betapa tak pantasnya saya tidur di kasur mewah, sedangkan anak saya mungkin sedang terombang-ambing di laut sambil berpegangan kayu," katanya kemudian menangis.
Hingga kemarin siang, Mustapha mendengar kabar bahwa ditemukan lagi 38 jenazah di BanyuwangiDia pun langsung mengubah tujuannya dari Pantai Prigi ke Banyuwangi untuk mencari jenazah anaknya
Di bagian lain, para imigran yang selamat mulai berani mengungkapkan harapan-harapannyaYang pertama adalah Noroz Yozzedi"Saya berharap pemerintah Indonesia tak mengekstradisi kami kembali ke Iran," ujarnya.
Menurut pria yang mengaku sebagai kaum oposan itu, mengirim mereka kembali ke Iran sama saja dengan bunuh diri"Lebih baik kami mati tenggelam sekalian daripada dikembalikan (ke Iran)," tegasnya
Lain lagi dengan Muzafar HuzzainiPemuda 16 tahun asal Pakistan tersebut mengaku tak akan kapok mencoba masuk Australia dengan naik perahu"Saya pasti akan mencobanya terus-menerus," tegasnya.
Menurut dia, dirinya sudah habis-habisanOrang tuanya sudah menjual rumah untuk membiayai dirinya pergi ke AustraliaHuzzaini pun sudah membayar USD 6.500 untuk bisa pergi
"Di Pakistan, saya merasa tak punya masa depanAnda tahu bagaimana kondisi negara saya," tambahnyaKarena itu, dia memutuskan untuk terus mencoba pergi ke Australia, apa pun alasannya(c5/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ultah Ke-55 Namarina, Sekolah Balet Tertua di Asia Tenggara
Redaktur : Tim Redaksi