Mestinya Ada Deregulasi untuk Taksi Konvensional

Senin, 28 Maret 2016 – 19:11 WIB
Para pengemudi taksi konvensional saat menggelar aksi unjuk rasa di depan DPR/MPR, Selasa (22/3). Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Badan Pengurus Cabang (BPC_ Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jakarta Pusat, Muhammad Aaron Annar Sampetoding menilai pemerintah lambat dalam mengantisipasi kevakuman regulasi tentang penyedia angkutan umum berbasis aplikasi. Menurutnya, aksi anarkistis dalam demo para sopir angkutan konvensional pekan lalu tak terlepas dari kelambanan pemerintah.

Annar mengatakan, mestinya pemerintah menggulirkan kebijakan deregulasi bagi angkutan  konvensional. Tujuannya agar bisa bersaing dengan penyedia transportasi berbasis aplikasi.

BACA JUGA: Bank Mandiri Ditarget Salurkan KUR Rp 13 Triliun

"Kalau pemerintah kesulitan meregulasi taksi berbasis aplikasi yang memanfaatkan celah hukum dan aturan, sebaiknya pemerintah menderegulasi usaha taksi konvensional. Sehingga mereka bisa bersaing dalam kondisi yang setara dan tidak diberatkan aturan hingga mereka tidak kompetitif," kata Annar, Senin (28/3).

Ia menambahkan, HIPMI memang mendukung pertumbuhan usaha berbasis aplikasi. Namun, katanya,  pertumbuhan usaha itu hendaknya berkelanjutan dan berkembang.

BACA JUGA: Makin Sangar, BNI Jajaki Pasar Myanmar

Selain itu Annar  juga berharap munculnya layanan transportasi berbasis aplikasi bisa memberi nilai tambah terhadap Indonesia. "Bukan pertumbuhan yang kebablasan dan tidak taat hukum dan aturan," tegasnya.

Lebih lanjut Annar mengatakan, terjadinya persaingan yang tidak sehat akibat kevakuman regulasi telah dimanfaatkan oleh pelaku usaha taksi berbasis aplikasi. Karenanya, ia mengingatkan pemerintah agar menciptakan iklim persaingan yang sehat.

BACA JUGA: Luar Biasa, Tahun Lalu Merugi Kini Untung Besar

"Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kompetitif dan sepadan agar tercipta pertumbuhan usaha yang sehat," ungkap pengusaha energi ini.(fas/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penurunan Harga BBM Disarankan Jangan Lebih Rp 500, Kenapa?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler