jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat bersama Forkopimda harus bertanggung jawab atas perlakuan Lembaga Pendidikan Menengah Kejuruan Negeri atau SMKN II di Padang, Sumatera Barat yang mewajibkan Siswi nonmuslim mengenakan jilbab.
“Kebijakan yang mewajibkan siswi nonmuslim berjilbab, jelas menghalang-halangi anak untuk menikmati budayanya sendiri sekaligus mengekang kebebasan dan HAM siswi nonmuslim yang oleh UU telah diberikan perlindungan secara berlapis mulai dari UUD 1945 hingga Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai aturan teknis,” kata Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) Petrus Selestinus di Jakarta, Senin (25/1/2021).
BACA JUGA: Pernyataan Tegas Menteri Nadiem soal Siswi Nonmuslim Dipaksa Berjilbab
Menurut Petrus, apa yang dilakukan oleh Penyelenggara Pendidikan di SMKN II Padang, Sumatera Barat, tidak hanya sekadar melanggar perbuatan yang dilarang oleh UU Perlindungan Anak, tetapi juga sudah melanggar Konstitusi dan HAM. Terlebih perbuatan itu dikualifikasi sebagai intoleran dan persekusi Anak di Lembaga Pendidikan Publik yang seharusnya memberikan kenyamanan pada Anak.
Perbuatan Anti-Kebinekaan
BACA JUGA: SMKN 2 Padang Wajibkan Siswi Nonmuslim Berjilbab, Rekomendasi KPAI Tegas
Meskipun Peraturan yang mewajibkan Anak didik nonmuslim di SMKN II Padang, mengenakan Jilbab pada jam dan hari Sekolah merupakan peristiwa pelanggaran terhadap Hak Anak dan HAM seseorang dan sudah berlangsung cukup lama, namun tidak ada satupun pimpinan Forkopimda Provinsi Sumatera Barat mengambil tindakan administratif dan hukum terhadap pihak Sekolah.
“Ini menunjukkan bahwa betapa Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Sumatera Barat menutup mata terhadap perbuatan terlarang atau yang dilarang oleh UU Perlindungan Anak, bahkan perisitiwa ini bisa menjadi parameter untuk menduga bahwa sebagian besar ASN dan Aparat Forkopimda Sumbar sudah terpapar Intoleransi sebagai embrio radikalisme dan terorisme yang sudah lama terjadi,” kata Petrus Selestinus.
BACA JUGA: Tim Medis Mengevakuasi Pasien Pakai Helikopter dari Kapal Perang TNI AL, Mohon Doanya
Oleh karena itu, menurut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini, tanggung jawab atas peristiwa yang mengarah kepada sikap anti-Kebinekaan, Persekusi dan Intoleransi yang dilakukan oleh pihak SMKN II di Padang, tidak bisa hanya dipikul oleh Guru Sekolah dan Penyelenggara Sekolah, tetapi juga harus menjadi tanggung jawab kolektif seluruh Pimpinan dan Anggota Forkopimda di Provinsi Sumatera Barat, karena dinilai sebagai pembiaran.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan Mendikbud Nadien Makarim, Gubernur Sumatera Barat, Dinas Pendidikan Sumatera Barat jangan hanya bisa menyalahkan Guru dan Pengelola Pendidikan dengan menyerukan ditindak, dipecat, dimutasi dan lain-lain. Tetapi Menteri Nadiem Makarim dan jajaran di bawahnya harus ikut bertanggung jawab.
“Apa lagi peristiwa pemaksaan pemakaian Jilbab ini sudah menyangkut kohesivitas kebinekaan masyarakat Minang di Padang dan di seluruh Indonesia,” katanya.
Menurut Petrus, Mendikbud Nadien Makarim, Mendagri, Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan lain-lain harus memberi perhatian khsusus terhadap Sumatera Barat dalam soal ini, khususnya seluruh Pimpinan Forkopimda di Padang, jangan hanya jadi penonton.
“Kepada Pimpinan Sekolah dan Guru yang memaksa Anak didik nonmuslim mengenakan Jilbab harus diproses pidana di samping sanksi administratif,” katanya.
Pertanyaannya, menurut Petrus, mengapa peristiwa ini berlangsung sejak lama tetapi dibiarkan oleh aparat Forkopimda se-Sumatera Barat, padahal peristiwa ini harus dilihat sebagai faktor penyebab intoleransi, radikalisme dan lain-lainnya berkembang biak secara sistimatis dan terstruktur di kalangan ASN dan Aparat Penegak Hukum. Hal ini terjadi di sejumlah daerah karena merosotnya ketaatan terhadap nilai dasar ASN dan NKRI sehingga diperlukan perhatian serius Pemerintah Pusat.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich