MHI Pertanyakan Independensi BANI

Selasa, 27 September 2011 – 11:08 WIB
JAKARTA - Aktivis Masyarakat Hukum Indonesia (MHI), AH Wakil Kamal mempertanyakan integritas dan independensi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait putusan perkara antara Weatherford International (WII) selaku induk perusahaan PT Wira Insani untuk membayar PT Gear Capital dan sesama pemohon PT Carana Bunga Persada sebesar 8 juta dollar Amerika Serikat.

"Keikutsertaan PT Carana Bunga Persada sebagai pemohon adalah di luar konteks perselisihan karena perselisihan yang terjadi hanya antara PT Wira Insani dengan PT Gear Capital," kata Wakil Kamal, di Jakarta.

Dengan dikabulkannya permohonan pemohon oleh BANI, kata Wakil Kamal, ini dianggap sebagai kejanggalan"Mengapa BANI dengan mudahnya mengabulkan permohonan pemohon tanpa melakukan verifikasi terhadap entitas bisnis yang mengajukan permohonan arbitrase, yaitu terhadap PT Carana Bunga Persada karena perusahaan tersebut bukan pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam mengajukan pemohonan dalam kasus arbitrase ini."

Dalam proses perselisihan kasus arbitrase ini, lanjutnya hanya antara PT Wira Insani dan PT Gear Capital yang melakukan perjanjian yang disengketakan

BACA JUGA: Akhir September, Tarif Tol Naik

"Proses hukum yang dilakukan oleh BANI bisa menimbulkan kekhawatiran bagi penegakkan hukum di Indonesia karena PT Carana Bunga Persada tidak punya keterkaitan langsung dengan perkara," ungkapnya.

Kejanggalan lainnya, menurut Kamal, dalam termohon yang diajukan pemohon dalam kasus arbitrase ini, baik PT Wira Insani, PT Weatherford Indonesia dan Weatherford International Inc, tidak diberikan kesempatan mengajukan bukti tambahan maupun menghadirkan saksi ahli.

“BANI tidak menjunjung asas peradilan audit et alteram partem, dimana untuk menjaga keadilan seharusnya BANI mendengarkan pendapat atau argumentasi kedua belah pihak yang bersengketa, maupun para pihak yang diikutsertakan dalam sengketa”, ujar A.H
Wakil Kamal.

Sikap BANI tersebut dinilainya bertentangan dengan Pasal 29 ayat 1, UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Masalah, yang menyatakan bahwa ´Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.

“Jika Majelis Hakim BANI tidak melaksanakan asas dimaksud, maka Majelis Hakim BANI telah melanggar Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999, dan Majelis Hakim dalam kasus itu harus dibubarkan,” tegas Wakil Kamal.

Kejanggalan tersebut, lanjutnya bisa menjadi sebuah preseden buruk terhadap iklim investasi dan proses hukum di Indonesia serta mengancam reputasi BANI sebagai sebuah institusi yang adil dan jujur dalam mengambil keputusan, terutama sebagai alternatif aman dari sistem pengadilan negara yang belum banyak berubah sejak masa Orde Baru.

"Kejanggalan yang terjadi di balik putusan BANI dalam kasus perselisihan antara Weatherford dan Gear, merupakan preseden buruk bagi penyelesaian alternatif di Indonesia karena akan menimbulkan kepastian hukum yang tidak adil bagi para pihak yang menggunakan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian perselisihan,” tegasnya

BACA JUGA: Investasi Rp 300 M, Sales 90 Persen

BACA JUGA: CitraRaya Kembangkan Sustainable Development

(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buy Back SUN Tenangkan Investor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler