jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan RI membuka kembali penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor domestik ke Arab Saudi dengan menggunakan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
Atas kebijakan tersebut mendapat tanggapan keras dari Migrant Watch.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Australia Perbanyak Visa Untuk Migran Terampil dan Keluarga
Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan mengatakan munculnya kebijakan SPSK menjelang G20 dinilai aneh, karena kebijakan tersebut sudah ada sejak 2018.
“Ada indikasi yang aneh. Mengapa Kemenaker tiba-tiba membuka penempatan PMI sektor domestik mengunakan sistem SPSK,” Aznil Tan dalam keterangan tertulis pada Sabtu (12/11/2022).
BACA JUGA: Menaker Ida Dorong Jamsostek Dukung Hunian Terjangkau bagi Pekerja Migran
Aznil menilai penempatan PMI ke Arab Saudi dengan SPSK akan menjadi momen yang tepat bagi sindikat untuk memuluskan niatnya yang sudah lama tertunda sejak 2018.
Dia menduga jika Raja Salman menanyakan kepada Jokowi tentang kerja sama ketenagakerjaaan domestik pada pertemuan G20 nanti di Bali, maka Presiden ke-7 RI itu akan menjawab, “pemerintah Indonesia sudah membuka dengan sistem SPSK.”
BACA JUGA: Nilai-nilai Keluarga Membantu Kesuksesan Sejumlah Migran Asia di Australia
Aznil Tan mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak mudah disesatkan oleh pembantunya atas diberlakukan sistem SPSK tersebut sebagai solusi dalam pelaksanaan hubungan kerja sama ketenagakerjaaan sektor domestik antara Arab Saudi dan Indonesia.
“Saya meminta Bapak Presiden Jokowi jangan mau ‘dikadali’ oleh pembantunya. Presiden harus tahu, bahwa moratorium yang selama ini diberlakukan bukanlah solusi dan sistem SPSK tersebut merupakan kartelisasi untuk memonopoli bisnis jasa penempatan PMI domestik ke Arab Saudi,” ujar Aznil Tan.
Lebih lanjut, Aznil menyampaikan Kepmenaker 291 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan PMI di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal adalah merupakan pelanggaran UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Dalam UU 18 Tahun 2017 tidak mengenal asas assessment ke satu kelompok P3MI atau asosiasi, tetapi faktanya SPSK itu dikuasai bisnisnya oleh satu asosiasi. Upaya mengartel dunia penempatan ini jelas-jelas dilarang oleh UU Nomor 5 Tahun 1999,” tegas Aznil Tan.
Migrant Watch merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk membuka kesempatan ke semua Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) untuk dapat menempatkan PMI sektor domestik ke Timur-Tengah dengan mengunakan sistem SPSK.
“Silakan gunakan skema SPSK tetapi bukan dikoordinir atau dikuasai oleh satu asosiasi. Karena pemerintah bukan membuat kebijakan untuk kepentingan sekelompok orang. Maka, sebelum kedatangan Raja Salman ke Bali, Jokowi segera buka penempatan PMI ke Arab Saudi secara sehat dan fair ke semua P3MI. Bukan dimonopoli sekelompok orang atau satu asosiasi dengan mengkartel penempatan ini,” ujar Aznil Tan.
Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta & PKK) Kemnaker mengeluarkan Kepdirjen tentang Perubahan Keenam belas atas keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Nomor 3/558/PK.02.02/VIII/2020 tentang Penetapan Negara Tujuan Penempatan Tertentu Bagi PMI pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru tanggal 9 November 2022.
Di dalam Kepditjen tersebut memuat penempatan pekerja domestik (pembantu rumah tangga, pengasuh bayi, juru masak keluarga) dengan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang kontravensi.
Bahkan ada P3MI melakukan gugatan ke Mahkamah Agung atas Kepmenaker 291 Tahun 2018 tersebut.
Penempatan PMI domestik ke Timur-Tengah dimoratorium atau ditutup sejak 2011 sampai keluar Kepdirjen ini.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari