Migrant Care Kecewa Hak Pilih Masyarakat RI di Hongkong Hilang

Senin, 07 Juli 2014 – 16:20 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Koordinator Migrant Care Anis Hidayah, mengatakan, terdapat ratusan buruh migran yang bekerja di Hongkong, tidak dapat menggunakan hak pilih dalam pelaksanaan pemungutan suara pemilihan presiden 2014, Minggu (6/7) kemarin.

Padahal, ratusan buruh migran tersebut, kata Anis, sudah datang ke tempat pemungutan suara (TPS) yang terdapat di Taman Victoria. Dan bahkan telah ikut mengantri hingga berjam-jam. Tapi tetap saja panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang ada, menutup proses pemungutan.

BACA JUGA: Dirut PT KAI Siaran Soal Gratifikasi di KPK

“Pemilih sudah datang ke lokasi hendak memberikan hak pilih, tapi malah tidak difasilitasi karena alasan teknis izin otoritas Hongkong hanya sampai jam 5 sore,” katanya di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (7/7).

Menurut Anis, PPLN harusnya memberi alternatif, bukan justru menghilangkan hak konstitusi warga negara hanya karena alasan teknis.

BACA JUGA: Para Purnawirawan Kopassus Awasi Pilpres

“Kalau memang TPS tidak dapat diperpanjang, seharusnya diberikan alternatif, solusi agar mereka bisa tetap memilih. Misalnya memilih susulan, atau di KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) atau apa yang bisa dilaksanakan di sana, asal buruh migran tetap menggunakan hak pilihnya,” kata Anis.

Apa yang diperlihatkan PPLN Hongkong, sangat berbeda dengan yang diperlihatkan PPLN di negara lain seperti di Singapura. Petugas kata Anis, bahkan proaktif menjemput suara pemilih dengan mendatangi sejumlah tempat. Seperti rumah sakit, di mana pemilih berada.

BACA JUGA: Nazaruddin Pernah Disuruh ke Luar Negeri Oleh Anas

“PPLN Singapura kemarin datang ke empat rumah sakit. Kemudian PPLN Malaysia mereka datang ke 10 titik drop box, jadi di kilang-kilang yang banyak buruh migran kita, itu didatangi,” katanya.

Anis mengingatkan penyelenggara pemilu, dalam demokrasi yang ingin dicapai adalah partisipasi masyarakat. Karena itu dengan hambatan yang terjadi, seperti di Hongkong, tidak dapat dibiarkan.

“Kalau sudah ada hambatan atau pelarangan, saya kira demokrasi yang terbangun bukan demokrasi partisipatif,” katanya. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tes PPPK tak Bareng CPNS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler