jpnn.com, JAKARTA - Psikolog dan pakar kesehatan mental Joice Pauline Perdanayanti mengungkapkan kesehatan mental lulusan baru atau fresh graduate dapat terganggu di tengah efek pandemi ini.
Menurutnya, generasi milenial atau generasi Y (1981-1996) dan generasi Z (1997-1996) saat pertama kali lulus adalah yang merasakan dampaknya.
BACA JUGA: Kimia Farma Kantongi Sub-Lisensi dari MPP Untuk Obat Molnupiravir
"Apalagi di masa pandemi di mana wisudanya saja secara virtual bersamaan saat perusahaan- perusahaan secara umum sedang tiarap," kata Joice dalam 'Webinar Kesehatan Mental: Abis Lulus Kuliah Malah Kena Mental, Gimana Ngatasinnya?' yang diselenggarakan Forum Milenial Madjoe dan didukung Kimia Farma pada Sabtu (29/1).
Joice menyampaikan strategi setiap perusahaan dalam menyikapi pandemi berbeda-beda, tetapi pada umumnya kebijakan yang diambil adalah bertahan dan tidak merekrut karyawan baru.
BACA JUGA: Loker BUMN Hadir Lagi, Kimia Farma Buka Banyak Formasi, Ini Daftarnya
Meskipun begitu, dinamika dalam kehidupan sosial selalu memberi tekanan kepada fresh graduate khususnya kepada orang tua.
"Walaupun dengan situasi seperti itu, suara-suara dari lingukungan sekitar tetap saja kencang dan memberi tekanan ke orang tua," tutur Joice.
BACA JUGA: Kimia Farma Apotek Melakukan Rebranding, Bakal Ada Terobosan Baru
Dalam mengatasi tekanan tersebut, Joice menyarankan Generasi Y dan Z harus memiliki lingkungan kelompok sosial yang beragam dan tidak hanya bergantung pada keluarga.
"Hati-hati jika laki-laki atau perempuan tidak memiliki geng atau teman berkumpul karena psikososial berkembang dari situ," paparnya.
Karena itu, Joice menyarankan agar memiliki teman-teman dekat di luar lingkungan terdekat keluarga agar ada pelabuhan cadangan untuk bersandar ketika tekanan itu sendiri berasal dari keluarga. Begitu juga sebaliknya.
"Kalau ada istilah jaring pengaman sosial, ini adalah jaring pengaman emosional," tutur Joice.
Joice kemudian membagikan tips bagi para fresh graduate membuat berkas lamaran yang menarik agar bisa diterima HRD (Human Resources Development) perusahaan.
"Pertama adalah ada memberi gambaran bahwa calon karyawan ini tidak kupu- kupu atau kuliah-pulang kuliah pulang," sebut Joice.
Dia mengimbau calon karyawan banyak menampilkan pengalaman pada kegiatan, seperti bergabung dengan organisasi atau mengikuti kepanitiaan atau menjadi aktivis di badan perwakilan mahasiswa.
"Biasanya yang seperti itu tidak hanya mencantumkan riwayat akademiknya, tapi juga prestasi-prestasinya di organisasi. Itu yang menarik," kata pengelola KQ Pauline Management itu.
Hal lain yang harus ditonjolkan, yaitu pengalaman saat mengikuti magang yang biasa diwajibkan di perguruan tinggi atau sekolah menengah kejuruan.
"Nah, itu yang ditampilkan, waktu magang mengerjakan apa, buat laporannya ke siapa, lalu tugas-tugas apa saja yang dilakukan selama magang. Itu akan menjadi nilai tambah juga," paparnya.
Dia mengatakan atensi perekrut kepada calon karyawan akan muncul hanya dalam lembaran curriculum vitae (CV) tersebut.
Perekrut hanya melihat apa yang terlihat dan tidak punya waktu untuk menelepon calon karyawan untuk meminta penjelasan detail.
"Pastikan berkas itu mewakili diri teman-teman dan tidak perlu cerita panjang-panjang, satu sampai dua halaman itu sudah maksimal dan disusun apa adanya dan tidak mengada-ada," ungkap Joice. (mcr18/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mercurius Thomos Mone