jpnn.com, JAKARTA - Kalangan milenial atau mereka yang berusia 22-40 tahun rentan mengalami hipertensi.
Penyebabnya, stres karena beban pekerjaan dan kurang bergerak.
BACA JUGA: Penting! Bagi yang Menggunakan Gawai Setiap Hari agar Lengan tak Nyeri
Demikian dikemukakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Badai Bhatara Tiksnadi.
"Gaya hidup lebih tidak aktif, WhatsApp bisa setengah jam hingga satu jam, lebih banyak stres karena tuntutan pekerjaan, beban pekerjaan yang terus bertambah jadi bagian dari hidup sehari-hari," ujar Baddai dalam sebuah temu wicara daring, Kamis (3/6) kemarin.
BACA JUGA: Saran Psikolog agar Fisik dan Mental Sehat, Sederhana Banget
Menurutnya, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, sebanyak 34 persen dari orang dewasa di Indonesia atau berusia di atas usia 18 tahun, mengalami hipertensi.
Angka ini naik dibandingkan 2013 yang hanya 14,5 persen.
BACA JUGA: Coba Diet Cara ini, Berat Badan Bisa Turun dalam 10 Hari
Selain tuntutan pekerjaan, COVID-19 juga menjadi penyebab para milenial (mereka yang lahir tahun 1981-1996) terkena stres yang menempatkan mereka pada risiko terkena hipertensi.
Data sebuah studi menunjukkan, sekitar 92 persen para milenial berpikir COVID-19 bisa mengganggu kesehatan mental mereka.
Di sisi lain, makanan terutama tinggi garam, gorengan, jeroan, konsumsi minuman beralkohol, kegemukan dan merokok pun menjadi penyebab, sekaligus faktor risiko seseorang termasuk kalangan milenial terkena hipertensi.
"Makanan (gorengan dan jeroan) ini kalau sudah ada di kita sulit ditolak dan saat makan tidak menyesal, maka hindarilah. Makan ini banyak di populasi kita, gorengan apalagi jeroan," tutur Badai.
Hal senada diungkapkan Ketua Yayasan Jantung Indonesia (YJI), Esti Nurjadin.
Menurut dia, kenaikan prevalensi hipertensi di kalangan milenial antara lain disebabkan gaya hidup dengan level stres tinggi, konsumsi minuman beralkohol yang tinggi, merokok, konsumsi garam gula dan lemak, serta kurang bergerak.
"Selain stres pekerjaan, mereka (milenial) berada dalam usia sudah berkeluarga yang sudah punya anak, bekerja juga harus menjadi guru di rumah. Stres bertambah dengan adanya COVID-19, tidak bisa bersosialisasi seperti sebelumnya," kata Esti.
Tetapi, apabila para milenial sudah terlanjur menerapkan gaya hidup tak sehat lalu melakukan modifikasi semisal berhenti merokok, menurut Badai, maka bisa berdampak positif pada kesehatan mereka.
"Kalau berhenti setelah rutin merokok efek rokok pulih baru 10-15 tahun, sehingga tidak bisa hilang karena terakulumasi menyebabkan perubahan di paru-paru, beberapa kadang irreversible. Tetapi kalau dilakukan lebih awal kerusakan tidak seberat yang lebih lama, jangan pernah ditunda tobatnya," tutur Badai.
Hipertensi terjadi saat tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Penyakit ini sering disebut sebagai the silent killer karena tanpa keluhan tetapi bisa tiba-tiba menyebabkan serangan jantung atau stroke.
Badai mengatakan, hipertensi baru bergejala bisa sudah berat atau merusak organ penting seperti jantung dan ginjal seperti pusing, sesak, berdebar, buang air kecil menjadi sedikit, hingga nyeri dada.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang