Militer Myanmar Bersikeras Tak Membantai Rohingya

Rabu, 15 November 2017 – 17:52 WIB
Militer Myanmar. Foto: AFP

jpnn.com, MYANMAR - Militer Myanmar merilis hasil investigasi internal terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Senin (13/11).

Kesimpulannya tidak mengejutkan. Berdasarkan dokumen yang diunggah Komandan Pasukan Bersenjata Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing ke Facebook, tak satupun dugaan terbukti.

BACA JUGA: Akhirnya! Suu Kyi Temui Warga Rohingya di Rakhine

Junta militer menyatakan telah mewawancarai ribuan etnis Rohingya. Para narasumber itu mengatakan militer tidak menembak, memukuli, menangkap, dan memerkosa penduduk sipil.

Militer juga tidak membakar rumah, masjid, serta mencuri perhiasan dan benda-benda berharga lainnya dari penduduk.

BACA JUGA: Tak Bisa Mengungsi, Sehari-hari Cuma Makan Daun

Junta militer balik menuding penduduk Rohingya lari ke Bangladesh karena takut kepada kelompok militan Rohingya alias Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).

Terang saja pernyataan militer Myanmar itu membuat lembaga kemanusiaan yang aktif mengawal isu Rohingya naik pitam. Pasalnya, bukti dan saksi atas aksi brutal militer sangat banyak dan mudah ditemukan.

BACA JUGA: Tok Tok Tok...Myanmar Bersalah atas Genosida Rohingya

’’Sekali lagi, militer Myanmar mencoba menghapuskan pelanggaran serius yang dilakukan kepada Rohingya dan menyembunyikannya,’’ ujar James Gomez, direktur regional wilayah Asia Tenggara Pasifik Amnesty International.

Mereka menegaskan, banyak sekali bukti-bukti bahwa militer membunuh dan memerkosa etnis Rohingya serta membakar rumah-rumah mereka hingga rata dengan tanah. Apa yang dilakukan militer adalah kejahatan melawan kemanusiaan.

Lembaga nonprofit yang berbasis di London itu mendesak PBB agar membentuk tim pencari fakta. Mereka juga meminta penyelidik independen diberi akses penuh ke Rakhine.

Tudingan bahwa militer benar-benar melakukan kekejian juga datang dari Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May. Dia menyebut apa yang terjadi pada penduduk Rohingya adalah krisis kemanusiaan yang menyerupai pembasmian etnis.

Pemerintah Myanmar dan junta militer harus bertanggung jawab. Hingga kini, junta militer hanya membebastugaskan pemimpin komando di Rakhine Mayor Jenderal Maung Maung Soe.

Utusan khusus PBB untuk masalah kekerasan seksual Pramila Patten menegaskan bahwa dirinya akan membawa kasus Rohingya ke Mahkamah Kriminal Internasional di Den Haaq. Yang digugat tentu saja junta militer.

’’Kekerasan seksual telah dikomando, diatur, dan dilakukan pasukan bersenjata Myanmar atau yang dikenal dengan Tatmadaw,’’ tegas Patten yang tengah berada di kamp pengungsian Cox’s Bazar, Bangladesh. Sekitar 600 ribu penduduk Rohingya lari ke Bangladesh sejak akhir Agustus lalu. Mayoritas mereka berada di Cox’s Bazar.

Hasil investigasi itu dirilis menjelang pertemuan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dan Aung San Suu Kyi di Manila, Filipina, hari ini. Tillerson juga dijadwalkan berkunjung ke Myanmar setelah itu.

Kemarin (14/11) Suu Kyi bertemu dengan Sekjen PBB Antonio Guterres dalam KTT ASEAN di Filipina. Dia meminta Suu Kyi membiarkan pengungsi Rohingya di Bangladesh bisa pulang ke desanya dengan selamat, mempermudah akses kemanusiaan, dan rekonsiliasi di antara komunitas di Myanmar.

’’Situasi yang ada bisa menjadi sumber ketidakstabilan regional.’’ Demikian bunyi pernyataan PBB setelah berlangsung pertemuan dua pemimpin tersebut. Desakan serupa datang dari PM Kanada Justin Trudeau yang juga bertemu dengan Suu Kyi di lokasi yang sama. (Reuters/BBC/sha/c4/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Malaysia Siap Izinkan Pengungsi Rohingya Masuk, Asalkan...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler