jpnn.com, JAKARTA - Pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim mengenai kasus peraturan wajib mengenakan jilbab di SMKN 2 Padang mendapatkan apresiasi dari masyarakat umum.
Namun, pernyataan Nadiem itu mendapatkan reaksi miring dari para insan pendidikan.
BACA JUGA: Siswi Nonmuslim SMKN 2 Padang Disuruh Berjilbab, Gusrizal Sebut Tak Ada Pemaksaan
Mendikbud dianggap menyampaikan pernyataan bernada mengancam.
Nadiem meminta pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan.
BACA JUGA: 5 Sikap PB PGRI soal Jilbab di SMKN 2 Padang
BACA JUGA: Indra Charismiadji: Buat Apa Ada Asesmen Nasional, Hasilnya Pasti Buruk
"Pernyataan Mendikbud tersebut sama persis kondisinya dengan aturan kewajiban berhijab di Padang itu sendiri. Yang beliau sampaikan ini benar, tetapi belum benar, atau benar tetapi kurang bijaksana," kata pengamat dan praktisi pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji di Jakarta, Selasa (26/1).
Indra menambahkan, apa yang disampaikan Nadiem tidak jauh berbeda dengan aturan mengenakan jilbab itu sendiri.
Tujuannya baik tetapi sangat tidak bijaksana untuk mewajibkan bagi seluruh siswi termasuk non-muslim sangatlah tidak bijak dan bahkan melanggar hak asasi manusia.
"Jika Mendikbud meminta para pendidik di SMKN 2 Padang dibebastugaskan karena mereka mengikuti aturan kepala daerah, sangatlah tidak bijak. Ini menyangkut nasib dan karier seseorang," ujarnya.
Indra berpendapat, hal ini terjadi akibat Nadiem yang sudah lebih dari satu tahun memimpin Kemendikbud, tetapi belum memahami kondisi dunia pendidikan Indonesia.
“Untuk yang kedua kalinya saya mengatakan Mendikbud ini germaphobia alias orang yang takut kuman di era pandemi," ucapnya.
"Makanya beliau benar-benar menerapkan protokol kesehatan 3M: menjaga jarak; memakai masker; mencuci tangan," imbuh Indra.
Nadiem dinilai menjaga jarak dari para guru, kepala sekolah, dan insan pendidikan.
Nadiem memilih untuk menggunakan masker besi sehingga tidak ada percakapan, dialog, diskusi dengan pemangku kepentingan pendidikan.
"Beliau juga lebih banyak mencuci tangan untuk masalah-masalah pendidikan yang ada di tanah air. Ini protokol kesehatan yang kebablasan,” tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad